JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Senin (18/5/2020) di Ruang Sidang Pleno MK. Dalam sidang yang teregistrasi Nomor 29/PUU-XVIII/2020 ini, MK menerapkan pola penjarakan fisik (physical distancing) sesuai arahan protokol kesehatan yang telah diatur Kementerian Kesehatan RI dan World Health Organization (WHO).
Dalam permohonan yang diajukan oleh Aristides Verissimo de Sousa Mota, Pemohon mendalilkan UU Pemilu tidak sejalan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 6A ayat (1), Pasal 18 ayat (3), Pasal 19 ayat (1), Pasal 22C UUD 1945. Aristides yang hadir tanpa kuasa hukum mengungkapkan, dalam pelaksanaan pemilu secara serentak tahun 2019 telah menyebabkan jatuhnya sejumlah korban jiwa karena kelelahan. Rumitnya metode yang digunakan untuk memilih calon anggota legislatif (DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka dan pemilu untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak.
“Dengan menggunakan sistem pemilihan yang demikian rumit, prinsip pelaksanaan pemilu yang efektif dan efesien sebagaimana diatur dalam pasal 3 huruf j dan k Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 menjadi tidak terlaksana,” ujarnya di hadapan sidang yang dipimpin olrh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Manahan MP Sitompul tersebut.
Namun, menurut Aristides untuk sistem pemilihan calon anggota DPD RI telah benar karena menggunakan sistem distrik berwakil rakyat sebagaimana diamanatkan Pasal 168 ayat (2). Hanya saja jumlah calon tidak dibatasi sehingga masyarakat tidak tahu siapa yang akan dipilih dan setelah pencoblosan masyarakat tidak ingat siapa yang telah mereka pilih.
“Pelaksanaan pemilihan umum tahun 2019 telah menyebabkan jatuhnya korban jiwa, Pemohon berharap agar Majelis Hakim Konstitusi yang mulia melakukan pengaturan-pengaturan sesuai dengan yang Pemohon ajukan terhadap sistem pemilihan umum sehingga pelaksanaan pemilihan umum pada tahun 2024 dan seterusnya tidak lagi menimbulkan korban jiwa,” ujarnya.
Ia berharap, jumlah calon anggota DPD RI untuk setiap daerah pemilihan (DAPIL) dibatasi menjadi maksimal 10 orang. Dengan demikian untuk setiap propinsi jumlah calon anggota DPD RI tidak lebih dari 40 orang. Jika calon/anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota meninggal dunia, maka Dewan Pengurus Pusat (DPP) partai pemenang pada distrik tersebut berhak menggantikannya dengan anggota yang baru.
Sehingga dalam petitumnya pemohon memohon kepada MK untuk menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian undang- undang yang diajukan.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyarankan pemohon untuk memperbaiki permohonan baik di kewenangan, di posita dan di petitum. Ia mengatakan bahwa pemohon harus menjelaskan kedudukan hukum sebagai perorangan warga negara.
“Anda tidak fokus. Yang anda ujikan itu yang berkaitan dengan Undang-Undang Pemilu. Tidak usah menyebut anda membayar pajak dan lain sebagainya. Kenapa Anda dirugikan hak konstitusionalnya oleh UU pemilu. Berarti fokusnya, anda sebagai warga negara yang mempunyai hak pilih dan dipilih yang berkaitan dengan UU itu,” ujarnya.
Sedangkan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul mengatakan bahwa kedudukan hukum sangat penting agar dapat dilihat apakah ada hak konstitusional yang diberikan oleh UU yang dirugikan. “Kemudian, dalam hal menguraikan, pemohon tidak hanya melihat kerugian materiil tetapi harus menguraikan kerugian konstitusional,” tegas Manahan.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih. Ia mengatakan bahwa di dalam permohonan harus ada kejelasan hak apa yg dirugikan dengan berlakunya UU. “Fokus, apa yang menjadi kerugian konstitusional saudara,” ujar Enny.
Demi menghindari kesimpangsiuran informasi, pada pembukaan persidangan, Ketua Panel Hakim Enny Nurbaningsih memberikan imbauan. Hal tersebut berupa pilihan bagi para pihak baik Pemohon, Kuasa Pemohon, Pemerintah, Ahli, Saksi maupun berbagai pihak yang terkait lainnya untuk mengikuti jalannya persidangan. Para pihak dapat datang langsung ke MK atau dapat pula menggunakan fasilitas persidangan dalam jaringan/daring (online). Meski tidak hadir langsung, para pihak dapat mengikuti sidang dengan berbagai pilihan yang ada tersebut demi mendukung upaya pencegahan persebaran Covid-19.
Mahkamah memanfaatkan teknologi Zoom dan Cloudx dalam mempermudah berbagai pihak yang akan mengikuti jalannya persidangan secara daring dari kediaman masing-masing. Namun, dua hari sebelum sidang digelar, para pihak harus menginformasikan perihal perangkat yang akan digunakannya selama mengikuti jalannya persidangan kepada Tim Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) MK. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan kesesuaian perangkat dan kelancaran jaringan dalam penyelenggaraan persidangan nantinya.
Sebelum menutup persidangan, Enny menyampaikan agar Pemohon menyerahkan perbaikan permohonan selambat-lambatnya pada Selasa, 2 Juni 2020 pukul 09.00 WIB ke Kepaniteraan MK. (Utami/Halim/LA)