JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD (PHPU DPR) Tahun 2024 yang diajukan oleh Partai Amanat Nasional (PAN). Dalam permohonan Perkara Nomor 05-01-12-38/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024, PAN mempersoalkan penghitungan suara anggota DPRD/DPRA Provinsi Papua Barat Daya pada Daerah Pemilihan Papua Barat Daya 3.
Persidangan perkara tersebut dilaksanakan oleh Majelis Panel 3 yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, pada Rabu (8/5/2024). Agenda sidang yaitu mendengarkan jawaban Termohon (KPU), keterangan Pihak Terkait, dan keterangan Bawaslu, serta pengesahan alat bukti.
Keterangan KPU
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai Termohon diwakili kuasa hukum Nur Farid berpendapat bahwa Permohonan PAN (Pemohon) tidak jelas. Pemohon menuntut dibatalkannya Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 360/KPU/III/2024. Sedangkan keputusan Termohon adalah, Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 260 Tahun 2024. Oleh karena itu, perlu dipertanyakan keputusan Termohon yang mana yang dijadikan objek oleh Pemohon dalam permohonannya.
“Permohonan tidak jelas karena di dalam pokok Permohonan a quo tidak memuat penjelasan mengenai kesalahan hasil perolehan suara yang ditetapkan oleh Termohon dan hasil perolehan suara yang benar menurut Pemohon. Kemudian pada petitum permohonan, tidak memuat permintaan untuk membatalkan penetapan hasil perolehan oleh Termohon dan menetapkan hasil perolehan suara yang benar menurut Pemohon,” kata Farid.
Kemudian, Pemohon tidak memberikan sandingan antara suara yang benar menurut Pemohon dan Termohon. Ini artinya permohonan Pemohon tidak sesuai dengan Pedoman Permohonan di dalam ketentuan pasal 11 ayat (3) Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 2 Tahun 2023.
Oleh karena itu, Termohon memohon kepada Mahkamah agar mengabulkan keseluruhan eksepsi Termohon; menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya; dan menyatakan benar keputusan KPU Nomo 260 Tahun 2024.
Tanggapan Partai Hanura
Steven Alves Tes Mau selaku kuasa hukum Partai Hanura yang menjadi Pihak Terkait dalam perkara ini mengatakan Mahkamah tidak berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara PHPU anggota DPR dan DPRD dalam Pemilu tahun 2025 yang diajukan oleh Pemohon. Partai Hanura berasalan bahwa pelanggaran pemilu terkait pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh ketua KPPS dan anggota KPPS merupakan pelanggaran yang harusnya dilaporkan ke Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), bukan ke MK.
“Permohonan Pemohon tidak jelas atau obscuur libel karena dalam posita, pemohon memohon agar dilakukan penghitungan suara ulang, sedangkan dalam petitum, pemohon memohon agar dilakukan pemungutan suara ulang,” terang Steven.
Dalam petitumnya, Pihak terkait memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan eksepsi Pihak Terkait dan menyatakan benar keputusan KPU Nomor 360 tahun 2024.
Keterangan Bawaslu
Bawaslu Kabupaten Sorong dalam keterangannya menyatakan telah menangani pelanggaran yang berasal dari 2 laporan dan 1 temuan. Laporan tersebut salah satunya terkait pelanggaran dengan Nomor 006/LP/PL/KAB/34.08/II/2024.
Pelanggaran tersebut telah ditangani dengan menerbitkan surat rekomendasi untuk melakukan verifikasi dan klarifikasi terhadap Ketua dan anggota KPPS TPS 07 serta ketua PPS kelurahan Malawele Akrena terbukti sebagai pelanggaran kode etik.
Baca juga:
PAN Minta Pencoblosan Ulang Dua TPS di Kabupaten Sorong
Penulis: Siti Rosmalina Nurhayati.
Editor: Nur R.