JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang, pada Kamis (27/8/2020).
Permohonan ini diajukan oleh Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) 2. Yayasan Mega Bintang Solo Indonesia 1997 3. Lembaga Kerukunan Masyarakat Abdi Keadilan Indonesia (Kemaki) 4. Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakkan Hukum Indonesia (LP3HI) 5. Perkumpulan Bantuan Hukum Peduli Keadilan (Peka)
Agenda sidang perkara Nomor 38/PUU-XVIII/2020 ini adalah mendengar keterangan kuasa hukum Pemohon untuk mengklarifikasi perbedaan penerima kuasa di permohonan awal dan penerima kuasa di permohonan perbaikan, serta penerima kuasa di surat kuasa dari Prinsipal atau Pemohon kepada para kuasanya. Pada kesempatan ini, Ketua Panel Hakim Aswanto menanyakan ikhwal keabsahan tanda tangan dalam surat kuasa.
“Kami sekali lagi meminta kepada Saudara ada informasi yang konkret, apakah sebenarnya tanda tangan itu ditandatangani oleh yang bersangkutan, atau ada yang menandatangankan? Karena hasil pencermatan kami, nampaknya guratan-guratan yang dituangkan di dalam tanda tangan itu hampir sama seperti satu guratan saja,” selidik Aswanto.
Aswanto mengakui belum membawa masalah ini ke Labfor Mabes Polri untuk memeriksakan keabsahan tanda tangan tersebut. “Kami memang belum membawa ke labfor, tapi berdasarkan penilaian secara kasat mata ini nampaknya guratan-guratan yang ada pada masing-masing tanda tangan itu kami sangat curiga bahwa ini tidak benar adanya, dan kalau ini dilanjutkan tentu akan membawa konsekuensi hukum. Mahkamah sudah pernah punya pengalaman ada yang kasus seperti ini, Mahkamah melaporkan ke pihak kepolisian sebagai pemalsuan dokumen,” terang Aswanto.
Oleh sebab itu, Aswanto menyarankan permohonan ini ditarik kembali atau dicabut untuk menghindari permasalahan hukum lebih lanjut. Setelah itu, Pemohon dapat mengajukan permohonan yang sama kembali. Tentunya dengan tetap memperhatikan hukum acara MK.
“Saudara apakah akan terus melanjutkan atau mencabut permohonan ini?” tanya Aswanto.
“Kami juga ada khawatir seperti itu… Dan untuk itu mungkin kami bisa langsung menyatakan dulu untuk dicabut,” jawab Rizky Dwi Cahyo Putra selaku kuasa hukum Pemohon.
Baca Juga…
Sejumlah LSM dan Peneliti Menguji UU Covid-19
Pemohon Uji UU Covid-19 Pertegas Argumentasi Permohonan
Sebelumnya, para Pemohon perkara yang teregistrasi Nomor 38/PUU-XVIII/2020 memaparkan permohonan pengujian formil dan materiil Pasal 27 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU 2/2020.
Pasal 27 ayat (1)UU 2/2020 menyatan, “Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.” Pasal 27 ayat (2)UU 2/2020 menyatan, “Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Kemudian Pasal 27 ayat (3)UU 2/2020 menyatan, “Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara.”
Para Pemohon mendalilkan Pasal 27 UU 2/2020 menjadikan penguasa atau pejabat KKSK, OJK, BI, pejabat Kementerian Keuangan, menjadi kebal hukum. Mereka tidak bisa dituntut secara hukum perdata, pidana, maupun PTUN dengan dalih itikad baik dan bukan merupakan kerugian negara.
Penulis: Utami Argawati
Editor: Nur R.
Humas: Muhammad Halim