JAKARTA, HUMAS MKRI - Rega Felix yang berprofesi sebagai advokat memperbaiki permohonan uji materiil Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang kedua Perkara Nomor 132/PUU-XXI/2023 ini digelar oleh Majelis Sidang Panel yakni Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, Wakil Ketua MK Saldi Isra, dan Daniel Yusmic P. Foekh pada Selasa (31/10/2023).
Pasal 18 ayat (2) UU KIP menyatakan, “Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h, antara lain apabila : a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan persetujuan tertulis; dan/atau b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik.”
Rega yang hadir langsung di Ruang Sidang Pleno MK menyebutkan telah memperbaiki permohonan sesuai dengan saran perbaikan dari Panel Hakim pada sidang sebelumnya. Salah satunya dengan menambahkan batu uji yang relevan dengan permohonan Pemohon, yakni Pasal 28F UUD 1945 secara khusus hak memperoleh informasi untuk pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya. “Perubahan legal standing tidak banyak dilakukan perubahan atau perubahan minor saja,” imbuh Rega.
Selain itu, Rega menjelaskan akibat dari tidak jelasnya tafsir Pasal 18 ayat (2) huruf b UU KIP menyebabkan tidak jelasnya proses seleksi di lembaga negara yang padahal seleksi yang dilakukan diumumkan secara terbuka. Berbeda jika Pasal 18 ayat (2) huruf b UU KIP diberikan tafsir konstitusional yang jelas. Dengan tafsir yang jelas dan adanya keterbukaan dalam proses seleksi, maka akan berimplikasi kepada adanya kejelasan rule of the game dan adanya hak sanggah bagi peserta seleksi untuk mendapatkan kesempatan yang sama.
“Dengan kondisi tersebut, maka Pemohon akan mendapatkan kesempatan yang lebih fair, kompetitif, dan terbuka untuk mendapatkan pekerjaan di lingkungan pemerintahan sebagai wujud cita-cita Pemohon untuk mengabdi dan membela negara berdasarkan Pasal 27 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, Pasal 28D ayat (3) UUD 1945, dan Pasal 28F UUD 1945,” jelas Rega.
Baca juga: Advokat Persoalkan Makna Keterbukaan Data Pribadi Bagi Seseorang Dalam Jabatan Publik
Sebelumnya, Pemohon mendalilkan Pasal 18 ayat (2) UU KIP mengecualikan data pribadi berupa riwayat dan kondisi anggota keluarga hingga hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, inteketualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang, dan/atau catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan satuan pendidikan formal dan nonformal sebagaimana yang termuat pada Pasal 17 huruf h UU KIP bagi seseorang dalam jabatan-jabatan publik.
Dalam kasus konkret, Pemohon menceritakan tentang kronologis saat mengikuti seleksi penempatan jabatan yang bersifat publik di Bank Indonesia. Namun Pemohon dinyatakan tidak memenuhi kualifikasi. Kemudian Pemohon meminta daftar nama peserta, hasil evaluasi Pemohon tidak diterima, dan daftar hasil tinjauan kesehatan Pemohon. Akan tetapi pihak penyelenggara ujian menolak dan hanya memberikan catatan kesehatan Pemohon, sehingga Pemohon tidak mendapatkan hak sanggah terhadap informasi yang sejatinya bersifat informasi publik. Berdasarkan hal itu, terdapat multitafsir dari kausal verban dari norma Pasal 18 ayat (2) UU KIP dengan kerugian konstitusional Pemohon karena hasil tes dari ujian yang dimintakan oleh Pemohon dinyatakan dikecualikan sebagai informasi publik.
Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Pemohon juga Mahkamah menyatakan frasa ‘posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik’ dalam Pasal 18 ayat (2) UU KIP bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘termasuk daftar nama peserta dalam proses seleksi terbuka dalam rangka penempatan posisi jabatan-jabatan publik’. (*)
Penulis: Fauzan Febriyan
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha