JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati Nabire Tahun 2020 digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (4/2/2021) pukul 08.00 WIB. Agenda sidang adalah mendengarkan jawaban Termohon, keterangan Pihak Terkait, keterangan Bawaslu dan pengesahan alat bukti. Persidangan yang digelar di Panel II ini dipimpin Wakil Ketua MK Aswanto dengan didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Persidangan Panel II mendengar jawaban Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Nabire atas tiga permohonan PHP Bupati Nabire.
Pertama, permohonan yang diregistrasi Nomor 84/PHP.BUP-XIX/2021 diajukan Fransiscus Xaverius dan Tabroni bin M Cahya. Kedua, permohonan Nomor 101/PHP.BUP-XIX/2021 diajukan Yufinia Mote dan Muhammad Darwis. Ketiga, permohonan Nomor 116/PHP.BUP-XIX/2021 diajukan Deki Kayame dan Yunus Pakopa.
Adapun objek permohonan PHP Bupati Nabire yaitu, permohonan pembatalan Keputusan KPU Kabupaten Nabire (Termohon) Nomor 54/PL.02.6-Kpt/9104/KPU-Kab/XII/2020 Tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Nabire Tahun 2020 Tanggal 17 Desember 2020. Pada rekapitulasi tersebut dinyatakan bahwa Pasangan calon (paslon) Yufinia Mote dan Muhammad Darwis (paslon nomor urut 1) memperoleh 61.423 suara, Mesak Magai dan Ismail Djamaludin (paslon nomor urut 2) memperoleh 61.729 suara dan dinyatakan sebagai paslon dengan perolehan suara terbanyak, dan Fransiscus Xaverius dan Tabroni Bin M Cahya (paslon nomor urut 3) memperoleh 46.224 suara.
Baca juga:
MK Periksa Tiga Permohonan Perselisihan Pilkada Nabire
Bukan Kewenangan MK
KPU Kabupaten Nabire memberikan jawaban terhadap pokok permohonan Paslon Yufinia-Darwis. Abdul Haris selaku kuasa hukum KPU Kabupaten Nabire menyatakan MK tidak berwenang memeriksa, mengadili dan memutus permohonan Paslon Yufinia-Darwis. Termohon beralasan, Pemohon tidak menjelaskan perhitungan hasil suara yang benar menurut Pemohon. Pemohon juga tidak bisa menjelaskan berapa perolehan suara yang benar menurut Pemohon. Menurut Termohon, seharusnya pemohon menguraikan kesalahan perhitungan hasil suara yang benar menurut Pemohon, sebagaimana ketentuan pasal 8 ayat 3 huruf b angka 4 Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 6 tahun 2020.
“Hal tersebut sendiri diakui oleh keterangan Pemohon dalam dalil permohonannya pada halaman 4 angka 2 yang pada pokoknya menyatakan Pemohon belum dapat menguaraikan perhitungan suara yang benar menurut Pemohon,” terang Abdul Haris.
Selanjutnya Termohon menanggapi petitum Paslon Yufinia Mote dan Muhammad Darwis yang menyatakan Termohon tidak demokratis dalam menyelenggarakan Pilkada Kabupaten Nabire. Termohon dengan tegas menyatakan tuduhan tersebut keliru dan tidak memiliki dasar hukum. Tuduhan tersebut hanya sebatas asumsi Pemohon karena faktanya tidak ada satupun putusan dari instansi pengawas pemilu seperti Bawaslu, DKPP, maupun putusan pidana pemilu yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan Termohon telah melakukan pelanggaran berat.
Tidak Memenuhi Syarat
Berikutnya Termohon menanggapi permohonan Deki-Yunus. Kuasa hukum Termohon, B udi Rahman menjelaskan, MK hanya berwenang memutus perkara yang berkaitan dengan perselisihan perolehan suara hasil pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Sedangkan pokok permohonan Pemohon merupakan permasalahan yang berkaitan dengan hal administrasi yang merupakan kewenangan Bawaslu.
Termohon menegaskan, pokok permohonan Deki-Yunus merupakan permasalahan teknis terkait ketidakprofesionalan KPU. Hal tersebut seharusnya berkait dengan permasalahan kode etik yang tidak bisa diselesaikan oleh MK. Oleh sebab itu, KPU Kabupaten Nabire memohon agar MK dapat menyatakan tidak berwenang untuk memutus dan menyelesaikan permohonan tersebut.
Budi juga menjelaskan terkait tuduhan pelanggaran yang menyebabkan Deki-Yunus gagal menjadi paslon dalam Pilkada Kabupaten Nabire Tahun 2020, yaitu tuduhan bahwa Termohon dan PPS tidak melakukan verifikasi faktual sebagaimana mestinya sesuai aturan Pasal 23 PKPU Nomor 3 Tahun 2017 jo PKPU Nomor 1 Tahun 2020.
Sesuai aturan yang berlaku, seorang paslon harus memiliki jumlah dukungan sebanyak 10% dari jumlah DPT. Lebih lanjut, dalam masa perbaikan penyerahan pencalonan, sesuai dengan berita acara, Pemohon hanya menyerahkan syarat dukungan sebanyak 26.474 orang di mana untuk dokumen yang dinyatakan lengkap yaitu sebanyak 9483 orang, sementara syarat jumlah yang harus diserahkan oleh bakal calon persoarangan adalah 21.377 dukungan.
“Dengan melihat fakta yang ada, KPU menetapkan bahwa Pemohon tidak memenuhi syarat untuk menjadi pasangan calon dalam Pilkada Kabupaten Nabire Tahun 2020,” tegas Kuasa Budi.
Lewat Tenggat
Termohon menyatakan Paslon Fransiscus-Tabroni terlambat dan melewati batas waktu dalam penyerahan perbaikan permohonan. Berdasar hal ini Termohon memohon kepada MK agar menolak permohonan a quo atau permohonan tidak dapat diterima.
Termohon dalam petitum memohon agar MK mengabulkan seluruh eksepsi yang diajukan Termohon, yaitu menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya, dan menyatakan benar terhadap Keputusan KPU Nabire Nomor 54/PL.02.6-Kpt/9104/KPU-Kab/XII/2020.
Sebelum menutup persidangan, Panel Hakim II menginformasikan akan melaporkan tiga perkara PHP Bupati Nabire kepada Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk diambil keputusan. Untuk perkara yang dinyatakan dilanjut, akan diinfokan oleh Kepaniteraan MK mengenai jumlah saksi dan lainnya sebelum melakukan sidang berikutnya.
Penulis: Siti Rosmalina Nurhayati
Editor: Nur R.
Editor Video : Huwandi
Reporter : Ilham
Pengunggah : Nur Budiman