BALI, HUMAS MKRI – Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam sesi keempat Kursus Singkat Internasional Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC) menyampaikan materi mengenai “Menjaga Kepercayaan Publik Kepada Mahkamah Konstitusi”, pada Kamis (6/10/2022) di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Bali.
Dalam kesempatan tersebut, Enny menyebut untuk menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan, Mahkamah Konstitusi (MK) harus menjalankan tugasnya dengan berpegang pada standar etika melakukan pengawasan internal secara efektif dan tata kelola peradilan yang baik.
Dikatakan Enny, pembentukan MK di Indonesia dipicu oleh berbagai alasan. Pada umumnya diawali dengan proses perubahan politik dari kekuasaan otoriter menuju demokrasi konstitusional. Reformasi ketatanegaraan di Indonesia dimulai pada tahun 1998 dengan pergantian rezim dari negara otoriter menjadi negara demokrasi, dan salah satu perkembangan yang dihasilkan dari reformasi konstitusi adalah Indonesia membentuk mahkamah konstitusi baru.
Enny melanjutkan berdasarkan kekuasaan dan kewenangannya, MK pada hakikatnya berfungsi sebagai pengawal konstitusi, demokrasi, dan hak konstitusional. Setiap kali ada undang-undang yang menindas dan mencabut hak konstitusional, atas permintaan rakyat, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dapat memainkan perannya untuk melindungi, memajukan, dan merehabilitasi hak konstitusional warga negara dari penindasan tersebut.
“MK harus membangun dan memelihara kepercayaan publik melalui tanggung jawab intinya dalam menyelesaikan sengketa konstitusi. Dengan berpedoman pada prinsip keadilan prosedural, mahkamah konstitusi harus meningkatkan kepercayaan publik dengan memperlakukan setiap pihak, termasuk pemohon, lembaga negara, ahli, saksi, dan pihak lain secara bermartabat dan terhormat,” ujarnya.
Baca juga: AACC Gelar Kursus Singkat
Selain itu, sambung Enny, hakim konstitusi dan staf pendukungnya harus membantu meningkatkan dan menjaga kepercayaan publik dengan menciptakan budaya organisasi yang menumbuhkan integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam setiap proses pengadilan. Kepercayaan publik kepada pengadilan semakin ditingkatkan melalui transparansi prosedur pengadilan, penyediaan informasi publik mengenai proses pengadilan dan jadwal sidang, akses mudah ke pengadilan, dan layanan untuk mengakses dokumen publik seperti keputusan, peraturan, e-journal, dan laporan penelitian.
Menanggapi paparan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, Anak Agung Dian Onita menyebutkan pentingnya akses masyarakat terhadap peradilan khususnya ke MK.Ia menyebut MK telah membuat sistem-sistem yang mudah diakses dan transparan. Untuk para hakim, ada panduan yang didesain untuk hakim. “Masalahnya apakah ini cukup dalam menjalankan prinsip-prinsip. Karena ada pengalaman buruk Ketua MK pada 2017 menghadapi kasus korupsi dimana ada kasus suap dan ditangkap oleh KPK. Dari kasus ini sebagai hakim saya ingin bertanya pada anda, bagaimana Anda menguatkan diri untuk mempertahankan independensi dan imparsialitas?” ujar Dian.
Menjawab tanggapan tersebut, Enny menegaskan menjaga rasa percaya publik mudah dikatakan, namun kadang kala sulit untuk diterapkan. Untuk itu, sebagai hakim konstitusi, syarat sebagai negarawan juga merupakan yang utama untuk memperoleh kepercayaan publik. Kemudian, bagaimana hakim konstitusi mengambil keputusan.
“Saya rasa ini nilai-nilai tinggi. Hal-hal tersebut bagaimana kita bisa mengambil keputusan yang baik. Saya rasa semua proses dalam pengambilan keputusan dimana sekarang hal ini sangat ketat dan tidak semua bisa memasuki pertemuan untuk dipertimbangkan. Jadi hanya panitera yang disumpah yang bisa ikuti pengambilan keputusan. Dan semua sidang terbuka dan transparan. Semua yang saya rasa bisa mengikuti proses yang salah. Kami berusaha terus menerus meningkatkan semua proses,” terang Enny.
Baca juga: Kursus Singkat AACC Bahas Prinsip Keadilan Hingga Pemilu
Untuk diketahui Kursus Singkat Internasional (Short Course) adalah acara resmi yang diselenggarakan setiap tahun oleh Mahkamah Konstitusi Indonesia (MKRI) sebagai Sekretariat Tetap Perencanaan dan Koordinasi AACC. Diinisiasi pertama kali pada tahun 2015, kursus singkat ini mencakup beragam topik mengenai kerja MK dan lembaga yang setara dan pemajuan hak konstitusional dengan pembicara seperti hakim dan mantan hakim MK Republik Indonesia, akademisi, peneliti, dan praktisi di bidang hukum.
Peserta kursus singkat, antara lain panitera pengganti, hakim pelapor, peneliti, staf hukum anggota AACC, serta akademisi dari universitas terkemuka di Indonesia. Latar belakang pembicara dan peserta kursus singkat yang beragam ini mendorong terjadinya diskusi yang bermanfaat dari berbagai perspektif serta saling bertukar pengalaman berdasarkan keahlian masing-masing.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.