JAKARTA, HUMAS MKRI – Setelah melalui Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk mengusut dugaan pengubahan Putusan Nomor 103/PUU-XX/2022 yang menguji secara materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK (UU MK). Pembentukan MKMK tersebut diumumkan oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Arief Hidayat dalam konferensi pers yang digelar pada Senin (30/1/2023) di Aula Gedung MK.
Dalam pertemuan tersebut, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih selaku Juru Bicara Bidang Perkara mengumumkan hasil kesepakatan dalam RPH bahwa MK akan membentuk MKMK sebagaimana diatur dalam Pasal 27A UU MK. Hal ini demi menjaga keadilan, independensi, dan ketidakberpihakan dalam mengusut dugaan pengubahan Putusan Nomor 103/PUU-XX/2022. Sesuai dengan Pasal 27A UU MK, keanggotaan MKMK terdiri dari satu orang hakim konstitusi aktif, satu orang akademisi, dan satu orang tokoh masyarakat.
“Sementara kita tahu Dewan Etik yang masih aktif keanggotaannya hanya satu, yaitu Sudjito. Maka kepada beliau melanjutkan sebagai bagian keanggotaan MKMK. Dan kemudian keanggotaan yang lain adalah I Dewa Gede Palguna yang mana kita tahu merupakan salah satu mantan Hakim Konstitusi yang sangat berpengalaman luar biasa sejak MK pertama dan memiliki integritas yang sangat luar biasa. Sehingga kami berharap bisa kemudian beliau dengan dedikasi yang selama ini, dapat terlibat dalam keanggotaan MKMK. Dan beliau karena bukan lagi sebagai hakim, maka beliau mewakili tokoh masyarakat. Kemudian, berdasarkan kesepakatan RPH menunjuk saya sebagai salah satu anggota hakim yang masih aktif,” papar Enny.
Terkait masa kerja MKMK, Enny menyebut MKMK akan mulai aktif bekerja terhitung pada Rabu, 1 Februari 2023.
“Berkenaan dengan MKMK ini, segera akan ditandatangani Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) tentang MKMK karena MKMK adalah lembaga yang baru, yang sebelumnya adalah Dewan Etik MK. Dengan adanya UU Nomor 7 Tahun 2022 kemudian berubah menjadi MKMK. Oleh karena itulah, kemudian supaya ini bisa menjadi lebih fair dan independen maka diserahkan kepada MKMK untuk menyelesaikan persoalan ini. Jadi, pada prinsipnya, kami akan segera ada SK penunjukan hal itu untuk segera bekerja secepat mungkin supaya sesuatunya menjadi terang benderang,” ujar Enny ketika menemui awak media.
Tidak Tergesa-gesa
Dalam sesi tanya jawab, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak sebagai Pemohon Perkara Nomor 103/PUU-XX/2022 mempertanyakan alasan MKMK baru terbentuk setelah mencuatnya dugaan pengubahan putusan.
“Sementara saat ini, UU dibentuk tahun 2020 dan kemudian saya mempertanyakan saya harus berprasangka negatif karena saya tidak tahu siapa yang melakukan. Walaupun saya tahu dugaan, tetapi saya berpandangan tidak tahu. Saya berpandangan semua Hakim Konstitusi, Kepaniteraan dan Kesekjenan bisa saja terlibat, maka kenapa dalam MKMK ada unsur hakim aktif? Itulah yang menjadi pertanyaan kenapa kemudian MKMK ini ada unsur hakim aktifnya sekalipun di UU dinyatakan demikian,” tanya Zico yang juga mempertanyakan ketidakcermatan dari MK terkait adanya pengubahan putusan tersebut.
Menjawab pertanyaan tersebut, Enny menjelaskan bahwa MK merupakan lembaga yang teguh memegang undang-undang, maka MK tidak mungkin melanggar Pasal 27A UU MK yang menyatakan hakim konstitusi aktif sebagai salah satu anggota MKMK. Kecuali, sambung Enny, jika terdapat Putusan sebagaimana Putusan MK Nomor 56/PUU-XVII/2020 yang menghapus unsur dari Komisi Yudisial dalan keanggotaan MKMK.
“Oleh karena itulah kemudian kami harus patuh dan tunduk kepada UU tersebut sebagai wujud kami harus menegakkan konstitusi juga untuk hal itu. Dan saya sebagai anggota MKMK akan bersikap independen,” tegas Enny.
Selain itu, Enny menjelaskan pembentukan MKMK tidak dilakukan dengan tergesa-gesa akibat adanya dugaan pengubahan putusan. Menurutnya, MK memang sedang membahas mengenai PMK yang mengatur MKMK sebagai pengganti Dewan Etik sejak Desember 2022 silam.
“Perlu saya tegaskan bahwa memang sampai hari ini kami sedang berproses mengenai berbagai macam hal produk PMK sebagai tindak lanjut dari PMK sebagai tindak lanjut dari UU baru. Kita tidak bisa sembrono juga menyusun soal itu karena itu pegangan bagi kita semua selain kami menyusun berbagai yang menyangkut hukum acara. Oleh karena itu terkait dengan pembentukan MKMK mungkin orang mengatakan ini terlambat karena memang ada hal baru yang kami susun juga disitu dimana selama ini sudah ada Dewan Etik yang sesungguhnya masih eksis namun hanya sisa satu saja. Bukan karena isu ini kami membentuk MKMK tetapi sudah direncanakan sejak akhir Desember, tetapi karena sangat menumpuk sekali tidak boleh memperlambat penyelesaian berbagai perkara. Sehingga kami menganggap bisa jadi momentum yang cepat untuk pembentukan MKMK,” tegas Enny.
Sementara Hakim Konstitusi Arief Hidayat memohon kesabaran dan pengertian kepada masyarakat untuk segera menindaklanjuti keinginan masyarakat dalam mengusut dugaan pengubahan putusan. Ia menyebut para hakim konstitusi bersepakat hal terpenting adalah menjaga kepercayaan masyarakat terhadap MK.
“Apalagi di tengah situasi dan kondisi, Mahkamah Konstitusi bisa menjadi lembaga penyelesaian dalam rangka pesta lima tahun, yaitu Pileg dan Pilpres yang akan berlangsung di tahun-tahun mendatang. Oleh karena itu, masih harus menyelenggarakan berbagai pekerjaan rutin, yaitu menyelesaikan kewenangan pengujian undang-undang. Oleh karena itu, kami mohon pengertian dan dukungan dari masyarakat luas. Begitu juga masyarakat pemerhati hukum dan Mahkamah Konstitusi,” tandas Arief. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.