JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian materiil Pasal 509 Undang-Undang No 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), pada Selasa (16/5/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan Perkara Nomor 47/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Mohamad Anwar yang berprofesi sebagai advokat.
Pasal 509 KUHP menyatakan, “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III:
a. Advokat yang memasukkan atau meminta memasukkan dalam Surat Gugatan atau surat permohonan cerai atau permohonan pailit, keterangan tentang tempat tinggal atau kediaman tertugat atau debitur, padahal diketahui atau patut diduga bahwa keterangan tersebut bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya.
b. Suami atau istri yang mengajukan gugatan atau permohonan cerai yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada advokat atau sebagaimana dimaksud dalam huruf a; atau
c. Kreditur yang mengajukan permohonan pailit yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada advokat sebagaimana dimaksud dalam huruf a.”
Galang Brilian Putra selaku kuasa hukum Pemohon dalam persidangan menyebutkan, Pemohon menguji ketentuan norma Pasal 509 KUHP untuk mencegah terjadinya jerat pidana bagi advokat yang sedang menjalankan tugasnya. Sehingga tidak perlu menunggu harus jatuhnya korban yang tidak bersalah saat ketentuan norma a quo sudah berlaku (2 tahun ke depan).
Menurutnya, seorang advokat mendapatkan imunitas saat menjalankan tugas dengan adanya surat kuasa dari pemberi kuasa (klien) berdasarkan itikad baik. Artinya saat advokat sudah mendapatkan kuasa dari klien, dalam menjalankan tugas untuk kepentingan pembelaan klien, selama didasari dengan adanya itikad baik, baik di dalam ataupun di luar pengadilan, maka apa yang dilakukan advokat tersebut tidak dapat dituntut baik secara perdata ataupun pidana.
Galang menerangkan, ketentuan norma Pasal 509 KUHP, pada huruf a mengatur sanksi pidana bagi advokat yang memasukkan atau meminta memasukkan dalam surat gugatan atau surat permohonan cerai atau permohonan pailit, keterangan tentang tempat tinggal atau kediaman tergugat atau debitur, padahal diketahui atau patut diduga bahwa keterangan tersebut bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya.
Sementara pada huruf b mengatur sanksi pidana bagi suami atau istri yang mengajukan gugatan atau permohonan cerai yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada advokat atau sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Pada huruf c mengatur sanksi pidana bagi kreditur yang mengajukan permohonan pailit yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada advokat sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Dia juga mengatakan, rumusan norma Pasal 509 huruf a, huruf b dan huruf c, saling berkelindan. Dimana apabila advokat melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud huruf a, maka advokat tersebut terkena sanksi pidana. Demikian pun apabila suami atau istri yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud huruf b, maka advokat yang menangani perkara tersebut juga dapat terkena sanksi pidana walaupun perbuatan itu dilakukan oleh suami atau istri yang menjadi klien advokat tersebut memberikan keterangan yang tidak benar kepada advokat seakan keterangan itu adalah benar.
“Apabila kreditur yang mengajukan permohonan pailit yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada advokat sebagaimana dimaksud huruf c, yang diberikan kuasa untuk mengurus permohonan pailit tersebut, maka selain kreditur tersebut dapat dikenakan sanksi pidana. Advokat yang menangani perkara tersebut pun dapat terkena sanksi pidana. Padahal keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya yang dberikan kepada advokat seakan bahwa itu adalah keadaan yang sebenarnya,” ujarnya.
Galang pun menegaskan, ketentuan norma Pasal 509 KUHP telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil serta menimbulkan ancaman serta ketakutan bagi advokat dalam menjalankan tugas profesinya dan mengancam martabat dan kehormatan advokat. Hal ini tentunya bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Oleh karena itu, dalam petitum Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 509 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan Pemohon, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh meminta Pemohon untuk memperkuat alasan permohonan (posita). “Posita ini perlu diperkuat, mungkin diperkuat aspek asas ataupun doktrin. Sebenarnya kan sudah ada putusan MK dalam hal ini kan sikap MK. Misalnya nanti di dalam posita diangkat teori asas dan dokrin kemudian bisa mengubah pendirian MK dalam terkait putusan ini. Itu yang menurut saya penting,” terang Daniel.
Sebelum menutup persidangan, Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan Pemohon diberi wqktu 14 hari untuk memperbaiki permohonannya. Adapun perbaikan permohonan diterima MK paling lambat Senin, 29 Mei 2023 pukul 14.30.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Fitri Y.