JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan atas pengujian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang terhadap UUD 1945, pada Rabu (21/6/2023). Permohonan Perkara Nomor 46/PUU-XXI/2023 diajukan oleh 14 badan hukum, antara lain Serikat Petani Indonesia (SPI), Yayasan Bina Desa Sadajiwa (Bina Desa), Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), dkk.
Pada sidang ketiga dengan agenda mendengarkan keterangan Presiden dan DPR ini, Ketua MK Anwar Usman menginformasikan dalam persidangan atas penundaan agenda persidangan. Disebutkan bahwa DPR dan Presiden belum siap untuk menyampaikan keterangan atas dalil para Pemohon yang mempersoalkan proses pembentukan UU Cipta Kerja.
“Sidang selanjutnya akan dilaksanakan pada Kamis, 6 Juli 2023 pukul 11.00 WIB untuk mendengar keterangan DPR dan Presiden karena DPR dan Presiden belum siap memberikan keterangannya untuk hari ini,” sampai Anwar dari Ruang Sidang Pleno MK.
Baca juga:
Proses Pembentukan UU Cipta Kerja Kembali Dipersoalkan
Sejumlah Badan Hukum Perjelas Alasan Pengujian Proses Pembentukan UU Cipta Kerja
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 46/PUU-XXI/2023 dalam perkara pengujian formil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang terhadap UUD 1945, diajukan oleh oleh 14 badan hukum yakni Serikat Petani Indonesia (SPI), Yayasan Bina Desa Sadajiwa (Bina Desa), Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Perkumpulan Pemantau Sawit/Perkumpulan Sawit Watch, Indonesia Human Right Comitte For Social Justice (IHCS), Indonesia For Global Justice (Indonesia untuk Keadilan Global), Yayasan Daun Bendera Nusantara, Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Aliansi Organis Indonesia (AOI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), FIAN Indonesia, Perkumpulan Lembaga Kajian dan Pendidikan Hak Ekonomi Social Budaya, dan Konfederasi Kongres Serikat Buruh Indonesia.
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Selasa (16/5/2023) para Pemohon melalui kuasa hukum M. Wastu Pinandito menyebutkan alasan-alasan permohonan. Wastu mengatakan, Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022. Ketika Presiden menetapkan Perppu ini, sambung Wastu, DPR dalam masa reses masa persidangan untuk tahun sidang 2022/2023 yang dilaksanakan mulai 16 Desember 2022 hingga 9 Januari 2023.
Lalu, DPR kembali menggelar masa persidangan yang dimulai sejak 10 Januari hingga 16 Februari 2023. Seharusnya, Perppu Cipta Kerja tersebut selambat-lambatnya harus disahkan dalam rapat paripurna pada 16 Februari 2023. Namun faktanya, Perppu tersebut baru mendapat persetujuan dan disahkan menjadi Undang-Undang pada 21 Maret 2023 dalam masa sidang 14 Maret sampai 13 April 2023.
“Maka telah terbukti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tidak mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang pertama yaitu selambat-lambatnya 16 Februari 2023,” sebut Wastu yang hadir secara langsung di Ruang Sidang MK.
Dalam petitum, para Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pembentukan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang Cacat Formil dan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina.