BANDUNG, HUMAS MKRI - Indonesia bukanlah negara yang dapat dikategorikan sebagai negara sekuler. Sebab, dalam kehidupan bermasyarakatnya terdiri atas keberagaman, seperti keberagaman etnik, ras, bahasa, budaya, kepercayaan, dan agama. Secara konsep kehidupan bernegara, unsur kepercayaan atau keagamaan tersebut tercantum pada Sila Pertama Pancasila yang menyatakan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan kata lain, dasar negara Indonesia tersebut merupakan representasi dari kehidupan masyarakat Indonesia yang diberikan kebebasan untuk menganut agama sesuai dengan kepercayaannya.
Demikian sepenggal kutipan presentasi yang disampaikan I Dewa Gede Palguna selalu pemakalah dari Fakultas Hukum Udayana dalam “The 4th Indonesian Constitutional Court International Symposium (ICCIS 2021)” yang digelar Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia pada Rabu (15/9/2021) secara daring dan luring dari Bandung, Jawa Barat.
Baca juga: Hakim Konstitusi Saldi Isra Buka Secara Resmi ICCIS 2021
Dalam paparan berjudul “Court, Religion, and Constitutional Protection” ini, Palguna lebih jauh menerangkan mengenai peran Mahkamah Konstitusi dalam perlindungan kebebasan beragama dan kepercayaan di Indonesia. Bahwa pada negara demokrasi seperti Indonesia, karakteristik perlindungan atas hak konstitusionalnya dituangkan dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 28E ayat (1) serta Pasal 28I ayat (1). “Indonesia dalam konstitusinya menjunjung tinggi prinsip supremasi hukum atas kebebasan beragama sebagai bagian dari hak asasi,” kata Palguna dalam kegiatan yang dimoderatori oleh Helmi Kasim selaku Peneliti dari MKRI.
Kebebasan Beragama dan Kesetaraan Gender
Sementara itu, Tarun Arora dari Central University of Punjab, India memaparkan makalah berjudul “Constitutional Reflection’s on Judicial Approach towards Revisiting Freedom of Religion and Gender Equality in Indian Context.” Dalam penelitiannya ini, Arora menganalisa mengenai metode atau pendekatan yang dilakukan peradilan India dalam mendefinisikan kebebasan beragama dengan referensi khusus pada kesetaraan gender.
Dalam kajiannya, Arora membahas makna, hakikat, dan ruang lingkup kebebasan menganut, mengamalkan, dan menyebarkan agama dalam konteks kebebasan beragama dan keterkaitannya dengan kesetaraan gender yang digunakan oleh Mahkamah Agung India untuk menemukan solusi dari paradoks kontradiksi yang berlaku di India. Sebagai ilustrasi, Arora memaparkan persoalan pemujaan terhadap perempuan sebagai dewi di satu sisi dan bantahan terhadap status kesetaraan perempuan dalam masyarakat. Pada simpulannya, pengadilan kemudian melakukan evaluasi terhadap kerangka peraturan yang melarang hak tersebut.
“Atas perkara ini, pengadilan melakukan pendekatan dengan mengambil keterkaitan antara hak atas persamaan dan kebebasan beragama untuk menyelenggarakan urusan agamanya. Sehingga pada akhirnya pengadilan menyatakan bahwa praktik pengucilan sosial dari pemuja perempuan berdasarkan status tidak sesuai dengan semangat konstitusional, supremasi hukum, dan moralitas konstitusional,” kata Arora dalam kegiatan yang melibatkan Peneliti MK Nalom Kurniawan dan Abdul Ghoffar selaku responden yang memberikan tanggapan terhadap para pemakalah yang hadir pada Sesi Panel 1 Simposium Internasional ini.
Baca juga: ICCIS ke-4 Bahas Keterkaitan MK, Agama, dan Perlindungan Hak Konstitusional
Sebagai informasi, kegiatan Simposium Internasional ini digelar selama dua hari, yakni Rabu – Kamis (15 – 16/9/2021) secara daring dan luring dari Bandung, Jawa Barat. Sebelum kali keempat kegiatan ini, MKRI telah menyelenggarakan tiga kali simposium internasional serupa, yakni ICCIS 2017 di Solo; ICCIS 2018 di Yogyakarta; dan ICCIS 2019 di Bali. Karena pandemi COVID-19, ICCIS ke-4 pun diadakan secara daring dan luring. ICCIS merupakan forum akademik global tahunan untuk diskusi gagasan dalam hukum tata negara. Fokus tahun ini adalah isu-isu tentang agama dalam konteks hak konstitusional. Sebelumnya, Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara dan Pengelolaan Perpustakaan (P4) membuka kesempatan bagi para akademisi untuk mengirimkan artikel sesuai tema. Artikel terpilih dari ICCIS 2021 akan diterbitkan oleh jurnal akademik Mahkamah Konstitusi, Constitutional Review. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P