JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pada Senin (16/8/2021) secara daring. Perkara yang teregistrasi dengan Nomor 32/PUU-XIX/2021 ini dimohonkan oleh Arief Budiman dan Evi Novida Ginting Manik.
Dalam sidang perbaikan yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra, Fauzi Heri selaku kuasa hukum para pemohon menyampaikan perbaikan permohonan sesuai dengan nasihat hakim pada sidang pendahuluan. Ia mengatakan, perbaikan dilakukan dengan mengurangi norma pasal yang diuji dari yang sebelumnya 16 pasal diperbaiki menjadi 1 pasal, yakni terhadap frasa final dan mengikat yang terdapat dalam ketentuan Pasal 458 ayat (13) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Selanjutnya, sambung Fauzi, dalam subbagian kewenangan Mahkamah.
“Kami juga mengurangi pasal-pasal yang menjadi batu uji. Dari sebelumnya 9 pasal menjadi 5 pasal saja yang terdapat di halaman 3 dan 4. Kemudian, pada bagian Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon. Kami mengelaborasi kembali kerugian konstitusional Para Pemohon baik dalam kedudukannya sebagai anggota KPU maupun sebagai pribadi dengan penambahkan kerugian konstitusional Pemohon I dan Pemohon II, serta menguraikan potensi kerugian yang dialami oleh Para Pemohon,” urai Fauzi.
Selain itu, dalam permohonan perbaikan, Fauzi juga menegaskan telah menguraikan ketentuan Pasal 458 ayat (13) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 22E ayat (1), dan Pasal 22E ayat (5), Pasal 27 ayat (1), serta Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 karena alasan hukum yang diuraikan dalam beberapa subbagian. “Yang pertama, kelembagaan DKPP menjadi supior atas penyelenggara pemilu lainnya, sebagaimana ada di uraikan di halaman 21 dan 27,” ujarnya.
Baca juga: Anggota KPU Persoalkan Konstitusionalitas Sifat Final dan Mengikat Putusan DKPP
Sebelumnya pada sidang pendahuluan, Arief Budiman dan Evi Novida Ginting Manik yang merupakan Anggota KPU RI mengajukan uji materiil aturan mengenai Putusan DKPP yang bersifat final dan mengikat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Keduanya tercatat sebagai Pemohon Perkara Nomor 32/PUU-XIX/2021.
Keduanya mendalilkan Pasal 458 ayat (13) dan pengujian terhadap sebagian frasa dan kata dalam Pasal 14 huruf m, Pasal 17 huruf m, Pasal 20 huruf m, Pasal 38 ayat (4), Pasal 93 huruf g angka 1, Pasal 97 huruf e angka 1, Pasal 101 huruf e angka 1, Pasal 105 huruf e angka 1, Pasal 137 ayat (1), Pasal 159 ayat (3) huruf d, Pasal 458 ayat (5), ayat (10), ayat (11) & ayat (14), serta Pasal 459 ayat (5) UU Pemilu.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra, Evi yang merupakan Pemohon I pernah diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam putusan DKPP Nomor 317-PKEDKPP/X/2019 tanggal 18 Maret 2020 dan ditindaklanjuti dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 34/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan Tahun 2017-2022 tanggal 23 Maret 2020. Meskipun PTUN telah mengabulkan gugatan Pemohon I dalam putusan Nomor 82/G/2020/PTUN-JKT pada tanggal 23 Juli 2020 dan menyatakan batal Keppres Nomor 34/P Tahun 2020 sehingga Pemohon I aktif kembali menjadi Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan Tahun 2017-2022, tetapi DKPP tetap tidak mengakui Pemohon I sebagai Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan Tahun 2017-2022.
Untuk itulah, para Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan ketentuan Pasal 14 huruf m, Pasal 17 huruf m, Pasal 20 huruf m, Pasal 38 ayat (4), Pasal 93 huruf g angka 1, Pasal 97 huruf e angka 1, Pasal 101 huruf e angka 1, Pasal 105 huruf e angka 1, Pasal 137 ayat (1), Pasal 159 ayat (3) huruf d, Pasal 458 ayat (5), ayat (10), ayat (11) & ayat (14), serta Pasal 459 ayat (5) UU Pemilu sepanjang frasa “putusan” sebagai conditionally constutional (konstitusional bersyarat) sepanjang dimaknai sebagai “keputusan” yang dapat diuji langsung ke peradilan Tata Usaha Negara. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P
Humas: M. Halim