Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan gugur permohonan yang diajukan oleh Pengusaha Rumah Duka Sumarmiasih. Pemohon mengajukan uji materiil Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer (UU Peradilan Militer). Putusan perkara Nomor 118/PUU-XIII/2015 tersebut diucapkan Ketua MK Arief Hidayat, Selasa (10/5) di Ruang Sidang MK.
Dalam putusannya, Mahkamah menjelaskan telah melaksanakan sidang pemeriksaan pendahuluan pada Selasa, 6 Oktober 2015, yang dihadiri Pemohon. Namun, pada persidangan kedua dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan yang dilaksanakan pada Senin, 19 Oktober 2015, Pemohon maupun kuasa hukumnya, meskipun telah dipanggil secara sah dan patut oleh Mahkamah melalui Surat Panggilan Sidang dari Panitera Mahkamah Nomor 1054.118/PAN.MK/10/2015 bertanggal 13 Oktober 2015, tidak menghadiri persidangan tersebut tanpa disertai dengan alasan dan bukti-bukti yang sah perihal ketidakhadiran Pemohon.
Juru Panggil Kepaniteraan Mahkamah, sebelum dilangsungkannya sidang perbaikan permohonan, telah mendapat konfirmasi melalui telepon bahwa pihak Pemohon tidak dapat menghadiri persidangan karena pada saat yang bersamaan sedang menghadiri sidang pada badan peradilan lain. Menurut Mahkamah, hal demikian tidak dapat dijadikan sebagai alasan yang patut dan sah bagi Pemohon untuk tidak menghadiri sidang dimaksud.
“Oleh karena itu, menurut Mahkamah, Pemohon tidak bersungguh-sungguh tentang Permohonannya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, dalam rangka memenuhi asas peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan, Mahkamah harus menjatuhkan putusan permohonan Pemohon gugur,” ucap Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
Dalam pokok permohonannya, Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 353 UU Peradilan Militer. Ketentuan tersebut menyatakan “Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, khusus mengenai Hukum Acara Tata Usaha Militer,penerapannya diatur dengan Peraturan Pemerintah selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak Undang-Undang inidiundangkan”.
Menurut pemohon, diwakili Muhammad Daud, ketentuan tersebut tidak dijalankan. Pemohon adalah Direktur PT Sukhawati Loka Funeral, sebuah badan hukum yang bergerak disektor bisnis urusan rumah duka dan pengurusan jenazah di Rumah Duka pada Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Kemudian, Pemohon menyewa sebidang tanah hak pakai dari Primer Koperasi RSPAD dengan status perjanjian sebagai Mitra Kerja Sama Pemanfaatan Tanah tersebut yang diperuntukan sebagai rumah duka Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto.
Seiring waktu, Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (KASAD) mengeluarkan Surat Telegram dengan Nomor : ST/1944/2015 tanggal 15 Juli 2015 perihal perintah segera melaksanakan pemutusan kerjasama pemanfaatan aset tanah TNI AD C.q KODAM JAYA, Jl. Abdul Rahman Saleh No.24 Jakarta Pusat yang digunakan untuk Rumah Duka RSPAD Gatot Subroto. Selanjutnya dikeluarkan lagi Surat Nomor B/2131/VII/2015 perihal Peringatan Kedua Pengosongan Rumah Duka RSPAD Gatot Subroto yang dikeluarkan oleh Panglima Komando Daerah Militer Jaya/Jayakarta.
Dengan dikeluarkannya surat tersebut, Pemohon mengajukan gugatan melalui kuasanya kepada Ketua Pengadilan Militer II Jakarta perihal Gugatan Tata Usaha Angkatan Bersenjata/Tentara Nasional Indonesia tanggal 4 Agustus 2015. Selanjutnya Kepala Pengadilan Militer Tinggi II melalui suratnya Nomor : W2-Mil/293/B/VIII/2015 perihal Jawaban Permohonan Gugatan Tata Usaha Angkatan Bersenjata/TNI tertanggal 7 Agustus 2015 yang baru kami terima tanggal 21 Agustus 2015 yang pada pokoknya menyatakan Pengadilan Militer Tinggi II khususnya mengenai Hukum Acara Tata Usaha Militer belum diatur Peraturan Pemerintah perihal pelaksanaannya. Akibat berlakunya pasal a quo, Pengadilan Militer Tinggi beralasan tidak dapat memeriksa perkara Tata Usaha Militer yang diajukan oleh Pemohon sehingga Pemohon mendapatkan ketidakpastian dalam proses hukum.
“Jadi karena ketiadaan ruang di pengadilan tata usaha negara militer yang tidak bisa mengadili hanya karena ketiadaan perangkat dalam hukum acara, maka kami mohonkan,” ujar Daud dalam sidang pendahuluan di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. (Lulu Anjarsari/lul)