JAKARTA, HUMAS MKRI – Form Model C1-KWK yang merupakan form catatan pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS untuk Distrik Welarek yang dilaporkan hilang pada 8 TPS, nyatanya yang hilang mencapai 10 TPS. Hal tersebut diungkapkan Bawaslu Yalimo, Yohanes Dogopia dalam sidang kedua dari penanganan Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tahun 2020 (PHP Kada 2020), Senin (1/2/2021).
Lebih jelasnya, Yohanes mengatakan bahwa pada hari ini status hilangnya C1-KWK pada peristiwa di Distrik Welarek ini telah dinaikkan statusnya ke tingkat penyidikan. Hasilnya pun telah dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), sedangkan tindak pidananya telah dilaporkan ke Polres Yalimo.
“Untuk Distrik Welarek ada 8 TPS kehilangan C1-KWK dan nyatanya yang hilang itu ada 10 TPS. Menurut pengawasan, hilangnya saat penghitungan, dan sudah ditetapkan KPU Yalimo. Hilangnya tidak diketahui kapan,” kisah Yohanes dalam sidang perkara yang teregistrasi Nomor 97/PHP.BUP-XIX/2021.
Penghadangan
Selanjutnya, Jamalludin Lado Rau yang juga perwakilan dari Bawaslu menceritakan bahwa pada Distrik Apalapsili telah terjadi penghadangan kotak suara. Pada awalnya kotak suara ditempatkan di Kantor Polsek, namun dipindahkan ke kantor distrik. Hal ini dilakukan mengingat adanya perdebatan antara kedua kubu (Pemohon dan Pihak Terkait).
“Akibat hal ini, logistik berupa surat suara dan lainnya baru disebar pada 10 Desember dan keesokannya pada 11 Desember 2020 baru dilakukan pemilihan,” jelas Jamalludin pada sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dan Saldi Isra.
Sedangkan permasalahan yang didalilkan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Yalimo Nomor Urut 2 Lakius Peyon dan Nahum Mabel (Pemohon) terkait dengan permasalahan perolehan suara pada 29 kampung akibat adanya perampasan logistik surat, Yohanes pun membenarkan hal tersebut. ”Namun, proses pemeriksaan berhenti karena terlapor tidak kooperatif. Pada saat dipanggil, terlapor justru tidak datang,” jelas Yohanes yang pada sidang ini juga menegaskan bahwa pada Pilkada Serentak 2020 ini, di Kabupaten Yalimo masih menggunakan noken.
Keputusan KPU
Sementara itu, Yenius Yare selaku kuasa hukum dari Pasangan Nomor Urut 1 Erdi Dabi dan John W. Willi (Pihak Terkait) menceritakan kronologis distribusi logistik pemilihan pada Distrik Apalapsi yang menggunakan pesawat berbadan kecil. Diceritakan olehnya bahwa pada 9 Desember 2020 tidak dilakukan pemungutan suara karena pada tanggal tersebut baru dilakukan pendistrubusian logistik. Barulah pada 11 Desember 2020 dilakukan pemilihan dan keesokan harinya Rapat Pleno dilakukan secara terbuka yang dihadiri oleh Saksi dari Paslon 1 dan Paslon 2.
“Namun pada Paslon 2 tidak mengajukan format kejadian khusus. Sesuai permohonan Pemohon sebenarnya di Apalapsi Pemohon tidak mungkin mendapatkan perolehan suara seperti yang didalilkannya karena hal tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Jadi, perolehan suara yang dinyatakan tersebut tidak benar. Pemohon tidak mampu menyebutkan secara jelas dan rinci tentang kejadian seberapa besar pengaruh pada perolehan suaranya. Maka permohonan Pemohon cukup beralasan untuk ditolak,” ucap Yenius
Sebelumnya, Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Yalimo Nomor Urut 2 Lakius Peyon dan Nahum Mabel selaku Pemohon mendalilkan adanya permasalahan perolehan suara pada 29 kampung akibat adanya perampasan logistik surat. Pasalnya, perolehan suara Pemohon adalah 0 suara, sedangkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Yalimo Nomor Urut 1 Erdi Dabi dan John W. Willi (Pihak Terkait) memperoleh 7.314 suara. Dalam pandangan Pemohon, perampasan surat suara ini terjadi pada dua tempat, yakni Kampung Lampukmu dan Natoksili. Atas tindakan ini, Pemohon telah melaporkan kepada Bawaslu Kabupaten Yalimo pada 14 Desember 2020. Namun pada saat rekapitulasi suara di tingkat Kabupaten Yalimo, Termohon tetap menyertakan penghitungan pada 29 kampung yang tidak ada penyelenggaraan pemungutan suara yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk itu, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk memerintahkan kepada Termohon untuk melakukan pemungutan suara ulang di 29 kampung pada wilayah Apalapsili pada Kampung Lampukmu dan Natoksili.
Tidak Memberikan Bukti
Dalam sidang yang sama, Panel III juga mendengarkan jawaban Termohon, Bawaslu, dan Pihak Terkait terkait perkara Nomor 50/PHP.BUP-XIX/2021 yang diajukan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Barat Nomor Urut 2 Maria Geong dan Silverius Sukur. KPU Kabupaten Manggarai Barat (Termohon) melalui Ferdinadus Hilman mengatakan dalam eksepsi tentang kedudukan hukum, Termohon menilai perolehan suara Pemohon dan Pasangan Nomor Urut 3 Edistasius Endi dan Yulianus Weng adalah 2,6%.
“Maka dengan demikian, pengajuan permohonan ini tidak memenuhi ketentuan Pasal 158 UU 10/2016. Selain itu, permohonan Pemohon telah melampaui tenggat waktu sehingga yang digunakan adalah permohonan yang digunakan adalah permohonan awal. Bahwa permohonan Pemohon tidak jelas,” sebut Ferdinadus.
Sedangkan terkait dengan pokok permohonan, Termohon yang didalilkan telah melakukan pelanggaran sebelum dan saat pencoblosan, hal ini merupakan anggapan yang tidak jelas. Ferdinadus mengatakan jika pelanggaran tersebut hanya judul kosong tanpa isi karena fakta yang disebutkan tidaklah benar. “Tuduhan sangat tidak jelas karena tidak memberikan bukti yang jelas. Sehingga, Termohon menyatakan permohonan tidak dapat diterima,” ucap Ferdinadus.
Berkenaan dengan dalil adanya penggunaan nama pemilih yang tidak merupakan penduduk dari wilayah yang bersangkutan pada 200 TPS, Ferdinadus mengungkapkan, Pemohon tidak merinci wilayah TPS dan pihak-pihak yang menggunakan hak pilih tersebut. Sedangkan terhadap pemilih yang meninggal namun tercatat pada daftar pemilih, Termohon tidak menemukan adanya bukti yang diuraikan Pemohon mengenai jumlah pemilih meninggal dunia yang terdaftar dalam DPT tersebut.
“Dengan demikian, Keputusan KPU Manggarai Barat tentang penetapan rekapitulasi perolehan suara pada pemilihan ini tetap dinyatakan benar dan berlaku,” kata Ponsianus Mato selaku perwakilan KPU Kabupaten Manggarai Barat lainnya yang turut hadir dalam persidangan di Ruang Sidang Panel 3 MK.
Sebelumnya, dalam Perkara Nomor 50/PHP.BUP-XIX/2021 yang dimohonkan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Barat Nomor Urut 2 Maria Geong dan Silverius Sukur mendalilkan adanya pelanggaran secara sistematis, terstruktur dan masif baik yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Manggarai Barat (Termohon) maupun yang dilakukan oleh Pasangan Nomor Urut 3 (tiga) Edistasius Endi dan Yulianus Weng.
Adapun berbagai pelanggaran tersebut telah dipersiapkan secara terencana sejak awal, mulai dari proses penetapan calon bupati dan wakil bupati, proses kampanye dan masa tenang, saat pencoblosan hingga proses rekapitulasi penghitungan suara di tingkat Kabupaten. Selain itu, terdapat pula sejumlah kecurangan administrasi pemilihan seperti: adanya upaya penghalangan penggunaan hak pilih oleh Termohon, adanya praktik politik uang (money politics) oleh tim pasangan calon nomor urut 3 (tiga) yang terjadi di wilayah kecamatan Lembor dan Lembor Selatan. Tim Pasangan ini juga mengintimidasi terhadap masyarakat sekitar yang dilakukan oleh Kepala Desa Surunumbeng. Selain itu, Pemohon menjelaskan KPU Kabupaten Manggarai Barat membuka kotak suara di luar jam pleno di kecamatan dan tanpa sepengetahuan saksi paslon, tidak membuat DPT secara benar yang berakibat hilangnya hak pilih.
Di penghujung persidangan Hakim Konstitusi Arief mengatakan, perkara 97/PHP.BUP-XIX/2021 dan 50/PHP.BUP-XIX/2021 ini akan dilaporkan pada Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk diambil keputusan. Untuk perkara yang dinyatakan dilanjut, akan diinfokan oleh Kepaniteraan MK mengenai jumlah saksi dan lainnya sebelum melakukan sidang berikutnya. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari
Editor Video : M Nur
Reporter : Bayu
Pengunggah : Rudi