JAKARTA, HUMAS MKRI - JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR-DPRD 2019 (PHPU Legislatif 2019), Rabu (17/7/2019). KPU selaku Termohon, Pihak Terkait, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) hadir untuk memberikan jawaban atas dalil Pemohon. Sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Wahiduddin Adams.
Sebelumnya, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam perkara Nomor 104-10-03/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 mempersoalkan suara kursi DPRD Provinsi Sumbar terutama Dapil Sumatera Barat 2. Mereka mengklaim mendapat 16.920 suara untuk pengisian kursi DPRD Provinsi Sumbar. Namun Termohon menetapkan suara PPP sebesar 16.856 suara.
PPP menyebut surat suara kurang terjadi di TPS 03 Kelurahan Kudu Ganting. Hal ini menyebabkan 102 orang tidak dapat menggunakan hak pilihnya, padahal mereka terdaftar di DPT. Dari 102 orang tersebut, 8 orang di antaranya tidak dapat memilih tersebut bahkan merupakan petugas penyelenggara pemilu.
Pengawas Pemilihan TPS telah memberikan rekomendasi dan melaporkan ke Pengawas Kecamatan (Panwascam) untuk dilakukan pemungutan suara ulang (PSU), namun rekomendasi tersebut tidak juga dilaksanakan Termohon. Pemohon meminta agar MK memerintahkan PSU di TPS 03 Kelurahan Kudu Ganting, kemudian menetapkan pengisian kursi DPRD Provinsi sumbar berdasar hasil PSU tersebut.
Imam Muktakin selaku kuasa hukum KPU menyatakan Termohon menolak seluruh dalil yang disampaikan Pemohon. Dia menyebut tidak ada surat suara kurang di TPS 03 Kelurahan Kudu Ginting. Sementara terkait rekomendasi PSU, Termohon membantahnya.
“Petugas TPS dan Ketua KPPS sudah menandatangani surat pernyataan. Isinya mereka menyatakan tidak pernah menandatangani surat pernyataan yang pernah ditandatangani mereka,” jelas Imam.
Adapun tentang klaim suara sebesar 16.920 suara, kata Imam, jelas tidak berdasar. Sebab saksi Pemohon tak mempermasalahkan hasil rekapitulasi suara versi Termohon yakni sebesar 16.856. “Jadi tuduhan adanya pengurangan suara Pemohon adalah tidak memiliki alasan yang kuat,“ tegasnya.
Kemudian Bawaslu Sumbar yang diwakili oleh Surya Efitremen menyebut telah melakukan pengusutan pada peristiwa kekurangan surat suara yang ada, yakni adanya kekurangan surat suara terjadi atas unsur ketidaksengajaan. Ketua KPPS Muhammad Isnaini salah menghitung jumlah surat suara untuk calon presiden dan wakil presiden. “Rekomendasi kami adalah terlapor diproses oleh KPU Kabupaten Padang Pariaman dengan tindakan melanggar kode etik profesi,” jelasnya.
Sementara Partai Amanat Nasional (PAN) dengan perkara Nomor 125-12-03/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 mempersoalkan suara untuk Dapil Kabupaten Agam 4 Sumbar menyangkut kursi untuk caleg Rifky Syaiful. PAN mengklaim mendapat suara 8.914 suara, namun Termohon justru menetapkan suara mereka sebesar 8.887 suara.
Selisih suara tersebut, terjadi karena pengurangan suara bagi PAN di berbagai tempat, seperti di TPS 1 dan TPS 15 Kecamatan Baso serta TPS 12 Kecamatan Angke. Kemudian terdapat juga penambahan suara bagi PPP di TPS 1 Kecamatan Baso. Terakhir terdapat 12 suara PAN di TPS 19 Kecamatan Angkek Ampek yang tidak diakui.
Kuasa Hukum Termohon Muhammad Alfarisi menyatakan Pemohon tak memiliki kedudukan hukum karena tidak ada tanda tangan persetujuan dari ketua dan sekjen PAN, padahal Pemohon mengaku perkaranya atas nama perseorangan. Selain itu, tidak ada kesesuaian antara posita dengan petitum milik Pemohon.
Alfarisi juga menyebut permohonan bersifat cacat formil karena permohonan didaftarkan dengan surat suara khusus setelah dua hari batas waktu pendaftaran permohonan. “Pendaftaran dilakukan tanggal 23 Mei. Adapun surat kuasa didaftarkan tanggal 25 Mei,” jelasnya.
Adapun Kuasa Hukum Pihak Terkait dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Akhmad Leksono menyatakan Pemohon juga tidak memiliki kedudukan hukum karena tidak sesuai dengan Pasal 74 ayat (2) huruf c UU Mahkamah Konstitusi.
Selain perkara di atas, Panel Hakim juga memeriksa perkara Nomor 125-12-03/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 atas nama perseorangan Mardison Basir, sidang perkara Nomor 73-03-03/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 atas nama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan sidang perkara Nomor 51-14-03/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 atas nama Partai Demokrat. Kemudian untuk perkara Provinsi Kalimantan Selatan yang diperiksa, yakni perkara Nomor 04-08-22/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 atas nama Partai Keadilan Sejahtera (PKS), serta perkara Nomor 61-14-22/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 Partai Demokrat. (Arif Satriantoro/LA/RD)