Jakarta, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan Putusan Nomor 47-02-02-25/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (PHPU DPR dan DPRD) Tahun 2024 yang diajukan oleh Sophia Laureen Sarmita, Calon Anggota DPRD Kabupaten Minahasa dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Daerah Pemilihan Minahasa 2, Nomor Urut 7. Sidang Pleno pengucapan putusan dilaksanakan oleh sembilan hakim konstitusi pada Rabu (22/5/2024) di Ruang Sidang Pleno Gedung 1 MK.
Dalam pertimbangan hukum Mahkamah mencermati secara saksama berkas Permohonan Pemohon, dalam bagian posita, Pemohon tidak menguraikan secara jelas mengenai kesalahan hasil penghitungan suara menurut Termohon (KPU) dan penghitungan suara yang benar menurut Pemohon. Namun, Pemohon menguraikan mengenai pelanggaran administratif terhadap total jumlah perolehan suara dalam Formulir C. Hasil pada beberapa TPS di beberapa kecamatan, antara lain 13 TPS di Kecamatan Kakas dan Kecamatan Kakas Barat.
Selanjutnya, pada bagian petitum, Pemohon tidak meminta penetapan perolehan suara yang benar menurut Pemohon, melainkan meminta membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 360 Tahun 2024 sepanjang Dapil Minahasa 2. Kemudian meminta Pemungutan Suara Ulang di Kecamatan Kakas dan Kecamatan Kakas Barat, Dapil Minahasa 2.
Terhadap hal tersebut, menurut Mahkamah, terdapat ketidaksesuaian antara posita dengan petitum permohonan. Di satu sisi, Pemohon hanya mendalilkan terjadinya pelanggaran di beberapa TPS yang diuraikan dalam posita, yaitu 13 TPS di Kecamatan Kakas dan Kecamatan Kakas Barat. Namun dalam petitum, Pemohon meminta agar Mahkamah membatalkan perolehan suara sebagaimana termuat dalam Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tersebut untuk seluruh Dapil Minahasa 2. Selanjutnya, pada petitum nomor 3, Pemohon hanya meminta PSU untuk 2 (dua) kecamatan, yaitu Kecamatan Kakas dan Kecamatan Kakas Barat. Hal demikian menjadikan permohonan Pemohon menjadi tidak jelas atau kabur sehingga eksepsi Termohon mengenai permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur adalah beralasan menurut hukum.
Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah, meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan Pemohon, permohonan diajukan masih dalam tenggang waktu pengajuan permohonan, dan Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan Pemohon, namun karena Permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur, maka eksepsi Termohon mengenai permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur adalah beralasan menurut hukum sehingga pokok permohonan Pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut. Kemudian terhadap dalil-dalil lain serta hal-hal lain, tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena dinilai tidak ada relevansinya.
“Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” tegas Ketua MK Suhartoyo mengucapkan petikan amar putusan.
Baca juga:
Permohonan Caleg Gerindra Dapil Minahasa 2 Tanpa Rekomendasi
Sesama Caleg Gerindra Berselisih Suara Dapil Minahasa 2
Penulis: Siti Rosmalina Nurhayati.
Editor: Nur R.