JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) pada Senin (24/8/2020) di Ruang Sidang Panel MK. Pada sidang kedua untuk perkara Nomor 55/PUU-XVIII/2020 ini, Ahmad Ridha Sabana selaku Ketua Umum DPP Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Partai Garuda) dan Abdullah Mansuri selaku Sekretaris Jenderal DPP Partai Garuda melalui kuasa hukum Munatsir Bustaman menyampaikan beberapa perbaikan permohonan.
Munatsir menyatakan Pemohon telah memperkuat alasan permohonan bahwa perkara yang diajukan tidak ne bis in idemdenganperkara sebelumnya yang pernah diputus MK. Selain itu, mempertegas kedudukan hukum, dan menguraikan kepentingan konstitusional Pemohon. Menurut Munatsir, Pemohon memiliki kedudukan hukum karena tidak ikut dalam pembahasan UU Pemilu.
“Apabila merujuk pada Putusan MK, partai politik (parpol) yang telah ambil bagian melalui perwakilannya di DPR, maka parpol tersebut tidak dapat melakukan pengujian undang-undang (PUU) ke MK terhadap UU yang diikutinya dalam perumusan UU tersebut,” kata Munatsir..
Berikutnya, di hadapan sidang panel yang dipimpin Wakil Ketua MK Aswanto bersama Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh ini, Munatsir menyebutkan pula mengenai hubungan sebab akibat dari permohonan bahwa pasal yang diujikan menyebabkan kerugian konstitusional bagi Pemohon karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 28H Ayat (2) UUD 1945.
Baca Juga…
Partai Garuda Persoalkan Verifikasi Ulang Partai Politik Peserta Pemilu
Dalam permohonannya, Pemohon menyatakan penerapan verifikasi ulang terhadap partai politik yang telah mengikuti pemilu adalah bertentangan dengan asas legalitas dan menciderai kepastian hukum yang adil dan hak kemudahan serta perlakuan khusus guna memperoleh kesempatan dan manfaat dari hasil verifikasi yang telah dilakukan sebelumnya. Sejatinya, Pemohon telah mengikuti pemilu dengan memenuhi semua persyaratan sebagaimana dalam Pasal 173 Ayat (2) UUD 1945. Persyaratan untuk menjadi peserta pemilu telah dilakukan oleh Pemohon dengan mengeluarkan biaya yang besar serta proses yang panjang dan melelahkan.
Dalam perspektif tujuan hukum, keberadaan partai politik adalah untuk menciptakan kemanfaatan untuk kebahagiaan mayoritas rakyat. Pemohon melihat bahwa adanya verifikasi ulang terhadap partai politik yang telah menjadi peserta pemilu merupakan bentuk penyimpangan terhadap kemanfaatan hukum tersebut. Pemohon berpendapat partainya yang telah mengikuti pemilu sebelumnya, sehingga tidak perlu lagi dilakukan proses verifikasi untuk pemilu selanjutnya. Sesuai dengan namanya, verifikasi merupakan upaya konfirmasi kebenaran faktual terhadap berbagai persyaratan. Sehingga norma persyaratan dan hasil verifikasi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan karena hasilnya tersebut terus berlaku melekat pada partai politik yang bersangkutan.
Menurut Pemohon, adanya verifikasi pada tiap penyelenggaraan pemilu bertentangan dengan kebiasaan administratif yang diterapkan di Indonesia. Selain itu, standar politik hukum dalam wacana penyederhanaan partai politik melalui verifikasi ulang sama sekali tidak diatur dalam UUD 1945 dan berseberangan dengan pemenuhan hak konstitusional partai politik peserta pemilu. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Partai Garuda dalam petitumnya meminta MK menyatakan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Partai yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 tidak diverifikasi kembali untuk Pemilu selanjutnya.”
Penulis : Sri Pujianti.
Editor : Nur R.
Humas : Andhini SF.
Fotografer: Gani.