JAKARTA, HUMAS MKRI - Adanya perbedaan jumlah suara antara TPS dan Kabupaten menjadi keterangan yang disampaikan oleh Saksi KPU Kabupaten Yalimo (Termohon) dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tahun 2020 (PHP Kada 2020). Sidang ketiga Perkara Nomor 97/PHP.BUP-XIX/2021 digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (1/3/2021) di Ruang Sidang Panel MK.
Ketua PPD Distrik Welarek Urbanus Walilo yang dihadirkan Termohon menyebut dalil Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Yalimo Nomor Urut 2 Lakius Peyon dan Nahum Mabel (Pemohon) mengenai perbedaan jumlah suara tidak benar. Dalam keterangannya, Urbanus menyebut saat rekapitulasi di tingkat kabupaten, perolehan suara yang dilaporkan adalah 3.716 suara untuk Pasangan Calon Nomor Urut 1 Erdi Dabi dan John W. Wilil (Pihak Terkait) dan 18.094 suara untuk Pemohon. Jadi, hasil yang ada berbeda dengan hasil kesepakatan yang tertuang dalam berita acara pada tiap TPS. DPT pada Distrik Welarek adalah 21.810 pemilih dari 76 TPS. Pemungutan suara dilakukan dengan sistem demokrasi dengan satu orang mencoblos untuk satu surat suara, namun itu tidak sepenuhnya dilakukan di TPS.
“Oleh karenanya, hasil yang dikatakan 0 suara untuk Paslon Nomor Urut 01 dan 21.080 untuk paslon 02 itu adalah tidak benar,” ucap Urbanus di hadapan Panel Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Manahan M.P. Sitompul.
Selain itu, Urbanus mengatakan dirinya dan Korwil KPU Kabupaten Yalimo Hestivina Kawer terancam oleh keberadaan massa pendukung Pemohon. Pihak massa tersebut, sambungnya, mengancam penyelenggara pemilihan dengan merusak kantor sekretariat PPD dengan membawa panah, parang, dan mengancam secara lisan.
“Apabila suara 21.080 tersebut tidak dialihkan pada paslon nomor urut 02, maka akan dibunuh dan kasih kepala. Melihat situasi yang tidak aman ini, kami melapor ke Sekretariat Pandis agar memberikan rekomendasi untuk pleno dialihkan ke tempat lain. Tetapi Pandis tidak mengeluarkan rekomendasi pada 14 Desember 2020 itu, dan hanya mengatakan iya secara lisan saja,” ungkap Urbanus dalam sidang yang dimohonkan oleh Pemohon.
Baca juga: MK Periksa Perkara Sengketa Pilkada Kabupaten Yalimo dan Waropen
Penundaan Distribusi Surat Suara
Sementara itu, Ketua PPD Distrik Apalapsili Salmo Kepno melaporkan pada pemilihan untuk wilayahnya terdapat 52 TPS dengan DPT sejumlah 13.178 pemilih. Perolehan suara untuk Pasangan Calon Nomor Urut 1 Lakius Peyon dan Nahum Mabel (Pihak Terkait) adalah 9.089 suara, sedangkan Pemohon adalah 4.089 suara. Salmo menjelaskan saat pendistribusian logistik pemilihan dilakukan pada 10 Desember 2020 dan bukan 8 Desember 2020 karena telah terjadi penghadangan petugas pengantar logistik. Setelah melakukan komunikasi pada Pandis dan KPU Kabupaten, maka diberikan rekomendasi untuk pemilihan susulan sehingga pencoblosan dilakukan pada 11 Desember 2020.
“Pada 13 Desember 2020 itu kami dengan anggota PPD dan Ibu Korwil sudah melakukan rekapitulasi dan hasilnya sudah ada. Maka setelahnya akan direncanakan untuk dilakukan pleno tingkat distrik, tapi pada 14 Desember 2020 itu ada penghadangan dari paslon nomor urut 02,” ungkap Salmo.
Selain dua saksi tersebut, Termohon juga menghadirkan Sefnat Nauw yang merupakan Kasubag Teknis KPU Kab. Yalimo. Dalam keterangannya, Sefnat melaporkan saat rekapitulasi tingkat kabupaten dirinya hadir untuk mengawasi berjalannya proses rekapitulasi penhitungan perolehan suara.
“Saya hadir dalam rapat pleno kabupaten, yang mimpin rapat ketua KPU dan Bawaslu hadir serta aparat dari polres, pemda hadir, paslon 01 dan 02 ada saksinya. Tapi memang ada keberatan dari Pemohon tentang perolehan suara distrik Welarek dan Apalapsili,” kata Sefnat.
Baca juga: Bawaslu Kabupaten Yalimo Benarkan Form C1-KWK di 10 TPS Hilang
Perampasan Logistik
Dalam sidang ini, Panel Hakim juga mendengar kesaksian dari Zeblon Walilo, Jepon Yare, dan Yonam A. Walianggen selaku Saksi yang dihadirkan Pemohon. Pada kesaksiannya, Zeblon yang merupakan saksi mandat dari Pemohon mengatakan bahwa rekapitulasi pada Distrik Welarek dilakukan pada 15 Desember 2020, kegiatan hanya dihadiri oleh Saksi Pemohon. Pada saat hari pemilihan, sambung Zeblon, pemungutan suara dilakukan dengan sistem ikat. Kemudian hasilnya dituangkan pada Formulir C-Hasil dan pada tingkat distrik hasil tersebut dituangkan dalam D-Hasil, Pihak Terkait memperoleh 0 suara dan Pemohon memperoleh 21.810 suara.
