JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak permohonan pengujian Pasal 10 ayat (9) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Selasa (27/6/2023). Permohonan ini diajukan oleh Bahrain yang berprofesi sebagai advokat, dan Yayasan Pusat Studi Strategis dan Kebijakan Publik Indonesia (CSIPP).
“Amar putusan, mengadili, satu, menyatakan permohonan Pemohon II tidak dapat diterima. Dua, menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya,” kata Ketua MK Anwar Usman membacakan Putusan Nomor 120/PUU-XX/2022 dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.
Sesuai pertimbangan hukum Mahkamah, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menyebutkan mekanisme seleksi penyelenggara pemilu telah diatur dalam UU Pemilu yang menyatakan seleksi bagi anggota KPU dilaksanakan oleh tim seleksi yang berjumlah paling banyak 11 orang anggota dengan memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30%. Proses seleksinya pun dilaksanakan terhitung paling lama 6 bulan sebelum berakhirnya keanggotaan yang ditentukan dalam Pasal 22 ayat (1), ayat (3), dan ayat (8) UU Pemilu. Sejatinya mekanisme seleksi keanggotaan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dilakukan dengan membentuk tim seleksi pada setiap provinsi. KPU diberikan kewenangan penuh oleh UU Pemilu untuk mengatur tata cara pembentukan tim seleksinya.
Lebih rinci Guntur mengatakan tim seleksi calon anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota masing-masing berjumlah 5 orang, yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan tokoh masyarakat yang memiliki integritas. Kemudian berpedoman pada UU Pemilu yang mensyaratkan anggota tim seleksi tidak sedang menjabat sebagai penyelenggara pemilu dan pemilihan dan sesuai ketentuan Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 32 ayat (30 UU Pemilu, maka tim seleksi melaksanakan sepuluh tahapan kegiatan dalam proses pemilihan calon anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Selanjutnya KPU melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota KPU dan menetapkan nama-nama terpilih berdasarkan peringkat.
Terhadap pembagian tugas antara KPU dan tim seleksi dalam proses seleksi calon anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, Mahkamah menilai sebagian besar tugas yang ada dalam tahapan seleksi calon anggota KPU dilaksanakan oleh tim seleksi yang keanggotaannya tidak berasal dari unsur KPU, KPU Provinsi, dan KPI Kabupaten/Kota. Oleh karenanya menurut Mahkamah, sambung Guntur, KPU masih dapat menjalankan tugas dan wewenangnya dalam tahap penyelenggaraan pemilu sekalipun ada seleksi calon anggota KPU secara bersamaan karena adanya porsi tugas dalam proses seleksi yang lebih besar oleh tim seleksi yang berasal dari luar unsur KPU.
Periodisasi Anggota KPU
Berkenaan dengan dalil Pemohon terkait ketentuan periodisasi masa jabatan anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam Pasal 10 ayat (9), Mahkamah menilai hal yang tertuang pada norma tersebut tidak hanya dijadikan dasar hukum pengaturan masa jabatan keanggotaan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota pada Pemilu 2024, melainkan telah berlaku dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu masa mendatang.
“Artinya, apabila pasal yang diujikan Pemohon ditafsirkan sebagaimana yang dimohonkan, maka secara yuridis ketentuan pasal a quo hanya dapat digunakan untuk penyelenggaraan Pemilu 2024 dan tidak dapat digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pemilu-pemilu di masa yang akan datang,” jelas Guntur.
Seleksi Serentak
Berikutnya Guntur menyatakan bahwa penyelenggaraan pemilu didesain untuk dilaksanakan secara serentak dalam konteks penguatan sistem pemerintahan presidensial untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, anggota DPRD, Gubernur, dan Bupati/Wali Kota. Terkait hal ini, Mahkamah dalam Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 telah menyatakan beberapa alternatif model keserentakan penyelenggaraan pemilu. Maka pilihan salah satu model keserentakan tersebut diserahkan kembali kepada pembentuk undang-undang untuk dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan Pemilu Serentak 2024.
Namun pada faktanya, segala desain hukum kepemiluan masih menggunakan model yang diatur dalam UU Pemilu dan UU Pilkada, termasuk pula dengan belum diikuti dengan pengisian secara bersamaan seluruh anggota penyelenggara pemilu terutama di daerah. Oleh karena itu, seharusnya KPU menyesuaikan pemilihan anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, sehingga sesuai dengan desain penyelenggaraan pemilu serentak. Namun pada tahapan penyelenggaraan pemilu telah berjalan dan bahkan sebagian anggota KPU di daerah telah terpilih sesuai dengan akhir masa jabatan masing-masing sehingga tidak memungkinkan dilakukan proses pengisian jabatan anggota penyelenggara pemilu di daerah secara serentak.
