JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD (PHPU DPR dan DPRD) Tahun 2024 yang diajukan oleh dari Partai Golongan Karya (Golkar) untuk pemilihan anggota DPRD Kabupaten Deiyai di Daerah Pemilihan 2 dan 3, Provinsi Papua Tengah. Persidangan Perkara Nomor 19-01-04-36/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 ini dilaksanakan oleh Majelis Panel 3 yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, pada Senin (27/5/2024).
Agenda sidang yaitu mendengar keterangan saksi/ahli, memeriksa dan mengesahkan bukti tambahan. Sidang dihadiri oleh Pemohon (Partai Golkar), Termohon (KPU), Pihak Terkait Partai Kebangkitan bangsa (PKB), dan Bawaslu.
Saksi Partai Golkar
Dalam persidangan, Pemohon mengajukan lima orang saksi yaitu Mardinan Adii, Melison Adii, Melkias, Yulius Edowai, dan Daud Edowai. Dalam persidangan, Mardinan Adii menjadi saksi mandat dari Pemohon saat berlangsungnya pemungutan suara di Kampung Kokobaya, dan menjadi saksi mandat di tingkat Distrik Tigi Timur, Deiyai. Mardinan menjelaskan, kesepakatan ikat dilaksanakan di kampung Kokobaya. Suara ikat yang didapat Simon Edowai dari Partai Golkar sebanyak 2.361 suara yang berasal dari 5 kampung yang tercatat di formulir C Hasil. Kemudian pada tahapan pleno PPD di Kabupaten Deiyai tidak sesuai dengan jumlah suara yang seharusnya didapatkan, seharusnya 2361 menjadi 1453 suara.
Malison Adii, saksi kedua dari Pemohon, merupakan ketua pemungutan suara (PPS Kampung) yang saat ini statusnya sudah diberhentikan oleh KPU. Malison memberikan kesaksiannya bahwa jumlah suara yang didapatkan Partai Golkar di kampong Damabagata, Tigi Timur, yaitu 654 suara yang berasal dari 6 TPS, kemudian PKB mendapatkan 500 suara.
Kemudian, saksi ketiga yang diajukan oleh Pemohon adalah Melkias yang merupakan Kepala Kampung Waita. Melkias menjelaskan pelaksanaan pemilihan dengan sistem Noken di Kampung Waita.
“Pemilihan sistem Noken di Kampung Waita yaitu dengan bertemu di suatu tempat. Di Kampung Waita terdapat dua calon legislatif. Karena kedua caleg merupakan warga asli Waita, kami menunggu hasil sistem ikat/noken dari kampung lain terlebih dahulu. Siapa pun yang mendapatkan suara terbanyak, akan diberikan ke orang tersebut. Akan tetapi kedua nama tersebut tidak mendapatkan suara dari kampung lain, sehingga terjadilah keributan,” jelas Melkias.
Saksi Yulius Edowai merupakan anggota KPPS Desa Tenedagi yang telah berhenti dari KPU. Yulius menyatakan bahwa di awal kesepakatan, suara diberikan ke PPD. Kesepakatan tersebut menyatakan bahwa suara dari Kampung Tenedagi akan diserahkan ke pemenang partai. Akan tetapi C hasil yang telah disepakati, yang mendapat suara ikat sebanyak 1622, menjadi berbeda di tahap selanjutnya. Suara tidak diserahkan ke Partai Golkar yang keluar sebagai pemenang.
Saksi Pemohon berikutnya, Daud Edowai. Daud menuturkan bahwa suara ikat yang seharusnya diterima oleh Partai Golkar, pada akhirnya diberikan kepada Caleg PKB sebanyak 1.622 suara.
Sistem Noken
Titus Pekei hadir dalam persidangan sebagai saksi yang diajukan oleh KPU. Titus merupakan pencetus gagasan Noken di UNESCO. Terkait dengan Sistem Noken tersebut, Titus menjelaskan bahwa hakikat Sistem Noken yaitu setiap pribadi pemilik noken dapat dijabarkan dalam sistem pemilu, baik lokal, nasional, dan internasional. Hal ini karena noken melekat pada setiap pemilih.
“Saya hadir di sini sebagai saksi berdasarkan surat tugas dari KPU Kabupaten Deiyai sebagai ahli untuk memberikan pencerahan terkait Sistem Noken di tanah Papua dan harus berpijak pada sistem di Deiyai. Di Deiyai, sistem kepemilikan sudah dihargai sejak dahulu kala, sejak adanya nenek moyang warga Deiyai. Dalam konteks kepentingan, jika berhadapan dengan kepentingan yang lebih besar biasanya akan memperlemah posisi noken. Dilema noken pada sistem pemilihan berbentrokan dengan kepentingan yang lebih besar. Yang harus diperhatikan adalah visi dan misinya yang nanti akan disepakati, apakah ada keuntungan konkret bagi rakyat Papua, tidak boleh berbentrokan dengan kepentingan mayoritas saja. Noken harus melindungi hak masyarakat Papua. Hasil noken yang sudah disepakati pun harus sesuai dan konsisten dari C hasil hingga hasil akhir,” Titus Pekei.
Saksi Termohon berikutnya, Antonius Edowai, anggota PPD Distrik Tigi Barat memberikan kesaksian mengenai permasalahan suara antara Partai Golkar dan PKB. Antonius berpendapat bahwa berdasarkan supervisi PPD Distrik Tigi Barat tanggal 16 Februari 2024, saat proses rekapitulasi di sekretariat Distrik Tigi Barat, terdapat laporan bahwa telah terjadi perampasan C hasil oleh Partai Golkar. Setelah proses supervisi dan kesepakatan, ditetapkan bahwa seluruh suara akan diberikan kepada Yasone Dowai. Hal ini sudah tertuang di C hasil.
Baca juga:
Klaim Perolehan Suara Partai Golkar di Dapil Kabupaten Deiyai 2 dan 3
Penulis: Siti Rosmalina Nurhayati
Editor: Nur R.