JAKARTA, HUMAS MKRI – Sejumah 12 orang mahasiswa mengajukan uji Pasal 12 huruf l dan Penjelasannya, Pasal 93 huruf m dan Penjelasannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Josua A.F. Silaen, Rolis Barson Sembiring, Sheehan Ghazwa, Bima Saputra, Michael Purnomo, Marvella Nursyah Putri, Ahmad Ghiffaru Rizqul Haqq, Muhammad Nugroho Suryo Utomo, Fathor Rahman, Agusta Richi Fugarsyah, Bagus Septyan Fajar, dan Nobval Fahrizal Gunawan melalui Halim J. Rambe menyatakan ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 22E ayat (1), ayat (5), dan ayat (6); Pasal 28D ayat (1); Pasal 28F; dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.
Pasal 12 huruf l UU Pemilu menyatakan, “melaksanakan tugas lain dalam penyelenggaraan pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Sementara itu, Pasal 93 huruf m UU Pemilu menyatakan, “melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Menurut para Pemohon sebagai penyelenggara pemilihan umum termasuk pemilu calon presiden dan wakil presiden, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memiliki peran strategis dalam menentukan masa depan bangsa Indonesia.
Oleh karenanya, KPU dan Bawaslu perlu diberikan kewenangan untuk melakukan penelitian khusus tentang rekam jejak pasangan calon (presiden/wakil presiden) yang telah terdaftar dan terverifikasi, meliputi rekam medis kesehatan fisik, mental dan psikologi, rekam jejak tindak pidana korupsi, pencucian uang, pelanggaran HAM, penculikan aktivis, penghilangan orang secara paksa, dan lainnya. Hasil dari penelitian khusus tersebut diumumkan kepada masyarakat selambat-lambatnya pada hari terakhir masa kampanye pasangan calon.
“Hal ini penting karena berkaitan dengan mobilitas capres dan cawapres yang sangat tinggi dan akan banyaknya permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia. Sementara rekam jejak tindak pidana korupsi dan sejenisnya ini bertujuan agar masyarakat dapat mengetahui capres dan cawapres yang apabila pernah diduga menjadi bagian dari pelaku tindak pidana tersebut, masyarakat dapat menentukan secara objektif atas pilihannya,” jelas Sunandiantoro (kuasa hukum para Pemohon lainnya) di hadapan Majelis Sidang Panel yang terdiri atas Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah, Suhartoyo, dan Daniel Yusmic P. Foekh pada Selasa (17/10/2023).
Untuk itu, para Pemohon Perkara Nomor 134/PUU-XXI/2023 tersebut memohonkan pada Mahkamah agar menyatakan Pasal 12 huruf l UU Pemilu yang semula berbunyi “melaksanakan tugas lain dalam penyelenggaraan pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat tidak dimaknai “bersama Bawaslu melaksanakan penelitian khusus tentang rekam jejak pasangan calon yang telah terdaftar dan terverifikasi di KPU meliputi rekam medis kesehatan fisik, mental, dan psikologi, rekam jejak tindak pidana korupsi, pencucian uang, pelanggaran HAM, penculikan aktivis, penghilangan orang secara paksa, tindak pidana berat lainnya dan rekam jejak karir pekerjaan dna prestasinya, serta mengumumkan hasil penelitian tersebut kepada masyarakat paling lambat pada hari terakhir masa kampanye pasangan calon, dan melaksanakan tugas lain dalam penyelenggaraan pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Sementara Pasal 93 yang semula berbunyi “huruf m melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat tidak dimaknai “bersama KPU melaksanakan penelitian khusus tentang rekam jejak pasangan calon yang telah terdaftar dan terverifikasi di KPU meliputi rekam medis kesehatan fisik, mental dan psikologi, rekam jejak tindak pidana korupsi, pencucian uang, pelanggaran HAM, penculikan aktivis, penghilangan orang secara paksa, tindak pidana berat lainnya dan rekam jejak karir pekerjaan dna prestasinya, serta mengumumkan hasil penelitina tersebut kepada masyarakat paling lambat pada hari terakhir masa kampanye pasangan calon, dan melaksanakan tugas lain dalam penyelengaraan pemilu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Catatan Hakim
Terhadap permohonan ini, Hakim Konstitusi Suhartoyo memberikan catatan mengenai persyaratan yang dimintakan para Pemohon kepada KPU dan Bawaslu, diharapkan berhati-hati dalam memahami kewenangan dari masing-masing bagian/instansi. “Petitumnya juga hati-hati ada yang tidak bisa diterapkan di MK dengan memerintahkan lembaga lain, kecuali pemuatannya di dalam berita negara selama dikabulkan, kalau ditolak tidak ada pencantuman,” saran Suhartoyo.
Berikutnya Hakim Konstitusi Daniel memberikan catatan mengenai norma yang diujikan sebaiknya diuraikan dengan dasar pengujian pada UUD 1945. Selain itu dapat pula diperkuat dengan landasan filosifis, sosiologis, sehingga terlihat pertentangan dari norma yang tidak sesuai dengan konstitusi. Sementara Hakim Konstitusi Guntur mencermati mengenai argumentasi mengenai kedudukan hukum dan kerugian yang dialami para Pemohon atas berlakunya norma yang diujikan pada permohonan ini.
Pada penghujung persidangan, Hakim Konstitusi Guntur menyebutkan kepada para Pemohon untuk dapat menyempurnakan permohonan selama 14 hari ke depan. Kemudian naskah perbaikan dapat diserahkan kepada Kepaniteraan MK selambat-lambatnya pada Senin, 30 Oktober 2023 pukul 09.00 WIB. (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayuditha