JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (UU Perasuransian) digelar pada Senin (17/6/2020) siang di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara yang teregistrasi dengan Nomor 32/PUU-XVIII/2020 ini diajukan oleh Badan Perwakilan Anggota (BPA) Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 yang terdiri dari Nurhasanah, Ibnu Hajar, Maryono, Achmad Jazidie, Habel Melkias Suwae, Gede Sri Darma, Septina Primawati, dan Khoerul Huda. Panel Hakim MK yang memeriksa perkara ini terdiri atas Hakim Konstitusi Suhartoyo (ketua panel), Hakim Konstitusi Manahan Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh (masing-masing sebagai anggota panel).
Zul Armain Azis selaku kuasa hokum para Pemohon menyampaikan perbaikan permohonan antara lain identitas Pemohon. Sebelumnya, para Pemohon tidak menguraikan identitas secara jelas. Pada persidangan kali ini Pemohon melakukan perubahan identitas dengan menyebutkan nama para Pemohon, alamat, pekerjaan dan pemegang polis. "Pada bab pendahuluan dihapus sesuai dengan saran hakim pada sidang pendahuluan," ujar Azis.
Sementara pada bagian kedudukan hukum para Pemohon, lanjut Azis, pertama terdapat perubahan kalimat pada poin empat yang semula "bahwa mahkamah konsitusi dan seterusnyaa..." berubah menjadi para Pemohon 1 sampai dengan Pemohon 8 merupakan warga negara Indonesia dan seterusnya. Kedua, terdapat perubahan dan penambahan kalimat pada poin 5 yang semula "Pemohon 1 sampai 8 merupakan warga negara Indonesia diubah menjadi "Bahwa di samping pemegang polis para Pemohon juga merangkap anggota dari badan perwakilan anggota asuransi jiwa bersama dan seterusnya..."
Selain itu, terdapat perubahan dan penambahan pada poin 7 yakni terkait kerugian konstitusional. "Semula berbunyi kerugian konstitusional para pemohon akibat keberadaan pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 terdapat penambahan pada akhir kalimat yang mana dalam pembentukannya tidak ada keterwakilan dari masyarakat,” terangnya.
Di samping itu, dilihat dari hierarki perundang-undangan, kedudukan undang-undang lebih tinggi dari peraturan pemerintah. Selanjutnya pada poin 9, pasal 31 ayat (3) huruf d peraturan pemerintah tahun 2019 tersebut juga bertentangan dengan larangan rangkap jabatan.
Pada bagian petitum, para Pemohon merubah pada poin 2 dan 3 pada permohonannya. "Menyatakan frasa diatur dalam aturan pemerintah dalam pasal 6 ayat 3 UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai diatur dengan Undang-Undang," ujar Andrian Bayu Kurniawan. Sedangkan poin 3, memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Baca Juga…
BPA AJB Bumiputera Uji Pengaturan Perusahaan
Sebelumnya, Kuasa hukum Pemohon, Zul Armain Aziz dalam persidangan panel yang dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo ini, menyatakan Pemohon mengalami kerugian konstitusional akibat keberadaan pasal tersebut. Pemohon beranggapan, ketentuan tersebut tidak sesuai dengan substansi Putusan MK Nomor 32/PUU-XI/2013 tertanggal 03 April 2014.
Dalam putusan tersebut, MK memerintahkan bahwa ketentuan tentang usaha perasuransian yang berbentuk Usaha Bersama (Mutual Insurance) harus diatur lebih lanjut dengan UU tersendiri dan dilakukan paling lambat dua tahun enam bulan setelah putusan diucapkan. Sebagai tindak lanjut, Presiden membentuk Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2019 tentang Perusahaan Asuransi Berbentuk Usaha Bersama. Namun, menurut Pemohon, Pemerintah dan DPR telah melakukan kemunduran dengan mengubah UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian menjadi UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, terutama pada Pasal 6 ayat (3). Pemohon berpendapat, keberadaan PP ini juga bertentangan dan bertolak belakang dengan Anggaran Dasar AJB yang telah ada dan memberikan jaminan eksistensi dan kewenangan bagi para Pemohon.
Oleh karena itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta MK untuk menyatakan frasa “diatur dalam Peraturan Pemerintah” dalam pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “...diatur dengan Undang-Undang.” (Utami/AL/NRA).