JAKARTA, HUMAS MKRI – Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Paslon 02 Prabowo-Gibran) sebagai Pihak Terkait menghadirkan Ahli dan Saksi dalam sidang penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Presiden) Tahun 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (4/4/2024). Agenda sidang hari ini ialah pembuktian Pihak Terkait untuk Perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 yang diajukan Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 yang dimohonkan Ganjar Pranowo-Mahfud MD sekaligus.
Ahli-ahli yang dihadirkan Prabowo-Gibran dalam sesi pertama pukul 08.00 sampai 13.15 WIB ialah Ahli Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Andi Muhammad Asrun, Abdul Chair Ramadhan, Aminuddin Ilmar, serta Margarito Kamis; Ahli Hukum Pidana dan Hukum Pembuktian Edward Omar Sharief Hiariej; serta Dosen Senior Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Halilul Khairi. Sedangkan Peneliti dan Konsultan Politik Hasan Nasbi serta Analis Politik Muhammad Qodari akan didengarkan keterangannya pada sesi berikutnya bersamaan dengan para saksi yang juga dihadirkan pada persidangan.
Edward yang kerap disapa Eddy mengatakan, kewenangan Mahkamah Konstitusi hanya sebatas terhadap hasil penghitungan suara sebagaimana Pasal 24C Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut dia, dalil-dalil permohonan yang diajukan Pemohon baik Perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 maupun Perkara Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 bukan menjadi kewenangan MK.
“Artinya, kalau Mahkamah Konstitusi ini diminta untuk mengadili sesuatu yang di luar kewenangannya sesungguhnya kuasa hukum Paslon 01 dan kuasa hukum Paslon 03 memaksa Mahkamah melanggar apa yang kita sebut yuridikitas rechtmatingheid atau asas yuridikitas yang berarti bahwa Mahkamah atau pengadilan tidak boleh memutus sesuatu yang berada di luar kewenangannya,” ujar Eddy di hadapan delapan hakim konstitusi yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Gedung 1 MK, Jakarta.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) tersebut juga menyatakan, masalah keabsahan pencalonan Paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ialah persoalan sengketa proses dan bukan kewenangan MK untuk menyelesaikannya. Seharusnya, ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeluarkan keputusan terkait pasangan calon Prabowo-Gibran, maka pasangan calon lainnya yang keberatan atas keabsahan pencalonan tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pencalonan Gibran pun tidak dipersoalkan pada saat debat yang diselenggarakan secara resmi oleh KPU. Menurut dia, ada pengakuan terhadap pencalonan Gibran secara diam-diam. Dengan demikian, menurut dia, dalil Pemohon yang mempermasalahkan pencalonan Gibran sudah tidak dapat dipersoalkan lagi.
Selain itu, Eddy juga menyinggung dalil Paslon 03 yang meminta beban pembuktian diwajibkan juga kepada Termohon atau KPU maupun Pihak Terkait. Paslon 03 akan membuktikan dalilnya atas adanya nepotisme, tetapi kemudian beban pembuktian berpindah kepada Termohon atau Pihak Terkait untuk membuktikan tidak adanya nepotisme. Namun, kata Edward, hal ini bertentangan dengan prinsip fundamental dalam pembuktian, karena beban pembuktian ada pada orang yang menggugat bukan yang tergugat, pembuktian bersifat wajib bagi yang mengiyakan bukan yang menyangkal, dan jika tergugat tidak mengakui gugatan maka penggugat harus membuktikan.
“Dengan demikian, dalil yang berkaitan dengan beban pembuktian haruslah dikesampingkan karena merusak asas-asas dalam teori hukum dan sendi-sendi dasar dalam hukum pembuktian,” tutur Edward.
Berikutnya, Edward juga menjawab dalil nepotisme yang dikaitkan dengan pelanggaran pemilu terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dan meminta MK melakukan penemuan hukum agar nepotisme menjadi bagian dari TSM. Menurutnya, memasukkan nepotisme sebagai bagian TSM berarti mengonstatir nepotisme sebagai kejahatan. Jika dipaksakan, kata dia, majelis hakim harus memperhatikan prinsip-prinsip yang membatasi hakim melakukan penemuan hukum dan penemuan hukum dalam hukum pidana tidak boleh merugikan terlapor, terperiksa, tersangka, tertuduh, atau terdakwa atas kekosongan hukum tersebut.
“Di satu sisi majelis hakim MK diminta mengadili nepotisme sebagai bagian TSM padahal diakuinya terdapat kekosongan hukum, artinya majelis hukum diminta melanggar asas legalitas,” ucap Edward.
Tidak Dapat Gugurkan
Selain itu, Ahli Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Andi Muhammad Asrun mengatakan, MK tidak bisa mengeluarkan putusan pada PHPU Presiden seperti putusan yang pernah dikeluarkan pada sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada). Diketahui bahwa MK pada PHPU Kada pernah mendiskualifikasi calon kepala daerah dalam putusannya. Namun, Andi mengatakan, MK tidak dapat menggugurkan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dan MK tidak pernah mengenal diskualifikasi pada putusannya.
“Diminta menggugurkan Gibran, hanya Prabowo bertanding dicari gantinya, ini tidak sesuai dengan sistem hukum, ini pendapat yang tidak berdasar hukum. Kemudian Pak Prabowo-Gibran misal didiskualifikasi, putusan MK tidak pernah mengenal diskualifikasi, silakan lihat, kaji,” kata Andi.
Sementara, saat pendalaman, tim kuasa hukum Anies-Imin menyinggung putusan MK yang mendiskualifikasi Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Sabu Raijua Orient Patriot Riwu Kore dan Thobias Uly karena tidak memenuhi syarat pencalonan, bahwa Orient terbukti memiliki dua kewarganegaraan, yakni Indonesia dan Amerika Serikat. Saat tim kuasa hukum Anies-Imin menanyakan terkait upaya hukum yang dapat ditempuh untuk mencari keadilan apabila belum bisa diselesaikan sebelumnya dan juga tidak bisa diselesaikan di MK, Andi pun menjawab, “ah itu soal nanti Pak, itu soal politik hukum ya, endak bisa dibahas sekarang perlu rapat DPR yang baru ini dengan pemerintah Presiden Prabowo-Gibran,” tutur Andi.
Hal yang serupa juga disampaikan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Abdul Chair Ramadhan. Menurut dia, kewenangan MK dalam perselisihan hasil pemilihan umum hanya terhadap hasil penghitungan suara, sebagaimana ketentuan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang menyatakan, dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden, paslon dapat mengajukan keberatan kepada MK dalam waktu paling lama tiga hari setelah penetapan hasil pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Keberatan sebagaimana dimaksud hanya terhadap hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada pemilu presiden dan wakil presiden.
“Frasa hanya terhadap hasil penghitungan suara bermakna adalah pembatasan dan itu qath’i, tetap, diksi hanya merupakan kata kunci pembatasan itu,” kata Abdul Chair.
Keterangan tak jauh berbeda juga diungkapkan Ahli Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Aminuddin Ilmar. Dia mengatakan, sebagaimana Pasal 24C UUD 1945 yang menyatakan kewenangan MK dalam memutus PHPU khususnya pemilihan presiden dan wakil presiden, berdasar pada dua hal pokok, yaitu apakah MK akan melihat penetapan hasil perolehan suara yang ditetapkan KPU sudah sesuai dan sah serta apakah dalam penetapan hasil perolehan suara tersebut terhadap terdapat hal yang tidak sesuai dengan yang diajukan para Pemohon, maka Mahkamah akan mengambil putusan sendiri berkaitan dengan penetapan hasil perolehan suara tersebut.
“Bagaimana peran Mahkamah di dalam melakukan penilai terhadai penyelesaian perselisihan hasil pemilu apakah sudah sesuai dengan yang menjadi ketentuan ataukah tidak, dalam arti Mahkamah jangan sampai melakukan penilaian di luar dari apa yang tidak berkaitan dengan kepentingan perselisihan hasil pemilihan umum,” ucap dia.
Tidak Ada Korelasi Penjabat Kepala Daerah dan Kemenangan Prabowo-Gibran
Ahli Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Margarito Kamis juga mengatakan, pemilu dan pilkada tidak dapat disamakan karena rezimnya berbeda sehingga MK tidak bisa mengambil perspektif-perspektif atau tindakan-tindakan di PHPU Kada diterapkan pada PHPU Presiden. Di sisi lain, menurut Margarito, tidak ada pula korelasi antara pengangkatan penjabat kepala daerah dan kemenangan Prabowo-Gibran dalam Pemilu 2024.
