JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) pada Kamis (3/9/2020) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang dengan agenda perbaikan pemohonan ini untuk memeriksa perbaikan dua perkara yaitu perkara Nomor 64/PUU-XVIII/2020 dan 65/PUU-XVIII/2020
Dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo, Tezar Yudhistira selaku kuasa hukum Pemohon perkara Nomor 64/PUU-XVIII/2020 menyampaikan Pemohon telah memperbaiki permohonan sesuai dengan saran hakim pada sidang terdahulu. Adapun yang diperbaiki yakni kewenangan Mahkamah.
Selain itu, lanjut Tezar, pada bagian kedudukan hukum, Pemohon menambahkan kegiatan Pemohon seperti mengadakan seminar serta pandangan dan pendapat yang dibuat dalam media online. “Kami masukkan bukti P-11 tentang kumpulan berita dari pemohon II,” jelasnya.
Tezar juga menambahkan bagian kedudukan hukum Pemohon III. Tezar menjelaskan, Pemohon III adalah badan hukum dalam bentuk perkumpulan dengan nama Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK). Adapun materi yang diujikan para Pemohon yaitu Pasal 169 A UU Minerba terhadap Pasal 18A Ayat (2), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 33 Ayat (2) dan Ayat (3) UUD 1945.
Sementara itu, kuasa hukum Pemohon perkara Nomor 65/PUU-XVIII/2020 menyampaikan pasal-pasal pengujian bertambah menjadi pasal 4 ayat (2), pasal 7, pasal 8, pasal 17 ayat (2), pasal 21, pasal 35 ayat (1), pasal 37, pasal 40, pasal 48 huruf a dan huruf b, pasal 67, pasal 122, pasal 140, pasal 151, pasal 100 a, pasal 169 b ayat (5) huruf g, pasal 173 b dan pasal-pasal lainnya sepanjang dimaknai “menghapus atau mengubah kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi.”
Kemudian, Pemohon merubah sistematika permohonan. Selain itu, Pemohon yang tadinya hanya Gubernur Kepulauan Bangka Belitung ditambah dengan Dewan Perwakilian Rakyat Daerah (DPRD) Kepulauan Bangka Belitung.
Baca Juga:
UU Pertambangan Mineral dan Batubara Digugat
Sebelumnya, pada sidang pemeriksaan pendahuluan, Selasa (11/8) lalu, para Pemohon Nomor 64/PUU-XVIII/2020 mendalilkan implikasi dari ketentuan pasal a quo dianggap bertentangan dengan Pasal 27 UUD 1945 karena adanya perbedaan perlakuan antara pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dengan badan usaha swasta untuk memperoleh Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Padahal, pemegang KK dan PKP2B dipandang Pemohon merupakan badan usaha swasta yang sama posisinya dengan badan usaha swasta lain yang diatur dalam Pasal 75 ayat (4) UU Minerba.
Menurut pemohon, penambahan pasal a quo dalam UU Minerba tidak memiliki politik hukum yang jelas. Hal tersebut karena tidak ada ratio legis/alasan hukum dari pembentuk undang-undang dalam mengubah undang-undang untuk mengatur hak-hak pemegang KK dan PKP2B dan 2 (dua) jenis kontrak tersebut adalah badan usaha swasta.
Selain itu, pasal a quo memperlihatkan ketidakberpihakan pembentuk undang-undang terhadap peran (organ negara) melalui BUMN dan BUMD yang memperoleh prioritas dalam mendapatkan IUPK. Tetapi pihak yang memegang KK dan PKP2B diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak /Perjanjian tanpa mengikuti pelbagai mekanisme yang diatur dalam Pasal 75 UU Minerba. Konstruksi Pasal 75 ayat (3) UU Minerba yang memberikan prioritas kepada BUMN dan BUMD untuk memperoleh IUPK sejak awal telah menjadi politik hukum yang dipilih oleh pembentuk undang-undang sehingga ketentuan pasal a quo bertentangan dengan Pasal 33 Ayat (2) UUD 1945.
Kemudian, keberadaan pasal a quo telah memberikan kewenangan yang terlampau luas kepada menteri untuk memberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK kepada pemegang KK dan PKP2B tanpa mengikutsertakan Pemerintah Daerah sebagai pihak yang secara langsung berdampak dari keberadaan kegiatan yang tertuang dalam KK dan PKP2B sehingga ketentuan pasal a quo bertentangan dengan Pasal 18A Ayat (2) UUD 1945.
Berikutnya, permohonan Nomor 65/PUU-XVIII/2020 yang diajukan oleh Erzaldi Rosman, Gubernur Kepulauan Bangka Belitung. Erzaldi melakukan pengujian materiil Pasal 4 ayat (2), Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 21, Pasal 48 huruf a dan huruf b, Pasal 67, Pasal 173B, dan seluruh muatan pasal-pasal yang mencabut kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi dan Gubernur dalam UU Minerba.
Erzaldi melalui kuasa hukumnya, Dharma Sutomo, menegaskan pasal-pasal a quo telah bertentangan dengan Pasal 18A UUD 1945 yaitu dengan tidak memperhatikan kekhususan atau ciri daerah serta asas adil dan selaras. Hal tersebut secara langsung telah menghilangkan hak otonomi daerah, khususnya di bidang energi dan sumber daya mineral.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina.
Foto: Gani.