JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan Putusan Nomor 115-01-17-32/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang diajukan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) DPRD Kepulauan Sula Daerah Pemilihan (Dapil) 3. Amar putusan Mahkamah menyatakan permohonan Pemohon (PPP) tidak dapat diterima. Sebab, menurut Mahkamah, PPP tidak menguraikan secara jelas mengenai perselisihan hasil pemilu di dapil tersebut.
“Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan PHPU Tahun 2024 di Ruang Sidang Pleno Gedung 1 MK, Jakarta pada Selasa (21/5/2024).
Dalam pertimbangan hukum Mahkamah, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan, Pemohon dalam posita permohonannya, Pemohon sama sekali tidak menguraikan mengenai PHPU di Dapil Kepulauan Sula 3. Namun, dalam petitum permohonan, khususnya pada petitum angka 4 dan petitum angka 6, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menetapkan kursi keempat DPRD Kabupaten Kepulauan Sula di Dapil Kepulauan Sula 3. Dalam hal ini, terdapat ketidakkonsistenan antara posita dengan petitum Pemohon dalam perkara a quo.
Begitu pula, setelah Mahkamah mencermati rumusan petitum Pemohon, di mana pada petitum angka 2 poin 2 dan angka 3 poin 3.2 menyebutkan Dapil Kepulauan Sula 4 (tertulis IV), tetapi pada petitum angka 4 dan angka 6 menyebutkan Dapil Kepulauan Sula 3. Oleh karenanya, menurut Mahkamah, terdapat ketidaksinkronan antara posita dengan petitum maupun petitum dengan petitum dalam permohonan tersebut. Dalam hal ini, Pemohon tidak jelas dalam menentukan lokus atau daerah pemilihan mana yang sebenarnya dipersoalkan oleh Pemohon.
Adapun renvoi terhadap petitum yang dilakukan oleh Pemohon dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan pada 30 April 2024, Majelis Panel Hakim telah menegaskan Pemohon tidak dapat melakukan renvoi terhadap permohonannya karena telah diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan permohonan. Penegasan Majelis Panel demikian, tidak dapat dilepaskan dari telah diberikannya waktu bagi Pemohon untuk memperbaiki permohonan yang hanya dapat diajukan satu kali berdasarkan Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 PMK 2/2023.
Fakta persidangan tersebut semakin menambah keyakinan Mahkamah bahwa memang terdapat kekeliruan atau ketidakjelasan dalam penulisan petitum Pemohon. Dengan demikian, eksepsi Termohon dan Pihak Terkait berkenaan dengan permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur, adalah beralasan menurut hukum.
Di sisi lain, berkenaan dengan dalil Pemohon mengenai perolehan suara Pemohon untuk keanggotaan DPR RI Tahun 2024 pada Dapil Maluku Utara (konversi PT, parliamentary threshold atau ambang batas parlemen 4 persen), yang menyatakan bahwa pada Dapil Maluku Utara terjadi perpindahan suara Pemohon kepada Partai Garuda sebanyak 5.400 suara diakibatkan oleh kesalahan penghitungan oleh Termohon, sehingga perolehan Partai Garuda yang semula sebesar 194 suara, bertambah secara tidak sah menjadi sebanyak 5.594 suara. Oleh karenanya, menurut Pemohon, perolehan suara Pemohon yang semula sebesar 13.795 suara berkurang secara tidak sah menjadi 8.395 suara.
Atas dalil tersebut, menurut Mahkamah, Pemohon sama sekali tidak menguraikan bagaimana dan dari mana serta dengan proses apa terjadinya perpindahan suara Pemohon kepada Partai Garuda. Dalam permohonannya, Pemohon hanya menyatakan telah terjadi perpindahan suara sebesar 5.400 suara diakibatkan oleh kesalahan penghitungan oleh Termohon. Namun demikian, Pemohon tidak pula menjelaskan apakah kesalahan penghitungan tersebut terjadi sejak di TPS, rekapitulasi di tingkat kecamatan, rekapitulasi di tingkat kabupaten, atau di tingkat yang lebih tinggi, sehingga Mahkamah tidak menemukan uraian yang jelas mengenai “kesalahan penghitungan oleh Termohon” sebagaimana didalilkan oleh Pemohon.
“Fakta hukum demikian adalah tidak sejalan dengan ketentuan hukum acara sebagaimana termaktub dalam Pasal 75 UU MK dan Pasal 11 ayat (2) huruf b PMK 2/2023 yang mengharuskan Pemohon untuk menguraikan secara jelas kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon. Dengan demikian, dalil Pemohon a quo adalah tidak jelas atau kabur,” kata Ridwan.
Dalam perkara ini, Hakim Konstitusi Arsul Sani menggunakan hak ingkar dalam memutus perkara ini. Meskipun hadir dalam persidangan, tetapi Arsul tidak ikut menyampaikan pendapat hukumnya dalam memutus perkara ini maupun melakukan pendalaman.
Baca juga:
KPU Bantah Ada Perpindahan Suara PPP ke Partai Garuda di Dapil Kepulauan Sula
PPP Berupaya Mendapatkan Kursi Keempat DPRD Kabupaten Kepulauan Sula
Penulis: Mimi Kartika.
Editor: Nur R.