JAKARTA, HUMAS MKRI — Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) untuk perselisihan hasil pemilihan umum calon Anggota DPRK Kabupaten Aceh Timur, tidak dapat diterima. Majelis Hakim Konstitusi menyatakan Permohonan Perkara Nomor 132-02-02-01/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 tidak memenuhi syarat formil permohonan karena permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur. Sidang Pengucapan Putusan ini digelar MK pada Selasa (21/5/2024) di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK, Jakarta.
“Amar Putusan, mengadili, dalam eksepsi, mengabulkan eksepsi Termohon berkenaan dengan permohonan permohon tidak jelas atau kabur, Menolak eksepsi Termohon untuk selain dan selebihnya. Dalam Pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” tegas Ketua Pleno Suhartoyo didampingi oleh para hakim konstitusi lainnya.
Mahkamah Konstitusi menemukan bahwa Pemohon tidak menguraikan secara jelas dan terperinci mengenai TPS mana saja yang menjadi lokasi terjadinya penggelembungan atau pengurangan suara, yang menyebabkan perbedaan jumlah akhir perolehan suara dalam Model D.Hasil Kecamatan-DPRK versi Termohon sebagaimana didalilkan oleh Pemohon. Selain itu, Pemohon tidak melampirkan alat bukti berupa Formulir Model C. Hasil Salinan-DPRK pada masing-masing TPS di seluruh kelurahan di Kecamatan Peunaron atau alat bukti lain yang dapat menjelaskan lokasi tersebut. Pemohon hanya melampirkan Formulir Model D.Hasil Kecamatan-DPRK versi Pemohon dan Formulir Model D.Hasil KABKO-DPRK sebagai alat bukti, sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti jumlah TPS di masing-masing kelurahan di Kecamatan Peunaron.
“Namun demikian, setelah Mahkamah mencermati secara saksama posita dan petitum, telah ternyata bahwa Pemohon tidak menguraikan lebih lanjut secara jelas dan terperinci perihal TPS mana saja yang menjadi lokus terjadinya penggelembungan maupun pengurangan suara yang menyebabkan jumlah akhir perolehan suara dalam Model D.Hasil Kecamatan-DPRK versi Termohon menjadi berbeda sebagaimana didalilkan oleh Pemohon dalam positanya. Terlebih lagi, Pemohon juga tidak melampirkan alat bukti berupa Formulir Model C. Hasil Salinan-DPRK pada masing-masing TPS yang terdapat di seluruh kelurahan di Kecamatan Peunaron ataupun alat bukti lain yang dapat menjelaskan perihal lokus dimaksud. Pemohon hanya melampirkan Formulir Model D.Hasil Kecamatan-DPRK versi Pemohon dan Formulir Model D Hasi KABKO-DPRK sebagai alat bukti, sehingga tidak dapat diketahui dengan pasti berapa jumlah TPS pada masing-masing kelurahan yang terdapat di Kecamatan Peunaron,” ucap Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih membacakan pertimbangan hukum.
Baca juga:
Diduga Terjadi Penggelembungan Suara di Dapil Aceh Timur 3, Caleg Gerindra Gugat ke MK
KPU Bantah Dalil Penggelembungan Suara di Dapil Aceh Timur 3
Lebih lanjut, dalam petitum Pemohon, meskipun Mahkamah mengabulkan permohonan untuk melakukan penghitungan surat suara ulang di Kecamatan Peunaron, tidak dapat diketahui dengan pasti TPS dan kelurahan mana saja yang akan dilakukan penghitungan ulang. Dengan demikian menurut Mahkamah, permohonan Pemohon kabur atau tidak jelas.
“Demikian halnya dalam petitum Pemohon, seandainyapun Mahkamah mengabulkan permohonan Pemohon untuk melakukan penghitungan surat suara ulang di Kecamatan Peunaron, maka tidak dapat diketahui secara pasti penghitungan surat suara ulang tersebut akan dilakukan di Kecamatan Peunaron untuk TPS dan kelurahan apa saja,” ucap Enny Nurbaningsih.
Sebelumnya, Pemohon yang diwakili kuasanya Muhammad Iqbal, mendalilkan terdapat selisih suara yang ditetapkan oleh Termohon sejumlah 2.216 suara dengan jumlah suara yang diyakini benar oleh Pemohon sejumlah 2.260 suara. Sementara itu, menurut Pemohon Caleg dari partai yang sama dengan Pemohon bernama Samin Alam Tanoga, menurut Pemohon seharusnya hanya memperoleh 1.224 suara, namun ditetapkan oleh Termohon sebesar 2.311 suara. (*)
Penulis: Adam Ilyas
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina