Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian norma Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur mengenai batas minimal usia perempuan untuk dapat menikah, Senin (29/09) di Ruang Sidang Pleno MK.
Yayasan Kesehatan Perempuan, pemohon dalam Perkara 30/PUU-XII/2014, mengajukan tiga orang ahli untuk memberikan pendapat dalam keahliannya dalam sidang yang dipimpin Ketua MK, Hamdan Zoelva. Menurut ahli obstetri dan ginekologi, Julianto Witjaksono, perkembangan organ reproduksi wanita dipengaruhi oleh usia dan organ reproduksi perempuan mencapai kematangannya pada usia 20 hingga 25 tahun. Sedangkan rentang paling aman organ reproduksi perempuan adalah pada usia 20 hingga 35 tahun.
Ditambahkan Julianto, organ reproduksi perempuan rentan mengalami kerusakan jika hamil sebelum usia 19 tahun. Menurutnya, pendewasaan usia kehamilan dapat menekan angka kematian ibu dan anak, serta mencegah gizi buruk pada bayi.
Hal yang sama juga disampaikan mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Kartono Mohamad. Menurutnya, proses pertumbuhan manusia yang paling penting adalah ketika di dalam kandungan ketika usia kandungan memasuki empat bulan terakhir, serta pada usia remaja. Menurut Kartono, pada masa-masa itu diperlukan nutrisi yang banyak agar pertumbuhan berjalan dengan baik. Mantan dokter Angkatan Laut berpangkat Mayor itu menerangkan, jika remaja mengalami kehamilan, maka akan terjadi perebutan nutrisi dan oksigen antara ibu dengan janin yang dikandungnya.
Dikatakan Kartono, kondisi tersebut dapat mengakibatkan bayi yang lahir dalam keadaan cacat, berat badan rendah hingga kematian bagi bayi dan ibu. Lebih lanjut, Kartono menjelaskan, kehamilan pada remaja juga dapat mengganggu pertumbuhan tulang, karena tulang pinggul pada remaja belum cukup kuat dan besar untuk dilewati bayi.
Sementara Saparinah Sadli, psikolog yang dihadirkan oleh pemohon menjelaskan, usia 16 tahun adalah termasuk dalam kelompok remaja dan belum dapat dikategorikan sebagai dewasa. Saparinah berpendapat, dengan ketentuan batas minimal 16 tahun bagi perempuan untuk dapat menikah sama saja dengan nengara mengizinkan perkawinan anak atau perkawinan sebelum usia dewasa. Saparinah Sadli menganggap pengakuan negara terhadap batas usia minimal itu sama dengan pelanggaran hak belajar warga negara 12 tahun.
Ketiganya sepakat, batas minimal usia 16 tahun bagi perempuan untuk dapat menikah harus dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan ditafsirkan batas usia minimal bagi perempuan untuk dapat menikah adalah 19 tahun.
Sidang berikutnya akan dilanjutkan pada Kamis, 16 Oktober 2014, untuk mendengarkan keterangan ahli yang diajukan pemohon, pihak terkait serta pemohon perkara 74/PUU-XII/2014 yang juga untuk mempersoalkan ketentuan yang sama. (Ilham/mh)