JAKARTA, HUMAS MKRI – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menegaskan bahwa Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) bertujuan untuk memberikan kesimpulan sesuai dengan tujuan pemeriksaan yang ditetapkan. PDTT dapat berbentuk pemeriksaan kepatuhan dan pemeriksaan investigatif. Tujuan PDTT dalam pemeriksaan kepatuhan yaitu untuk menilai hal pokok yang diperiksa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Demikian disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan dalam sidang lanjutan Undang-Undang 15 Tahun 2006 tentang Badan pemeriksa Keuangan (UU BPK) dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (UU Pengelolaan Keuangan Negara) yang teregistrasi dengan Nomor 54/PUU-XVII/2019 di Ruang Sidang Pleno MK, Selasa (26/11/2019).
Dalam keterangannya tersebut, DPR mengatakan bahwa terhadap dalil pemohon yang menganggap ketentuan pada Pasal 23E Ayat 1 UUD 1945 sebagai kewenangan BPK. Hal itu, lanjut Arteria, merupakan opini yang keliru atau opini yang menyesatkan, karena PDTT merupakan cakupan atau ruang lingkup dan menjadi bagian pada tugas BPK.
Menurutnya, frasa ‘tujuan tertentu’ sifatnya teknis, tidak dapat dijelaskan secara panjang dalam suatu surat tugas. Ia menjelaskan karena ‘tujuan tertentu’ adalah tujuan yang spesifik bersifat khusus dan mendasar yang tidak mungkin dijelaskan dalam sebuah kalimat suatu surat tugas. Hal tersebut juga tidak bertentangan dengan Pasal 23 UUD 1945. Dia mengatakan, BPK dapat melakukan PDTT sebagai pemeriksaaan lanjutan dari pemeriksaan sebelumnya atau menindaklanjuti permintaan dari aparat penegak hukum dalam proses peradilan.
“Oleh karena itu, dalil para pemohon yang pada intinya menyatakan bahwa tugas PDTT tidak sesuai dengan Pasal 23E UUD 1945 adalah opini yang keliru,” ujar Arteria dalam sidang yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Aswanto.
Kemudian, Arteria menegaskan, tugas yang diberikan BPK berdasarkan Pasal 23E UUD 1945 telah dijabarkan lebih lanjut dalam UU BPK yang merupakan amanat dari Pasal 23G Ayat (2) UUD 1945. Ketentuan lebih lanjut tersebut, mengenai BPK diatur dengan UU ketentuan yang merupakan delegasi kewenangan terbuka atau open legal policy kepada pembentuk UU untuk mengatur lebih lanjut mengenai BPK termasuk cakupan tugas yang diberikan kepada BPK.
Selain itu, menurut DPR, pelaksanaan pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau PDTT yang dilakukan oleh oknum BPK adalah asumsi para pemohon yang tidak ada pautannya dengan profesi para pemohon sebagai dosen dan mahasiswa. Para pemohon juga tidak memberikan argumentasi dan tidak terbukti adanya hak kerugian konstitusional yang dialami. Para pemohon juga bukan anggota BPK atau orang yang terdampak terkait dengan berlakunya pasal-pasal dalam undang-undang tersebut dan tidak memiliki hubungan serta tidak memiliki kerugian konstitusional.
Oleh karena itu, DPR menilai bahwa hal tersebut hanyalah asumsi para pemohon. Karena pelaksanaan PDTT tidak bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 malah menguntungkan keuangan negara.
Sementara BPK selaku Pihak Terkait juga memberikan keterangan yang diwakili oleh Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara, Blucer Wellington Rajaguguk. Ia mengatakan bahwa PDTT dalam UU BPK telah sesuai dan diatur oleh undang-undang. Sehingga, lanjutnya, pemeriksaan dengan tujuan tertentu tidaklah bertentangan dengan Konstitusi.
Menurut BPK, sesuai dengan Pasal 23E Ayat (1) UUD 1945, BPK melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab negara yang mencakup seluruh unsur keuangan negara sebagaimana termaktub dalam Pasal 2 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam rangka melakukan pemeriksaan atas seluruh unsur keuangan negara tersebut terdapat tiga jenis pemeriksaan yang mempunyai tujuan yang berbeda-beda.
Sidang perkara yang teregistrasi Nomor 54/PUU-XVII/2019 ini dimohonkan oleh Ahmad Redi (Pemohon I) dan Muhammad Ilham Darmawan (Pemohon II) yang berprofesi sebagai dosen serta Kexia Goutama (Pemohon III) yang merupakan mahasiswa. Dalam permohonan, para Pemohon menyatakan Pasal 6 ayat (3) UU BPK berbunyi, “Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu,” dan Pasal 4 ayat (1) UU Pengelolaan Keuangan Negara berbunyi, “Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu” bertentangan dengan UUD 1945. (Utami/LA)