JAKARTA, HUMAS MKRI – Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) mengajukan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2024 (PHPU Anggota Legislatif Tahun 2024) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Perkara Nomor 145-01-02-03/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 ini mempersoalkan hasil penghitungan suara calon anggota DPRD Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat daerah pemilihan (dapil) Solok III.
Dalam permohonannya, Partai Gerindra mendalilkan penyelenggara pemilu baik Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemungutan Suara (PPS), maupun Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) melakukan tindakan yang mencoreng demokrasi di beberapa Nagari di Kecamatan Kubung Kabupaten Solok yaitu Nagari Koto Baru, Nagari Selayo, Nagari Saok Laweh, dan Nagari Panyakalan.
“Pelanggaran awal berupa adanya instruksi dari jajaran penyelenggara pemilu yang beredar di Whatsapp Grup (WAG) KPPS Nagari Koto Baru yang diintruksikan langsung PPS Nagari Koto Baru, baik melalui lisan maupun melalui grup WA yaitu untuk tidak mengunci dan menyegel kotak suara berisi surat suara, berita acara pemungutan suara, dan sertifikat hasil penghitungan suara kepada PPS. Hal ini dikuatkan dengan adanya video peristiwa,” ujar Aermadepa yang menjadi kuasa hukum Partai Gerindra.
Kemudian Pemohon juga mendalilkan berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara yang tidak terkunci dan tersegel tersebut dikumpulkan di Kantor Wali Nagari Koto Baru dan KPPS melanjutkan pengisian data berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara di Masjid Islamic Centre yang berjarak sekitar empat kilometer dari Kantor Wali Nagari Koto Baru. Selanjutnya pada waktu dilakukan rekapitulasi di tingkat Kecamatan Kubung, karena banyaknya perbedaan antara C.Salinan yang dipegang seluruh saksi dengan C.Hasil (Plano), maka PPK dan PPS melakukan renvoi atas C-Salinan saksi tersebut.
“Renvoi atas berita acara pemungutan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara dilakukan dan diparaf PPK tanpa sepengetahuan KPPS sebagai pihak yang mengeluarkan dokumen tersebut,” tambah Aermadepa.
Menurut Pemohon, sebagian besar partai politik telah menolak rekapitulasi hasil perolehan suara yang dibacakan dalam pleno tingkat kabupaten. Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi juga sudah dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sumatera Barat. Pemohon menguraikan perubahan data seperti pengurangan dan penambahan perolehan suara di antara calon di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Peristiwa adanya kotak surat suara yang tidak tersegel setelah dilakukan penghitungan tingkat TPS dan melakukan perubahan perolehan suara pada C.Hasil Salinan secara sepihak yang kemudian dituangkan pada D.Hasil Kecamatan dianggap telah merugikan Pemohon sebagai peserta pemilu. Menurut Pemohon, jika pemilu dilaksanakan secara jujur dan adil sesuai ketentuan perundangan-undangan yang berlaku, Pemohon berpotensi meraih suara terbanyak.
Dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2024. Pemohon juga meminta Mahkamah memerintahkan Termohon (KPU) untuk melakukan pemungutan suara ulang pemilihan calon anggota DPRD Kabupaten Solok pada TPS 5, 13, 26, 29, 32, 40, 42, 44, 45, 48, 49, dan 65 Desa/Nagari Koto Baru; TPS 2, 8, 9, dan 46 Desa/Nagari Salayo; TPS 3, 6, 18, dan 19 Desa/Nagari Saok Laweh, serta TPS 4 Desa/Nagari Panyakalan, Kecamatan Kubung Kabupaten Solok. (*)
Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.