JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian materiil Pasal 201 ayat (7) dan ayat (8) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (UU Pilkada) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), pada Rabu (26/10/2022) di Ruang Sidang Panel MK. Agenda sidang adalah pemeriksaan perbaikan permohonan.
Permohonan perkara dengan registrasi dengan Nomor 95/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Muhammad Ja’far Sukhairi Nasution, Bupati Mandailing Natal (Madina), Provinsi Sumatera Utara. Dalam sidang, kuasa hukum Pemohon Adi Mansar mengatakan bahwa perbaikan permohonan dilakukan berdasarkan saran dari Majelis Hakim Konstitusi. Adapun perbaikan dimaksud adalah dengan memasukkan Wakil Bupati Madina Atika Azmi Utammi sebagai Pemohon II.
Pemohon juga melakukan perbaikan kedudukan hukum dan kerugian hak konstitusional Pemohon. “Norma pasal dan ayat yang dimohonkan uji konstitusionalitas adalah UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 201 ayat (7) berbunyi Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024. Dan ayat 8 Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024. Pemohon I dan Pemohon II adalah perorangan WNI yan berhak memilih dan dipilih. Dan ini Bupati dan Wakil Bupati Mandailing Natal. Para pemohon sangat memaklumi penyebutan kepala daerah hanya diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945,” ujar Adi Mansar dalam persidangan secara daring yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Baca juga:
Pilkada Serentak 2024 Akibatkan Masa Jabatan Kepala Daerah Berkurang
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 95/PUU-XX/2022 dalam perkara perngujian UU Pilkada diajukan oleh Bupati Madina Muhammad Ja’far Sukhairi Nasution, dan Wakil Bupati Madina Madina Atika Azmi Utammi. Adapun materi yang dimohonkan pengujian yakni Pasal 201 ayat (7) dan ayat (8) UU Pilkada terhadap UUD 1945.
Dalam persidangan perdana yang digelar di MK pada Kamis (13/10/2022) Adi Mansar selaku kuasa hukum Pemohon mengatakan, Pemohon adalah Bupati Kepala Daerah Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara yang dilantik oleh Gubernur Sumatera Utara atas nama Menteri Dalam Negeri tanggal 22 Juli 2021 yang bersamaan dengan beberapa Bupati Kepala Daerah Kabupaten lainnya di Sumatera Utara hasil pemungutan suara tanggal 9 Desember 2020 yang berlangsung secara demokratis.
“Pemohon sejak dilantik pada tanggal 22 Juli 2021 berpandangan sesuai dengan UUD 1945 Pasal 22E akan menjabat selama 5 (lima) tahun. Tetapi berdasarkan UU 10/2016 khususnya Pasal 201 ayat (7) berbunyi “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan Tahun 2024” dan ketentuan ayat (8) “Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024”,” ujar Adi.
Selain itu, ia juga mengatakan ketentuan Pasal 201 khususnya ayat (7) dan ayat (8) bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 22E ayat (1) “Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali”, sepanjang dimaknai bahwa frasa pasal tersebut berlaku bagi seluruh daerah baik provinsi maupun kabupaten dan kota di seluruh Indonesia berjumlah 514 Daerah Pemilihan ditambah daerah pemekaran baru. Ketentuan tersebut Pasal 201 ayat (7) dan ayat (8) tidak akan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang dimaknai tidak berlaku bagi Pemohon dan seluruh Kabupaten dan Kota yang melakukan pemungutan suara Tahun 2020.
Dikatakannya, Pemohon berkeyakinan pada Pilkada Tahun 2024 lebih tepat apabila 270 Daerah yang belum genap 5 (lima) tahun menjabat dilanjutkan hingga selesai waktu (masa) 5 (lima) tahun, baru kemudian untuk menunggu Pemilu Tahun 2029 seluruh kepala daerah yang habis masa baktinya dilanjutkan oleh Penjabat (PJ) hingga 2029.
Sehingga dalam petitumnya Pemohon meminta kepada MK agar menyatakan Pasal 201 ayat (7) dan ayat (8) UU Pilkada “Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan Tahun 2020 menjabat sampai dengan Tahun 2024” dan “Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan dinyatakan batal serta tidak berlaku sepanjang dimaknai bagi Pemohon serta dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina.