JAKARTA, HUMAS MKRI – Pada 25 November 2021 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) memutus Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) inkonstitusional bersyarat. Meskipun begitu, Heru Susetyo yang merupakan Pemohon uji materiil Pasal 48 ayat (1) dan Penjelasan Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (UU Sisnas Iptek) sebagaimana telah diubah dengan Pasal 121 UU Cipta Kerja menyatakan keinginannya untuk tetap melanjutkan permohonannya. Hal ini diungkapkan oleh Wasis Susetio selaku kuasa hukum Pemohon dalam sidang keempat yang digelar pada Selasa (7/12/2021) siang.
Sebelumnya, Ketua Pleno Hakim Anwar Usman mempertanyakan langsung kepada kuasa Pemohon dalam sidang yang digelar dari Ruang Sidang Pleno MK dan dihadiri secara daring oleh para pihak yang berperkara.
“Sebelumnya Majelis ingin menyampaikan sebuah pertanyaan, apakah Pemohon ingin mencabut perkara ini atau diteruskan dengan persidangan berikutnya? Dengan pertimbangan bahwa semua perkara yang terkait dengan Ciptaker sudah diputus, kecuali satu ini. Jadi Majelis menyerahkan ke Pemohon, apakah akan terus atau menyerahkan ke Mahkamah atau akan mencabut?” tanya Anwar.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Wasis menyatakan pihaknya tetap melanjutkan permohonan untuk mengujikan kata “terintegrasi” dalam Pasal 48 ayat (1) dan frasa “antara lain” dalam Penjelasan Pasal 48 ayat (1) UU Sisnas Iptek. “Terima kasih, kami lanjut, Yang Mulia. Untuk persidangan berikutnya,” tegas Wasis.
Baca juga: Aturan Pengintegrasian Lembaga Riset ke BRIN Digugat
Atas jawaban Pemohon ini, Anwar mengatakan bahwa sidang berikutnya akan diagendakan sebagaimana mestinya. Untuk itu, Pemohon beserta pihak terkait lainnya, diharapkan menunggu informasi kelanjutan sidang dari Kepaniteraan MK.
“Jadi Pemohon tetap melanjutkan perkara ini dan tentu saja menyerahkan kepada Mahkamah. Oleh karena itu, para Pihak terutama Pemohon tinggal menunggu pemberitahuan dari Kepaniteraan UNTUK agenda sidang berikutnya,” ungkap Anwar terhadap permohonan yang teregistrasi Nomor 46/PUU-XIX/2021 ini dari Ruang Sidang Pleno MK.
Baca juga: Peneliti yang Menguji Aturan Integrasi Lembaga Riset ke BRIN Perbaiki Permohonan
Dalam permohonannya sebelumnya, Pemohon yang berprofesi sebagai peneliti menganggap hak konstitusionalnya telah dirugikan karena frasa “yang diintegrasikan” pada pasal a quo dianggap multitafsir. Artinya, frasa “yang diintegrasikan” memiliki tafsir tidak jelas apakah hanya terintegrasi koordinasi penyusunan perencanaan, program, anggaran, dan sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi bidang penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan untuk menghasilkan invensi dan inovasi sebagai landasan ilmiah dalam perumusan dan penetapan kebijakan pembangunan nasional atau peleburan kelembagaan.
Pemohon menyatakan bahwa Pasal 42 UU No. 11/2019 merupakan turunan dari Pasal 13 ayat (2) UU No. 11/2019 secara jelas menyebutkan kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi terdiri dari: a. lembaga penelitian dan pengembangan lembaga pengkajian dan penerapan, perguruan tinggi, badan usaha dan lembaga penunjang. Merujuk pada ketentuan tersebut yang dihubungkan dengan koordinasi, maka lembaga-lembaga yang dikoordinasikan adalah sebagaimana ditentukan Pasal 42 UU No. 11/2019. Oleh karena itu, menurut Pemohon apabila dikaitkan dengan Pasal 48 ayat (1) UU Sisnas Iptek sebagaimana diubah dalam Pasal 121 UU Cipta Kerja terkait dengan BRIN maka kata “terintegrasi” menimbulkan interpretasi yang beragam yakni apakah diartikan sebagai koordinasi sehingga eksistensi dan fungsi lembaga masih tetap ada sebagaimana Pasal 42 UU Sisnas Iptek ataukah kata “terintegrasi” diartikan sebagai peleburan berbagai lembaga riset pemerintah tersebut menjadi satu lembaga yaitu Badan Riset dan Inovasi Nasional.
Baca juga: DPR dan Pemerintah Minta Penundaan Sidang Uji UU Sisnas Iptek
Selain itu, Pemohon juga mendalilkan frasa “terintegrasi” dalam Pasal 48 ayat (1) UU Sisnas Iptek sebagaimana diubah dalam Pasal 121 UU Cipta Kerja, frasa tersebut tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan dari pasal-pasal sebelumnya dari UU Sisnas Iptek, yaitu Pasal 13, Pasal 42, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67, Pasal 71, dan Pasal 79. Dengan demikian, fungsi pemerintah pusat seharusnya hanya pada fungsi koordinasi. Sebab, dalam UU Sisnas Iptek secara eksplisit telah ditegaskan bahwa BRIN adalah badan pusat dari kegiatan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan serta invensi dan inovasi. Oleh karenanya, BRIN merupakan badan yang melakukan koordinasi terhadap berbagai lembaga yang menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan serta invensi dan inovasi seperti BATAN, BPPT, LIPI, LAPAN.(*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P
Humas: M. Halim