JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang kedua Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) pada Selasa (4/5/2021). Sidang perkara Nomor 5/PUU-XIX/2021 ini dimohonkan oleh Putu Bagus Dian Rendragraha (Pemohon I) dan Simon Petrus Simbolon (Pemohon II) merupakan dua penyandang disabilitas. Dalam perkara ini, para Pemohon melakukan uji formil dan materiil Pasal 24 angka 4, Pasal 24 angka 13, Pasal 24 angka 24, Pasal 24 angka 28, Pasal 61 angka 7, Pasal 81 angka 15, dan Penjelasan Pasal 55 angka 3 UU UU Cipta Kerja terhadap UUD 1945.
Eliadi Hulu sebagai kuasa hukum para Pemohon menyampaikan poin-poin perbaikan. Di antaranya, para Pemohon mencabut pengujian formil karena ingin fokus pada pengujian materil UU Cipta Kerja yang berkaitan dengan hak penyandang disabilitas.
“Kami mencabutnya karena ingin fokus pada perjuangan hak penyandang disabilitas dalam perubahan UU a quo. Oleh karena itu, kami ingin fokus pada pengujian materil. Hal ini mengingat telah banyak dari kalangan masyarakat yang mengajukan pengujian formil, namun kami tetap memberikan dukungan penuh atas itu,” sampai Eliadi pada sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Saldi Isra didampingi dua anggota yakni Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Selain itu, para Pemohon juga telah menambahkan alasan permohonan yang memuat tabel perbandingan pasal sebelum dan sesudah adanya perubahan melalui UU Cipta Kerja. Menurut para Pemohon, pasal-pasal hasil perubahan tersebut tidak mengakomodir penyandang disabilitas dalam sarana dan prasarana bangunan gedung.
“Sehingga, pada perbaikan ini terdapat empat fokus norma dalam UU Ciptaker yang kami dalilkan, undang-undang tentang bangunan, rumah sakit, ketenagakerjaan, dan lalu lintas,” jelas Eliadi.
Baca Juga:
UU Cipta Kerja Dinilai Hilangkan Hak Penyandang Disabilitas
Pada sidang pendahuluan, para Pemohon menyatakan dirugikan karena kehilangan perlakuan khusus dan kemudahan aksesibilitas Bangunan Gedung akibat berlakunya Pasal 24 angka 24 UU Cipta Kerja yang telah menghapus ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Selain itu, para Pemohon juga dirugikan oleh ketentuan Pasal 61 angka 7 UU Cipta Kerja yang telah mengubah ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf I Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Ketentuan Pasal 81 angka 15 UU Cipta Kerja telah mengubah ketentuan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Ketentuan Pasal 55 angka 3 yang mengubah ketentuan penjelasan Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas yang masih menggunakan frasa penyandang cacat.
Pemohon berpendapat, norma-norma tersebut bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (2), Pasal 28D Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 28G Ayat (2), Pasal 28H Ayat (2), dan Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945. Berlakunya norma-norma yang diujikan tersebut telah menghilangkan hak penyandang disabilitas dalam memperoleh kemudahan aksesibilitas bangunan gedung dan kehilangan perlakuan khusus serta kehilangan perlakuan yang adil dari negara. Sederhananya, banyak bangunan gedung yang tidak menyediakan fasilitas dan kemudahan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.
Penulis: Sri Pujianti.
Humas: Tiara Agustina.
Editor: Nur R.