JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang lanjutan pengujian Pasal 12 huruf l dan Penjelasannya, Pasal 93 huruf m dan Penjelasannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (30/10/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang kedua Perkara Nomor 134/PUU-XXI/2023 terdiri dari Panel Hakim MK, yakni Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh. Adapun agenda sidang kali ini adalah perbaikan permohonan.
Dalam persidangan para Pemohon yang diwakili oleh kuasanya Sunandiantoro, menyampaikan pada sidang sebelumnya Hakim Konstitusi Suhartoyo menyarankan perbaikan pada perihal objek perkara Pasal 12 huruf l dan Pasal 93 huruf m yang melekat pada UU Pemilu.
“Perihal tersebut sudah diperbaiki sehingga UU a quo beserta lembaran negara dan tambahan lembaran negaranya kita masukkan keberadaan pasal 12 huruf l dan Pasal 93 huruf m,” ujarnya.
Selain itu, Sunandiantoro menjelaskan bahwa mereka juga telah memperbaiki kalimat yang berkaitan dengan kewenangan MK, terutama pada halaman delapan romawi I.2. “Dalam hal ini, kami merujuk pada pengujian materiil terhadap frasa dan kata-kata yang terdapat dalam Pasal 12 huruf l dan Pasal 93 huruf m UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” tambahnya.
Para Pemohon juga menambahkan referensi putusan MK sebelumnya, yaitu Putusan MK Nomor 006/PUU-III/ 2005 tertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan MK Nomor 11/PUU-V/ 2007 tertanggal 20 September 2007 yang berhubungan dengan hak dan kewenangan konstitusionalitas sesuai yang dimaksud dalam Pasal 51.
Baca juga: Sejumlah Mahasiswa Minta KPU dan Bawaslu Diberi Kewenangan Uji Kelayakan Capres/Cawapres Secara Terbuka
Sebelumnya, sejumlah 12 orang mahasiswa mengajukan uji Pasal 12 huruf l dan Penjelasannya, Pasal 93 huruf m dan Penjelasannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Josua A.F. Silaen, Rolis Barson Sembiring, Sheehan Ghazwa, Bima Saputra, Michael Purnomo, Marvella Nursyah Putri, Ahmad Ghiffaru Rizqul Haqq, Muhammad Nugroho Suryo Utomo, Fathor Rahman, Agusta Richi Fugarsyah, Bagus Septyan Fajar, dan Nobval Fahrizal Gunawan melalui Halim J. Rambe menyatakan ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1), ayat (5), dan ayat (6); Pasal 28D ayat (1); Pasal 28F; dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.
Pasal 12 huruf l UU Pemilu menyatakan, “melaksanakan tugas lain dalam penyelenggaraan pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Sementara itu, Pasal 93 huruf m UU Pemilu menyatakan, “melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Menurut para Pemohon sebagai penyelenggara pemilihan umum termasuk pemilu calon presiden dan wakil presiden, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memiliki peran strategis dalam menentukan masa depan bangsa Indonesia.
Oleh karenanya, KPU dan Bawaslu perlu diberikan kewenangan untuk melakukan penelitian khusus tentang rekam jejak pasangan calon (presiden/wakil presiden) yang telah terdaftar dan terverifikasi, meliputi rekam medis kesehatan fisik, mental dan psikologi, rekam jejak tindak pidana korupsi, pencucian uang, pelanggaran HAM, penculikan aktivis, penghilangan orang secara paksa, dan lainnya. Hasil dari penelitian khusus tersebut diumumkan kepada masyarakat selambat-lambatnya pada hari terakhir masa kampanye pasangan calon.
Untuk itu, para Pemohon memohonkan pada Mahkamah agar menyatakan Pasal 12 huruf l UU Pemilu yang semula berbunyi “melaksanakan tugas lain dalam penyelenggaraan pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat tidak dimaknai “bersama Bawaslu melaksanakan penelitian khusus tentang rekam jejak pasangan calon yang telah terdaftar dan terverifikasi di KPU meliputi rekam medis kesehatan fisik, mental, dan psikologi, rekam jejak tindak pidana korupsi, pencucian uang, pelanggaran HAM, penculikan aktivis, penghilangan orang secara paksa, tindak pidana berat lainnya dan rekam jejak karir pekerjaan dna prestasinya, serta mengumumkan hasil penelitian tersebut kepada masyarakat paling lambat pada hari terakhir masa kampanye pasangan calon, dan melaksanakan tugas lain dalam penyelenggaraan pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Sementara Pasal 93 yang semula berbunyi “huruf m melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat tidak dimaknai “bersama KPU melaksanakan penelitian khusus tentang rekam jejak pasangan calon yang telah terdaftar dan terverifikasi di KPU meliputi rekam medis kesehatan fisik, mental dan psikologi, rekam jejak tindak pidana korupsi, pencucian uang, pelanggaran HAM, penculikan aktivis, penghilangan orang secara paksa, tindak pidana berat lainnya dan rekam jejak karir pekerjaan dna prestasinya, serta mengumumkan hasil penelitina tersebut kepada masyarakat paling lambat pada hari terakhir masa kampanye pasangan calon, dan melaksanakan tugas lain dalam penyelengaraan pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha