JAKARTA, HUMAS MKRI – Apabila mengacu pada Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, jenis informasi yang diatur di dalamnya berupa informasi publik termasuk pula badan yang mengelola informasi tersebut yakni badan publik. Sehingga, posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik yang dimaksud dalam norma tersebut merupakan jabatan yang melekat pada seseorang yang telah menjadi bagian dari badan-badan publik yang dimaksud dan tidak dapat melekat pada seseorang yang masih dalam posisi calon pejabat publik. Oleh karenanya, terhadap seseorang yang masih dalam posisi calon pejabat publik tidak dapat diberlakukan ketentuan Pasal 18 ayat (2) huruf b UU KIP.
Demikian pertimbangan hukum Mahkamah yang dibacakan Hakim Konstitusi Arsul Sani terhadap perkara yang diajukan oleh Rega Felix yang mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 18 ayat (2) UU Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Sidang Pengucapan Putusan terhadap Perkara Nomor 132/PUU-XXI/2023 ini dilaksanakan pada Kamis (21/3/2024) di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1, MK.
Hakim Konstitusi Arsul meneruskan bahwa informasi yang melekat pada calon pejabat publik tersebut dapat saja berupa informasi rahasia pribadi yang dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 huruf h UU KIP. Untuk mengungkap informasi tersebut dibutuhkan persetujuan tertulis dari pihak yang rahasianya akan diungkap. Sehingga Mahkamah berpandangan, Pemohon tidak dapat mempersamakan pengertian mengenai frasa “posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik” dengan posisi seseorang yang masih “calon pejabat publik”.
Spesifik dan Umum
Lebih lanjut Hakim Konstitusi Arsul menyebutkan ketentuan Pasal 18 ayat (2) huruf b UU KIP sejatinya hanya diperuntukkan untuk mengungkap informasi seseorang dalam jabatan-jabatan publik, sehingga Mahkamah tidak dapat mengakomodir dalil Pemohon yang meminta agar keterbukaan daftar nama peserta dan persyaratan kualifikasi minimum bagi seseorang yang masih dalam tahapan proses seleksi untuk penempatan jabatan-jabatan publik. Sebab, jelas Arsul, seseorang yang masih dalam proses seleksi untuk penempatan jabatan publik tidak dapat dikategorikan sebagai pejabat publik dan terhadapnya masuk dalam ranah perlindungan informasi pribadi yang penggunaannya dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU 27/2022), bukan termasuk dalam UU KIP.
“Dalam kaitan ini, norma Pasal 4 ayat (1) UU KIP menentukan data pribadi terbagi atas data pribadi yang bersifat spesifik dan data pribadi yang bersifat umum. Terkait dengan nama lengkap, jenis kelamin, kewarganegaraan, agama, status perkawinan dan/atau data pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang termasuk dalam kategori data pribadi yang bersifat umum,” sebut Arsul.
Nama seseorang memang tidak termasuk data yang rahasia, namun tetap saja termasuk data pribadi. Sekalipun tidak ada pelanggaran jika mengumumkan nama-nama peserta yang lulus, namun jika dikaitkan dengan norma pasal yang dimohonkan pengujian maka tidak ada kaitannya, karena dalam Pasal 18 ayat (2) huruf b UU KIP hanya berkaitan dengan seseorang yang sedang menjabat dalam jabatan publik. Terhadap permintaan Pemohon agar dapat memperoleh informasi daftar nama peserta dan persyaratan kualifikasi minimum dalam proses seleksi terbuka untuk penempatan jabatan-jabatan publik, menurut Mahkamah Pemohon telah mencampuradukkan antara permintaan data yang menyangkut pribadi seseorang dengan seseorang yang telah menduduki jabatan publik.
“Konklusi, berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum, Mahkamah berkesimpulan, Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo. Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Permohonan provisi Pemohon tidak beralasan menurut hukum; pokok permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Amar Putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Suhartoyo saat membacakan Amar Putusan.
Baca juga:
Advokat Persoalkan Makna Keterbukaan Data Pribadi Bagi Seseorang Dalam Jabatan Publik
Advokat Minta Tafsir Jelas dari Aturan Informasi yang Dikecualikan dalam UU KIP
Pemerintah: Informasi Publik dapat Dibuka dengan Kriteria Tertentu
Sebelumnya, Pemohon mendalilkan Pasal 18 ayat (2) UU KIP mengecualikan data pribadi berupa riwayat dan kondisi anggota keluarga hingga hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang, dan/atau catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan satuan pendidikan formal dan nonformal sebagaimana yang termuat pada Pasal 17 huruf h UU KIP bagi seseorang dalam jabatan-jabatan publik.
Dalam kasus konkret, Pemohon menceritakan tentang kronologis saat mengikuti seleksi penempatan jabatan yang bersifat publik di Bank Indonesia. Namun Pemohon dinyatakan tidak memenuhi kualifikasi. Kemudian Pemohon meminta daftar nama peserta, hasil evaluasi Pemohon tidak diterima, dan daftar hasil tinjauan kesehatan Pemohon. Akan tetapi pihak penyelenggara ujian menolak dan hanya memberikan catatan kesehatan Pemohon, sehingga Pemohon tidak mendapatkan hak sanggah terhadap informasi yang sejatinya bersifat informasi publik. Berdasarkan hal itu, terdapat multitafsir dari causal verband dari norma Pasal 18 ayat (2) UU KIP dengan kerugian konstitusional Pemohon karena hasil tes dari ujian yang dimintakan oleh Pemohon dinyatakan dikecualikan sebagai informasi publik.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Pemohon juga Mahkamah menyatakan frasa ‘posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik’ dalam Pasal 18 ayat (2) UU KIP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘termasuk daftar nama peserta dalam proses seleksi terbuka dalam rangka penempatan posisi jabatan-jabatan publik’. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha