JAKARTA, HUMAS MKRI - Sebanyak 662 pekerja tercatat sebagai Pemohon pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Permohonan dengan Nomor 4/PUU-XIX/2021 tersebut tercatat menjadi permohonan dengan Pemohon terbanyak sepanjang sejarah pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal ini terungkap dalam sidang perdana untuk Perkara Nomor 4/PUU-XIX/2021. R. Abdullah selaku Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia serta 662 Pemohon lainnya tercatat sebagai Pemohon Perkara Nomor 4/PUU-XIX/2021. Sidang pemeriksaan pendahuluan tersebut digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (20/4/2021) siang.
Para Pemohon Perkara Nomor 4/PUU-XIX/2021 melalui tim kuasa hukumnya, mengajukan pengujian formil dan materiil terhadap UU Cipta Kerja. Secara formil, Pemohon meminta MK menyatakan pembentukan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja melanggar ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan berdasarkan UUD 1945 dan oleh karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Sedangkan secara materiil, selain meminta MK menyatakan inkonstitusional ataupun inkonstusional bersyarat pada seluruh norma yang dipersoalkan, Pemohon juga meminta MK menyatakan sejumlah pasal dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat.
Untuk itulah, para Pemohon dari kedua perkara meminta agar Mahkamah menyatakan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Arief Hidayat selaku anggota panel hakim, mencermati para Pemohon lebih banyak menguraikan perbandingan antara UU Cipta Kerja yang baru dengan UU Cipta Kerja yang lama.
“Kalau itu, berarti bukan pertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Tolong uraiannya difokuskan di mana letak pasal yang diujikan dengan UUD. Saudara juga banyak menguraikan pasal-pasal yang dijadikan batu uji. Semakin banyak batu uji, maka uraiannya juga harus menyangkut di mana letak pertentangannya,” jelas Arief.
Panel Hakim memberikan waktu selama 14 hari kerja bagi para Pemohon untuk melakukan perbaikan permohonan. Sidang berikutnya dengan agenda pemeriksaan perbaikan akan digelar pada Senin, 3 Mei 2021 mendatang. (*)
Penulis : Nano Tresna Arfana
Editor : Lulu Anjarsari P
Humas : Raisa Ayudhita P