“Agar makna keserentakan dimaksud tidak hanya dimaknai keserentakan dalam pemungutan suara namun juga keserentakan semua unsur penting dalam tahapan-tahapan penyelenggaraan pemilu dimaksud. Salah satu, unsur penting dalam tahapan penyelenggaraan pemilu adalah pengisian penyelenggara pemilu. Oleh karena telah diadopsinya model pemilu secara serentak, sehingga tidak ada pilihan lain selain melakukan pengisian penyelenggara pemilu secara serentak. Namun demikian, oleh karena permohonan pengujian diajukan oleh Pemohon ketika tahapan penyelenggaraan pemilu telah dimulai, sehingga pengisian penyelenggara pemilu di daerah secara serentak tidak mungkin dilaksanakan pada pemilu secara serentak tahun 2024. Dengan telah dimulainya tahapan tersebut, menjadi tidak relevan bagi Mahkamah untuk mempertimbangkan permohonan Pemohon berkaitan dengan perpanjangan masa jabatan penyelenggara pemilu di beberapa daerah,” ujar Guntur.
Baca juga:
Pemohon Minta Masa Jabatan Anggota KPUD Diperpanjang Hingga Pemilu Berakhir
Pemohon Perbaiki Uji Masa Jabatan Anggota KPU
Hasyim Asy’ari: Seleksi Anggota KPU Tidak Mengganggu Tahapan Pemilu dan Pilkada
Perpanjangan Masa Jabatan Anggota KPU Berpotensi Melanggar Konstitusi
Keterangan Tertulis Ahli Terlambat, Sidang Uji UU Pemilu Ditunda
Seleksi Anggota KPU Sebaiknya di Luar Tahapan Pemilu
Sidang Pemeriksaan Uji Masa Jabatan Anggota KPUD Berakhir
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 120/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Bahrain yang berprofesi sebagai advokat, dan Yayasan Pusat Studi Strategis dan Kebijakan Publik Indonesia (CSIPP). Para Pemohon mengujikan Pasal 10 ayat (9) UU Pemilu yang menyatakan, “Masa jabatan keanggotaan KPU, KPU provinsi, KPU Kabupaten/Kota adalah selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan pada tingkatan yang sama.”
Para Pemohon mempertanyakan pemangkasan masa jabatan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten/Kota dengan keserentakan rekrutmennya dalam rangka persiapan Pemilu Serentak 2024. Dalam pandangan para Pemohon, pemangkasan masa jabatan tersebut berdampak pada beberapa hal, di antaranya pemangkasan masa jabatan sebelum lima tahun melanggar asas legalitas. Sebab anggota KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota dilantik untuk masa jabatan lima tahun sejak pengucapan sumpah.
Seleksi anggota KPU bersamaan dengan pelaksanaan tahapan pemilu berpotensi mengganggu jalannya tahapan pemilu. Selain itu, menyebabkan pemborosan karena negara harus menanggung kompensasi gaji para anggota KPU yang dipangkas masa jabatannya. Di sisi lain, negara tetap menggaji para anggota KPU yang masih menjabat.
“Berdasarkan data KPU RI dan membandingkan masa jabatan anggota KPU Provinsi pada 2023–2024 berbeda-beda. Ketidakseragaman masa jabatan ini akan berdampak pada banyaknya gelombang seleksi dan beragamnya waktu penyelenggaraan seleksi sehingga mengganggu konsentrasi pelaksanaan tahapan pemilihan umum serentak 2024. Demi penataan sistem penyelenggaraan pemilu yang baik, seharusnya rekrutmen anggota KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota dilaksanakan secara serentak di luar tahapan pemilu atau pada pra-elektoral. Oleh karenanya, perlu dilakukan upaya transisi dengan memperpanjang masa jabatan anggota KPU yang semula berakhir 2023 dan 2024 diperpanjang hingga selesainya tahapan pemilu serentak pada tahun 2024,” jelas Ikhwan dalam sidang perdana yang digelar di MK pada Senin (19/12/2022).
Dalam petitum, para Pemohon meminta MK menyatakan Pasal 10 Ayat (9) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: “Anggota KPU Provinsi, Anggota KPU Kabupaten/Kota yang berakhir masa jabatannya pada Tahun 2023 dan Tahun 2024 diperpanjang masa jabatanya sampai setelah selesainya Tahapan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024”.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim.