JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia menggelar sidang pendahuluan atas perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan Muhammad Yusuf, pada Selasa (30/4/2024). Sidang Perkara Nomor 25-02-08-01/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 ini dilaksanakan oleh panel hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat, didampingi Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Muhammad Yusuf (Pemohon) merupakan Calon Legislatif DPRK Kabupaten Aceh Utara Dapil IV Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Pemohon yang hadir di persidangan tanpa didampingi kuasa hukum ini dalam pokok permohonannya menyatakan berkeberatan dan menolak terhadap hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Dapil IV Aceh Utara. Hal ini disebabkan hilangkya C-1 Oleh oknum tertentu. Ada dugaan telah terjadinya pemindahan suara dari paslon nomor urut 7 ke paslon lainnya berdasarkan keterangan dan bukti dari saksi di setiap TPS yang dilakukan oleh oknum tertentu. Pada hakikatnya kecurangan dan pelanggaran Pemilu adalah tindak pidana sesuai Pasal 26 ayat 2,3 dan 4 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur tentang pelanggaran Pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Namun, dalam persidangan terungkap bahwa pemohon tidak mendapatkan rekomendasi atau persetujuan dari DPP PKS.
“Dalam sengketa perseorangan, seharusnya Pemohon sudah mendapatkan izin dan rekomendasi dari DPP partainya terlebih dahulu,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Oleh karena itu, persidangan tidak dapat dilanjutkan karena syarat formil dari permohonan tidak terpenuhi.
Penulis: Siti Rosmalina Nurhayati.
Editor: Nur R.