JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Pengujian Materiil Pasal 154 huruf c Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) pada Selasa (15/09/2020). Agenda sidang adalah pemeriksaan perbaikan permohonan. Adapun bertindak sebagai Pemohon perkara yang teregistrasi dengan Nomor 68/PUU-XVIII/2020 ini adalah Eko Sumantri dan Sarwono selaku Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) Indonesia.
Dalam persidangan, Eko Sumantri mengatakan telah memperbaiki permohonan sesuai dengan nasihat hakim pada sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Rabu (26/08/2020) lalu. Eko mengatakan, Pemohon bertindak sebagai perorangan dan dalam jabatan selaku Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Serikat Pekerja PLN. Sebagai tambahan yang disarankan oleh Majelis Hakim, Pemohon pun menambahkan surat kuasa khusus anggota sebanyak 112 orang. Pemohon mempertegas kedudukan hukum dengan mengatakan Pemohon I dan Pemohon II adalah sebagai perseorangan dalam pengertian termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama.
Sementara pada bagian kerugian konstitusional, Pemohon mendalilkan berlakunya usia pensiun tanpa kepastian hukum akan memberikan kesempatan pemberi kerja menentukan usia pensiun melalui perjanjian kerja, peraturan perusahaan dan perjanjian kerjasama. Hal ini mengakibatkan multi tafsir dalam menentukan usia pensiun normal seorang pekerja.
Baca Juga:
Serikat Pekerja PLN Uji Aturan Usia Pensiun Pegawai
Pada persidangan pemeriksaan pendahuluan, Pemohon mendalilkan Pasal 154 huruf c UU Ketenagakerjaan menimbulkan multi tafsir dalam menentukan usia pensiun bagi pekerja/buruh. Pasal 154 huruf c UU Ketenagakerjaan menyatakan, “Penetapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 151 ayat (3) tidak diperlukan dalam hal: (c). Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan.”
Menurut para Pemohon, berdasarkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) 2010-2012 beserta perubahannya antara serikat pekerja PT. PLN (Persero) dengan PT. PLN (Persero), usia pensiun seorang pekerja terdapat perbedaan aturan antara pekerja satu dengan pekerja yang lainnya. Sebagian pekerja pensiun di usia 46 tahun dan sebagian lagi pensiun di usia 56 tahun. Hal tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 15 Surat Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 1337.K/DIR/2011 tentang Perubahan atas Keputusan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor 379.K/DIR/2010 tentang Human Capital Management System, sedangkan berdasarkan UU 40/2004 pada Pasal 39 secara jelas menyebutkan “Usia pensiun ditetapkan menurut ketentuan perundang-undangan.”
Padahal, usia pensiun secara tegas tertuang di dalam Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun yang merupakan Petunjuk Pelaksanaan Pasal 41 ayat (8) dan Pasal 42 ayat (2) UU 40/2004, yang menyatakan: PP No. 45/2015: Pasal 15 ayat (1): “untuk pertama kali usia pensiun ditetapkan 56 (lima puluh enam) tahun.” Kemudian, Pasal 15 ayat (2) yang menyatakan bahwa mulai 1 Januari 2019, usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi 57 (lima puluh tujuh) tahun.
Para Pemohon mengatakan karena terdapat perbedaan usia pensiun pegawai PT. PLN (Persero) yang termaktub di dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Tahun 2010-2012 PT. PLN (Persero), surat Keputusan Direksi PT. PLN (Persero), dan peraturan perundang-undangan, sehingga hal ini menimbulkan diskriminasi terhadap usia pensiun di antara para pegawai. Oleh karena alasan tersebut, Pemohon meminta MK untuk menyatakan ketentuan Pasal 154 huruf c UU Ketenagakerjaan, sepanjang frasa “perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama” dihapuskan atau tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Penulis: Utami Argawati
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim