JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan permohonan yang diajukan Ludjiono atas uji materiil Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lagu Kebangsaan (UU Bahasa) tidak dapat diterima. Pernyataan tersebut diucapkan Ketua MK Anwar Usman saat Sidang Pengucapan Putusan Perkara Nomor 86/PUU-XXI/2023 yang digelar pada Rabu (27/9/2023) di Ruang Sidang Pleno MK.
Terhadap perkara yang dimohonkan oleh Pensiunan Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo ini, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh membacakan pertimbangan hukum Mahkamah. Atas permohonan Pemohon ini, Mahkamah telah menggelar Sidang Pemeriksaan Pendahuluan pada 30 Agustus 2023. Dalam persidangan tersebut, Panel Hakim juga telah memberikan nasihat dan memperjelas hal-hal yang berkaitan dengan permohonan.
Selanjutnya pada 11 September 2023, Pemohon telah menyampaikan poin-poin perbaikan kepada Mahkamah. Namun meski telah dilakukan perbaikan, sambung Daniel, Pemohon tidak juga menguraikan dengan jelas terkait kerugian konstitusional yang dikaitkan dengan keberlakuan norma yang diujikan, alasan permohonan, serta alasan norma yang diujikan bertentangan dengan UUD 1945. Terlebih pula pada petitum Pemohon hanya memohon kepada Mahkamah untuk mengabulkan permohonan uji materi Bab III Bahasa Negara Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lagu Kebangsaan. Susunan petitum demikian, jelas Daniel, tidaklah sesuai dengan susunan petitun yang lazim dalam suatu permohonan pengujian undang-undang di MK.
“Meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun karena permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur, Mahkamah tidak mempertimbangkan kedudukan hukum dan pokok permohonan Pemohon lebih lanjut,” ucap Daniel.
Baca juga:
Pensiunan Dinkes Pertanyakan Bentuk Konkret dari Aksara Bahasa Negara Indonesia
Pensiunan Dinkes Sempurnakan Posita Pengujian UU Bahasa
Pada sidang pendahuluan pada Rabu (30/8/2023) lalu, Pemohon menyampaikan alasan pengujiannya berkaitan dengan Bab III yang memuat 20 pasal, di antaranya memuat soal bahasa negara. Ludjino berpandangan bahwa bahasa Indonesia berbentuk bahasa lisan dan tulis serta aksara negara Indonesia. Namun pada norma tersebut tidak disebutkan secara konkret bentuk atau wujud atau perincian dari aksara Indonesia. Layaknya lambang negara dikonkretkan dengan Garuda dengan aturan menghadap ke kanan dan bendera negara disebutkan memiliki warna tertentu beserta ukurannya. Akibat tidak disebutkan atau dinormakan secara jelas bentuk bahasa tersebut, Ludjino berpandangan hal demikian bertentangan dengan Pasal 27 ayat (3), Pasal 28G ayat (1) dan ayat (2), Pasal 36C UUD 1945. Sehingga dalam petitumnya, Pemohon memohon agar Majelis Hakim Konstitusi menyatakan Bab III bahasa negara UU 24/2009 tentang BBLNLK yang tanpa pasal bentuk simbol negara yang berbunyi “bahasa negara ialah bahasa indonesia berbentuk bahasa lisan dan bahasa tulisan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.(*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Tiara Agustina