JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) pada Senin (10/8/2020) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK. Sidang perkara Nomor 83/PUU-XVII/2019 ini diajukan oleh Asosiasi Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (ASPATAKI) yang menguji Pasal 54 ayat (1) huruf a dan huruf b, Pasal 82 huruf a dan Pasal 85 huruf a UU PPMI.
Agenda persidangan kesembilan ini yaitu mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan oleh Migrant Care selaku Pihak Terkait. Chandra Mulyadi Fakkar, Turminih, dan Santi Arif adalah para saksi yang dihadirkan oleh Migrant Care untuk menyampaikan keterangannya di persidangan.
Chandra berkisah pada 2016 ia mendaftarkan diri pada sebuah perusahaan untuk menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Inggris. Ia diharuskan membayarkan uang senilai 50 juta rupiah untuk biaya administrasi yang terdiri atas biaya pemberangkatan dan biaya-biaya lainnya. Ia bersama 60 calon PMI lainnya yakin bisa berangkat mengingat PT tempat mereka mendaftar adalah legal dan terdaftar secara resmi.
”Kami tidak ragu dan surat kontraknya legal dari Inggris langsung dikirim. Seleksi itu ada pelatihan, wawancara, dan uang yang dibayarkan itu ada sistem mencicilnya. Semua awalnya berjalan baik-baik dan benar,” ungkap Chandra di hadapan sidang pleno yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman.
Akan tetapi, sambung Chandra, di kemudian hari barulah ditemukan masalah. Sesuai perjajian, para pekerja akan diberangkankan 3-5 bulan setelah semua persiapan dilaksanakan. Namun, hingga 1 tahun belum ada pekerja yang diberangkatkan. Sehingga, para pekerja terkatung-katung di penampungan hingga akhirnya disepakati untuk melakukan mediasi dengan pihak perusahaan. Singkat cerita, tidak ada hasil yang diperoleh hingga akhirnya Chandra dan pekerja lainnya melapor kepada Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) dengan alasan telah ditipu. Selama proses penyelesaian kasus ini, Chandra dan kawan-kawan mengakui didampingi dan dibantu oleh Migrant Care.
Pemalsuan Dokumen
Selanjutnya, Turminih yang sejak lulus Sekolah Menengah Pertama mendaftarkan diri sebagai PMI pada PT Wira Kreasi Usaha. Setelah satu tahun melengkapi dokumen dan proses menunggu keberangkatan, Turminih diberangkatkan untuk dipekerjakan di Abu Dhabi. Namun, sesampainya di negara tersebut dirinya mendapatkan majikan yang kejam. Ia sering mendapatlan perlakuan yang tidak wajar sebagai pekerja migran yang resmi terdaftar sebagai pekerja legal. Dikisahkan Tuminah, dirinya dalam masa kerjanya pun pernah tidak digaji hingga dua tahun dan mendapatkan perlakuan yang sangat tidak baik seperti tidak diberikan kebutuhan makan dengan layak. “Saat pemberangkatan pun umur saya dipalsukan dan saya diancam kalau hanya digaji 500 dirham dan kalau kerja tidak sampai dua tahun, saya harus bayar denda,” ucap Turminah dengan suara gemetar.
Sedangkan Santi Arif memberikan kesaksian dirinya pun mengalami hal-hal yang tidak baik saat menjadi PMI di Malaysia. Pada masa awal pengurusan proses pemberangkatan kerja, ia membaca kontrak akan mendapatkan gaji sebesar 1.200 ringgit di luar uang lembur. Setelah mendapatkan visa, ia diberangkatkan dan ditempatkan pada sebuah rumah toko (ruko) dan semua dokumen pribadinya dirampas oleh salah satu pihak yang menjemputnya. Dalam kondisi demikian, ia harus menerima dipekerjaan sebagai pekerja kebersihan dengan waktu kerja Senin–Minggu dan tidak diperkenankan libur kecuali pada Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya China. Apabila sakit, tidak menggunakan seragam, dan bahkan telat pulang ke asrama, ia akan mengalami pemotongan gaji.
“Saya kerja 10 bulan dan tidak digaji sama sekali dan tidak ada kejelasan gaji dan tidak ada slip gaji. Kalau sakit tidak dibiayai dan dipaksa kerja dan dipotong gaji. Saya lapor ke PT, tetapi disuruh pindah kerja dan akhirnya saya kabur ke kedutaan dan melaporkan diri ke BNP2TKI,” kisah Arif.
Baca Juga:
Modal yang Harus Disetor P3MI Dinilai Memberatkan
Pemohon Uji UU PPMI Perbaiki Permohonan
MK Tunda Sidang Pengujian UU Pelindungan Pekerja Migran
DPR: ASPATAKI Bukan Subjek UU PPMI
Tujuan UU PPMI Lindungi Pekerja Migran Indonesia
Ahli: Negara Jangan Menempatkan P3MI Seperti Musuh
Saksi: Agar Izin Usaha Tak Dicabut, P3MI Harus Setor Tambahan Deposito 1 Milyar
Migrant Care Hadirkan Tiga Ahli Terkait Uji UU PPMI
Sebagai informasi, ASPATAKI memiliki anggota berjumlah 142 Perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) atau perusahaan-perusahaan yang bidang usahanya melaksanakan penempatan dan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya dalam kebebasan untuk berusaha, serta ancaman pidana yang ditanggung pihaknya tidak berdasar pada perbuatan yang dilakukannya sendiri, tidak sesuai dengan asas perbuatan materiil. Perbuatan yang dilakukan pihak yang mempekerjakan pekerja migran harus ditanggung oleh para Pemohon.
Sidang berikutnya akan digelar pada Senin, 31 Agustus 2020 pukul 11.00 WIB dengan agenda sidang mendengar keterangan Ahli dari Pihak Terkait/Migrant Care.
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Nur R.
Humas: Andhini Sayu Fauzia
Fotografer: Gani