JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2024 (PHPU DPR/DPRD) pada Rabu (8/5/2024). Sidang kedua terhadap Perkara Nomor 117-02-01-34/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 yang dimohonkan Calon Anggota DPR RI Sius Dowansiba dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini dilaksanakan oleh Majelis Sidang Panel 2 yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra bersama dengan Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur dan Hakim Konstitusi Arsul Sani. Agenda sidang yaitu mendengarkan jawaban Termohon (KPU), keterangan Pihak Terkait, dan keterangan Bawaslu, serta pengesahan alat bukti.
M. Husein Asyahari selaku kuasa hukum KPU (Termohon) menyampaikan jawaban Termohon terhadap dalil Pemohon mengenai pelanggaran penyelenggaraan pemilihan. Terhadap dalil adanya ketidakpastian jumlah pemilih, Termohon menanggapi bahwa telah membuat DPT dengan melakukan pembaruan sampai dilaksanakannya pemilihan. Kemudian terhadap dalil adanya TPS-TPS pada distrik di Teluk Bintuni yang masih melakukan pemilihan dengan sistem Noken, maka atas dalil ini Termohon menyatakan berdasar pada hasil rekapitulasi D.Hasil Kecamatan, Kabupaten, hingga Provinsi diperoleh hasil yang variatif layaknya pemilu yang biasa dilakukan dengan pencoblosan langsung dan tidak sebagaimana penggunaan Noken yang dinyatakan Pemohon dalam permohonannya.
Kemudian Husein juga menguraikan tanggapan Termohon atas dalil seluruh DPT menggunakan hak pilih mencapai 100% yang dinilai suatu ketidakwajaran bagi kinerja KPU. Tanggapan Termohon adalah hal demikian hanya asumsi dari Pemohon karena bukti yang diajukan terkait data akta kematian Kabupaten Teluk Bintuni dan disandingkan dengan data agregat kependudukan 2018–2023 Kabupaten Teluk Bintuni dan penyampaian daftar kematian dispenduk, maka angka-angkanya berbeda dan tidak memiliki hal yang sama sebagaimana dalil Pemohon.
“Atas dalil dugaan pemalsuan tanda tangan oleh PPD Distrik Waregar di semua jenis pemilihan, tanggapan Termohon adalah telah selesai pada tingkat Bawaslu Kabupaten Teluk Bintuni dan pada putusannya dinyatakan laporan tidak terbukti secara sah dan Termohon tidak melakukan pelanggaran administratif. Dan terakhir terhadap dalil pengguna hak pilih DPRD dinyatakan lebih banyak daripada data pemilih saat pilpres, tanggapan Termohon adalah itu hanyalah dalil yang terlalu dipaksakan. Sebab angka pengguna hak pilih, baik untuk pileg maupun pilpres merupakan suatu hal yang tidak dapat dikontrol oleh Termohon sekalipun. Hal itu berkaitan dengan hak memilih yang menjadi hak dari pemilih itu sendiri,” jelas Husein.
Baca juga:
Caleg PKB Ungkap Kejanggalan Pemilihan dengan Sistem Noken di Teluk Bintuni Papua Barat
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.