JAKARTA, HUMAS MKRI – Hasil penghitungan suara di media sosial tidak dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan hasil Pemilihan Umum Tahun 2024. Demikian jawaban KPU sebagai Termohon atas permohonan yang diajukan oleh Calon Anggota DPR dari Partai Gerindra, Elza Galan Zen mengajukan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) untuk pemilihan calon anggota DPRD Daerah Pemilihan Jawa Barat I. Sidang kedua Perkara Nomor 157-02-02-12/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024
tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) untuk pemilihan calon anggota DPRD Daerah Pemilihan Jawa Barat I, pada Rabu (8/5/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.
Taufik Hidayat mewakili kuasa hukum Pemohon menambahkan KPU telah melakukan penghitungan suara secara berjenjang dan terbuka mulai dari tingkat TPS, kecamatan, kota, provinsi, dan nasional sesuai dengan ketentuan yang berlaku. “Hasil penghitungan suara pada medsos atau detik.com tidak dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan hasil pemilu,” papar Taufik.
Dalam persidangan, Taufik Hidayat selaku kuasa KPU membantah dalil-dalil Pemohon sepanjang tidak diakui secara tegas kebenarannya oleh Termohon. “Seluruh dalil yang tertuang dalam Eksepsi mohon secara mutatis mutandis dianggap tertuang pula dalam pokok perkara ini,” tegasnya. Pada pokoknya, Pemohon menyatakan perolehan suara Pemohon yang benar dan berpengaruh pada perolehan kursi anggota DPR RI Daerah Pemilihan Jawa Barat I sebesar 2.613 suara.
Oleh karena Pemohon tidak menyampaikan dalil permohonan secara rinci, maka Termohon tidak bisa melakukan klarisifkasi dalam jawaban a quo secara rinci pula. Terlebih lagi, lanjut Taufik, permohonan Pemohon tidak mencantumkan petitum sehingga tidak diketahui apa yang dimohonkan oleh Pemohon.
Baca juga: Perolehan Suara Berkurang dari “Real Count”, Caleg Gerindra Mengadu ke MK
Sudah Melakukan Pencegahan
Di sisi lain, Bawaslu Provinsi Jawa Barat telah mengidentifikasi serangkaian masalah yang mempengaruhi integritas dan keadilan proses demokrasi. Analisis mendalam terhadap laporan-laporan dari berbagai kecamatan menunjukkan bahwa masalah yang paling mencolok meliputi ketidakmampuan saksi untuk menandatangani rekapitulasi suara, kesalahan teknis terkait aplikasi Sirekap, serta dugaan penggelembungan suara yang dilaporkan oleh beberapa pihak. Kendati upaya penyelesaian telah dilakukan di tingkat kecamatan, seringkali sulit untuk mencapai kesepakatan yang memuaskan, menunjukkan kompleksitas dan ketegangan dalam proses demokrasi lokal.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa proses pemilihan umum di Kota Bandung pada tahun 2024 diwarnai oleh berbagai tantangan yang memerlukan perhatian serius. Masalah seperti ketidakmampuan saksi, kesalahan teknis, dan dugaan penggelembungan suara menjadi sorotan utama yang perlu ditangani secara komprehensif. Oleh karena itu, langkah-langkah perbaikan yang berbasis pada peningkatan transparansi, akuntabilitas, dan keterlibatan aktif semua pihak terkait sangat diperlukan untuk memastikan integritas dan kepercayaan. masyarakat terhadap hasil pemilihan umum di masa depan.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.