“Saya berpendapat tidak. Bagaimana caranya memenangkan orang itu dengan mengangkat penjabat gubernur terus Prabowo-Gibran menang? Bagaimana caranya,” kata Margarito.
Tidak Ada Keluhan
Berikutnya, Dosen Senior IPDN Halilul Khairi mengeklaim, selama ini pengangkatan penjabat kepala daerah oleh presiden maupun gubernur tidak dikeluhkan di internal pemerintah maupun masyarakat, tidak ada keluhan berarti atau fundamental. Hal ini menjadi menarik ketika penunjukkan penjabat dilakukan secara masif ketika terdapat pemotongan atau penyesuaian masa jabatan kepala daerah untuk keserentakan pilkada sehingga menimbulkan banyak kekosongan jabatan kepala derah.
Halilul membantah apabila sekitar 254 penjabat kepala daerah dapat dijadikan sebagai mesin untuk pemenangan calon tertentu—dalam konteks ini—Paslon 02. Aceh menjadi daerah yang paling banyak penjabat kepala daerahnya, ada 23 penjabat kepala daerah dari 24 daerah, tetapi bukan Paslon 02 yang menang di daerah tersebut, melainkan Paslon 01.
“Kalau dipakai untuk memobilisasi atau kita menggunakan preposisi makin banyak penjabat kepala daerah maka makin efektif penambahan suara dari pihak pemerintah, logikanya Aceh adalah perolehan suara tertinggi karena dia adalah (jumlah) penjabat tertinggi provinsi se-Indonesia, nyatanya (Paslon) 02 hanya 24 persen,” tutur Halilul.
Selain ahli-ahli di atas, Pihak Terkait juga menghadirkan saksi-saksi bernama Ahmad Doli Kurnia dan Supriyanto selaku Anggota DPR Komisi II, Abdul Wachid dan Ace Hasan Syadzily selaku Anggota DPR Komisi VIII, R. Gani Muhammad sebagai Kepala Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta Andi Batara Lifu sebagai Direktur Fasilitasi Kepala Daerah dan DPD Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri.
Baca juga:
Pasangan Anies-Muhaimin Daftarkan Permohonan Perselisihan Hasil Pilpres
Pasangan Ganjar-Mahfud Daftarkan Permohonan Perselisihan Hasil Pilpres
Siap Hadapi Gugatan AMIN dan Ganjar-Mahfud, Prabowo-Gibran Ajukan Diri Sebagai Pihak Terkait
Anies-Muhaimin Minta Coblos Ulang Pilpres Tanpa Prabowo-Gibran
Pasangan AMIN Titipkan Kepercayaan pada Majelis Hakim Konstitusi Memutus Sengketa Hasil Pilpres
Anies-Muhaimin Minta Coblos Ulang Pilpres Tanpa Prabowo-Gibran
Ganjar-Mahfud Dalilkan Penyalahgunaan Kekuasaan Jadi Pelanggaran Utama Pilpres 2024
KPU dan Pasangan Prabowo-Gibran Bantah Lakukan Kecurangan
Ahli dan Saksi Anies-Muhaimin Soroti Proses Pencalonan Gibran dan Pengaruh Bansos
Empat Menteri Kabinet Indonesia Maju Akan Dimintai Keterangan oleh Majelis Hakim Konstitusi
Ahli Ganjar-Mahfud Sebut MK Bisa Periksa Pelanggaran TSM Hingga Tegaskan Pelanggaran Etika Berat Pencalonan Gibran
Saksi Ganjar-Mahfud Ungkap Dugaan Penggelembungan Suara pada Sistem Sirekap
Pakar IT Ungkap Tiga Sumber Masalah Sirekap
Ahli: Pelapor Kerap Tempuh Jalur Lain Lagi Usai Ditangani Bawaslu
Sebagai informasi, MK tengah menangani Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024. MK menerima permohonan sengketa hasi pemilu dari dua pasangan calon presiden dan wakil presiden (paslon) yaitu Paslon Nomor Urut 01 Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar serta Paslon Nomor Urut 03 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Kedua permohonan itu diregistrasi dengan Perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 untuk Anies-Imin dan Perkara Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 untuk Ganjar-Mahfud. (*)
Penulis: Mimi Kartika
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fauzan Febriyan