JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan terhadap uji ketentuan Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan) pada Rabu (8/3/2023). Permohonan perkara Nomor 20/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Hartono yang berprofesi sebagai notaris. Sidang dilaksanakan oleh panel hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul bersama Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Dalam sidang dengan agenda penyampaian perbaikan permohonan ini, Singgih Tomi Gumilang selaku kuasa hukum Hartono (Pemohon) menyebutkan permohonan awal hanya menjadikan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sebagai batu uji (landasan konstitusional) atas pokok permohonan. Namun pada perbaikan ini, pihaknya telah menambahkan ketentuan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945. Berikutnya pada pokok perkara, sambung Singgih, Pemohon juga telah menguraikan perbandingan hukum positif atas wewenang Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melakukan Peninjauan Kembali (PK) yang berlaku di negara lain.
“Sehingga pada petitum yang awalnya ada bagian provisi dan pokok perkara, sekarang hanya ada petitum untuk pokok perkara yang intinya meminta pada Mahkamah untuk mengabulkan permohanan Pemohon untuk seluruhnya,” sebut Singgih yang hadir dalam persidangan secara langsung.
Baca juga:
Notaris Pertanyakan Kewenangan Jaksa Ajukan PK
Sebagai tambahan informasi, Hartono (Pemohon) yang berprofesi sebagai notaris mengujikan ketentuan Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C UU Kejaksaan. Pada sidang pendahuluan yang digelar di MK, Kamis (23/2/2023) lalu Pemohon melalui Singgih Tomi Gumilang selaku kuasa hukum menceritakan kasus konkret yang dialaminya. Pemohon yang menjadi terdakwa dalam perkara pidana dan diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Gianyar, Bali sehingga dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun. Atas putusan tersebut, Pemohon pada 15 November 2019 melakukan Banding dan Jaksa Penuntut Umum mengajukan pada 14 November 2019. Kemudian Pengadilan Tinggi Denpasar menyatakan Pemohon tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya sehingga membebaskannya dari segala dakwaan.
Namun kemudian Jaksa/Penuntut Umum mengajukan Kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia pada 21 Januari 2020. Majelis Hakim Peninjauan Kembali menjatuhkan putusan Pemohon tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan dalam surat dakwaan penuntut umum.
“Akan tetapi kemudian Jaksa/Penuntut Umum kembali mengajukan Peninjauan Kembali pada 26 Desember 2022. Atas hal ini Pemohon sungguh merasa sangat dirugikan hak konsitusional karena tidak adanya kepastian hukum dalam perkara pidana yang dialami oleh Pemohon. Hal yang Jaksa/Penuntut Umum ini sesungguhnya mengacu pada Pasal 30C huruf h dan Penjelasan Pasal 30C huruf h UU Kejaksaan,” cerita Singgih.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.
Humas: Raisa Ayudhita