JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia pada Rabu (13/5/2020) di Ruang Sidang Pleno MK. Pemohon Prinsipal, Jack Lourens Vallentino Kastanya hadir langsung dalam persidangan.
Persidangan digelar di tengah pandemi Corona Virus Disease(Covid-19) yang melanda dunia termasuk Indonesia. Protokol kesehatan terkait Covid-19 diterapkan dalam persidangan, seperti memakai masker, sarung tangan, cek suhu tubuh, dan menjaga jarak fisik (physical distancing).
Ketua Panel Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih usai membuka persidangan menyampaikan pemberitahuan kepada para pihak yang berperkara di MK di tengah pandemi Covid-19. Para pihak dalam dapat menggunakan fasilitas persidangan online dari kediaman masing-masing dengan memanfaatkan teknologi yang digunakan dan dimiliki Mahkamah Konstitusi. Para pihak dapat mengajukan permohonan kepada Mahkamah untuk menggunakan fasilitas persidangan online dua hari sebelum pelaksanaan sidang dengan memberitahukan tempat para pihak serta perangkat yang dimiliki. Jaringan yang digunakan oleh Mahkamah Konstitusi adalah adalah Cloudx atau Zoom.
“Ke depan, untuk mengikuti persidangan, Saudara bisa saja mengajukan persidangan secara online kalau memang tidak memungkinkan datang ke MK,” kata Enny kepada Jack.
Pemohon Perkara 28/PUU-XVIII/2020 ini melakukan pengujian materiil Pasal 13 ayat (1) huruf a UU No. 16/2004 yang menyebutkan, “Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan: a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana kejahatan, berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap …”
Pemohon adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Jaksa Fungsional pada Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, namun telah diberhentikan berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-003/A/JA/01/2013 tanggal 14 Januari 2013 tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemohon telah menjalani beberapa tindakan hukum atas perkara suap yaitu dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berupa pemberhentian dari jabatan struktural, dijadikan tersangka serta dipidana penjara selama 1 (satu) tahun dan mengalami pemberhentian tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil/ jaksa.
“Ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf a UU No. 16/2004 yang dijadikan dasar dalam menerbitkan/mengeluarkan Surat Keputusan Jaksa Agung a quo tidak memberikan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil terhadap diri Pemohon karena tidak mempertimbangkan penjatuhan hukuman disiplin yang sebelumnya telah dijatuhkan,” jelas Pemohon.
Pemohon mendalilkan, telah mengalami kerugian yakni kehilangan pekerjaan sebagai jaksa dan juga pegawai negeri sipil sehingga berpengaruh pada kelangsungan hidup Pemohon beserta istri dan anak-anak. Selain itu Pemohon tidak mendapat kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, mengingat dalam 1 (satu) perkara yang sama Pemohon harus menjalani 2 (dua) kali proses hukum dan menerima 2 (dua) jenis sanksi hukum. Sehingga apabila dikabulkan permohonan Pemohon, maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan oleh Pemohon tidak lagi terjadi.
Menurut Pemohon, pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Jaksa karena pemidanaan sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a UU No.16/2004 bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945. Pemberlakuan Pasal 13 ayat (1) huruf a UU No.16/2004 yang dijadikan dasar dalam menerbitkan/menetapkan Surat Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-003/A/JA/01/2013 tanggal 14 Januari 2013 tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atas nama Jack Lourens Vallentino Kastanya selaku Jaksa Fungsional Kejaksaan Tinggi Maluku Utara.
Kasus Konkret
Terhadap dalil-dalil Pemohon, Ketua Panel Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menilai sistematika permohonan sudah tersusun secara baik dan rinci. Namun, Enny mencermati permohonan Pemohon lebih mengarah ke kasus konkret. “Kalau kasus konkret sebetulnya ada jalur hukum yang lain. Saudara harus ingat, kewenangan MK adalah menguji norma undang-undang. Berlakunya norma itu apakah betul Saudara merasa dirugikan,” ujar Enny.
Sementara Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul mensehati Pemohon agar menambahkan undang-undang terbaru dalam kewenangan Mahkamah. “Selain itu, Saudara harus menguraikan lebih detail kerugian konstitusional Saudara dan agar dipertajam lagi diuraikan lagi terkait kedudukan hukum. Kemudian pada pokok permohonan, persoalan mengenai jabatan juga lebih dipertajam. Terkait aturan tentang status PNS dan jabatan,” ungkap Manahan.
Sedangkan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh menilai petitum Pemohon menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga harus dipertimbangkan lagi. Di samping itu, Daniel mencermati aspek bahasa dalam permohonan Pemohon, agar istilah-istilah asing dituliskan dengan huruf miring. (Nano Tresna Arfana/NRA)