“Rekapitulasi dilakukan 15 Desember, itu ditunda sebenarnya karena tidak ada tempat untuk menghitung surat suara karena kantor Sekretariat PPD dirusak, itu berita yang saya hanya dengar karena saat 14 Desember 2020 saya ada di Distrik Welarek,” cerita Zeblon.
Sedangkan Yonam A. Walianggen selaku kepala kampung menceritakan telah terjadi perampasan logistik pemilihan untuk 29 TPS. Massa melakukan sabotase, meski saat kejadian ada aparat kepolisian dan Bawaslu.
“Lalu logistik dibawa ke suatu tempat. Kotak suara itu saya tidak tahu benar keberadaannya semua, saya hanya tahu 18 kotak suara di bawa ke Perindo. Kalau yang 11 kotak suara lainnya itu dimasukkan ke Sekretariat Partai Bulan Bintang,” jelas Yonam.
Pertikaian
Berikutnya, Mahkamah juga menghadirkan Endu Irawan dan Sudirman dari Kepolisian Distrik Welarek dan Apalapsili untuk memberikan keterangan terkait pengamanan penyelenggaraan pemilihan di kedua distrik tersebut. Dalam laporannya, Sudirman diakui adanya penundaan pendistribusian logistik pemilihan yang seharusnya diantarkan pada 8 Desember 2020 untuk pemilihan 9 Desember 2020, tetapi pada 11 Desember 2020 baru logistik pemilihan dikeluarkan dan diserahkan pada TPS.
“Kami melakukan pengawalan hanya sampai distribusi ke distrik karena ada massa berkumpul, maka kami fokus pada pengamanan kantor distrik dan petugas yang ada di dalam kantor logistik saja,” terang Sudirman.
Perubahan Perolehan Suara
Selain itu, Pemohon juga menghadirkan Heru Widodo selaku Ahli yang membahas masalah perubahan perolehan suara di Distrik Welarek dan tidak adanya distribusi surat suara di desa tersebut. Menurutnya, proses pemungutan dengan aklamasi melalui sistem noken atau sistem ikat adalah sebentuk pendekatan sosiologis dalam menghargai budaya khas. Untuk menjamin kepastian hukum, sambung Heru, perlu dilakukan sosialisasi dan sepanjang pemilihan dengan sistem tersebut dapat dibuktikan, maka dapat diterima sebagai praktik yang bersifat lokal dan menjadi catatan untuk dilakukan perbaruan. Terkait dengan perubahan suara Pemohon, Heru menilai hal tersebut dapat merusak demokrasi. Sekalipun melalui sistem ikat, keabsahannya dapat dilakukan secara bersama-sama dan melalui proses sah dengan formulir. “Jadi tidak ada alasan dilkukan perubahan perolehan suara oleh Termohon,” jelas Heru.
Pada kasus konkret yang terjadi di distrik Welarek tersebut, Heru menilai hal tersebut menyalahi administrasi perolehan suara. Bahwa surat pernyataan yang dibuatkan oleh masyarakat setempat tidak boleh melindas hak pemilih. Penegakan hukum perbaikan dengan koreksi langsung seharusnya dapat dilakukan secara berjenjang dan formulir dapat divalidasi dalam pengawasan. “Jika tidak ada keberpihakan, maka dapat dilakukan rekapitulasi dengan benar. Jika ada keraguan, maka dapat diuji dengan penghitungan ulang dan atau setingkatnya lagi pemungutan suara ulang,” jelas Heru.
Pada sidang terdahulu, Pemohon menjabarkan permasalahan perolehan suara di Kecamatan atau Distrik Welarek. Menurutnya pihaknya memperoleh 21.810 suara. Sedangkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Yalimo Nomor Urut 1 Erdi Dabi dan John W. Willi (Pihak Terkait) memeroleh 0 suara. Perolehan suara Pemohon tersebut, sesuai dengan rekomendasi Panwas Distrik Welerek dan sesuai pula dengan berita acara dan sertifikat rekapitulasi tingkat distrik.
Di samping itu, Pemohon juga mendalilkan adanya permasalahan perolehan suara pada 29 kampung akibat adanya perampasan logistik surat. Pasalnya, perolehan suara Pemohon adalah 0 suara, sedangkan Pihak Terkait memperoleh 7.314 suara. Atas tindakan ini, Pemohon telah melaporkan kepada Bawaslu Kabupaten Yalimo pada 14 Desember 2020. Namun pada saat rekapitulasi suara di tingkat Kabupaten Yalimo, Termohon tetap menyertakan penghitungan pada 29 kampung yang tidak ada penyelenggaraan pemungutan suara yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pelanggaran yang ada, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk memerintahkan kepada Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang di 29 kampung pada wilayah Apalapsili pada Kampung Lampukmu dan Natoksili. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari
Editor Video : M Nur
Reporter : Bayu
Pengunggah : Rudi