JAKARTA, HUMAS MKRI - Triono dan Suyanto, dua orang kepala desa dari Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, memohonkan pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (UU Penanganan Covid-19) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perkara Nomor 47/PUU-XVIII/2020 ini digelar pada Selasa (7/7/2020) dan dipimpin oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
M. Sholeh selaku kuasa hukum para Pemohon menyebutkan Pasal 28 ayat (8) UU Penanganan Covid-19 bertentangan dengan Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945. Selama beberapa tahun, para Pemohon merasa sangat terbantu dengan adanya dana desa dari pemerintah pusat. Dana tersebut dimanfaatkan untuk pembangunan fisik desa yang berdampak juga kepada kelancaran perekonomian desa. Pemohon berpandangan, berlakunya pasal a quo berpotensi menghentikan dana desa yang sejak tahun 2015 telah diperleh para Pemohon sebagaimana diamanatkan Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 Tentang Desa (UU Desa).
Dana desa yang sejatinya pada 2020 didapatkan para Pemohon dalam tiga tahap, baru diterima dan terlaksana dua tahap. Dikatakan oleh Sholeh, seusai penanganan Covid-19, dana desa yang sebelumnya dipergunakan untuk infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat desa, harus dialihkan ke bantuan tunai langsung bagi warga desa yang terdampak akibat Covid-19. “Dengan berlakunya Pasal 28 ayat (8) UU Covid maka tidak ada jaminan pembangunan yang sudah dibahas dan direncanakan bisa terlaksana,” sampai Sholeh.
Diakui para Pemohon, pihaknya sangat memahami kondisi Covid-19 sehingga pengalihan sampai penundaan yang dilakukan pemerintah pusat tidak menjadi masalah. Namun akan menjadi masalah jika muncul ketentuan dana desa dinyatakan tidak berlaku sepanjang berkaitan dengan kebijakan keuangan negara untuk penanganan Covid-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional. Para Pemohon juga menyatakan Pasal 28 ayat (8) tidak sinkron dengan Pasal 2 ayat (1) huruf I yang di dalamnya tidak menyatakan keterangan bahwa dengan adanya kondisi pandemik, pemerintah pusat akan meniadakan dana desa.
Penggunaan Keuangan Negara
Pada kesempatan yang sama, persidangan juga memeriksa permohonan yang diajukan oleh Damai Hari Lubis yang berprofesi sebagai advokat. Pemohon melalui Arvid Martdwisaktyo selaku kuasa hukumnya juga mengujikan ketentuan UU Penanganan Covid-19. Adapun materi yang diujikan yaitu Pasal 27 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Penanganan Covid-19.
Dalam pandangan Pemohon, jika di kemudian hari dalam pelaksanaan penanganan Covid-19 ditemukan adanya penyalahgunaan oleh pejabat, berlakunya pasal a quo akan menutup hak dirinya untuk mendapatkan informasi yang terbuka dan bertanggung jawab atas penggunaan dana penanganan Covid-19.
“Pemohon tidak ingin adanya kondisi pandemi ini dijadikan manfaat oleh pihak pemangku jabatan untuk melakukan penyalahgunaan kewenangan dan tindak pidana korupsi,” kata Arvid menyampaikan pokok permohonan perkara yang teregistrasi Nomor 49/PUU-XVIII/2020 ini.
Kedudukan Hukum
Terhadap permohonan dengan nomor Perkara 47/PUU-XVIII/2020 ini, Hakim Konstitusi Suhartoyo menasihati perlunya bagi para Pemohon mempertimbangkan kedudukannya selaku kepala desa yang mewakili sebuah desa. “Ketika seseorang mewakili daerah harus ada anggota dewannya, bagaimana jika yang mengajukan adalah kepala desa. Apakah perlu ada perwakilan dari masyarakatnya untuk mempertegas kedudukan hukumnya?” kata Suhartoyo pada kuasa hukum Pemohon.
Sementera itu, terhadap permohonan perkara dengan Nomor 49/PUU-XVIII/2020, Suhartoyo menyarankan agar Pemohon menarasikan dengan baik hak konstitusional Pemohon yang terlanggar dengan berlakunya Pasal 27 ayat (2) UU Penanganan Covid-19. “Narasikan dengan jelas sehingga dengan begitu akan memberikan pemahaman pada Mahkamah bahwa memang benar ada kerugian yang diderita Pemohon,” jelas Suhartoyo.
Pengalaman Negara Lain
Sementara itu, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams menasihati kepada para Pemohon dalam Perkara 47/PUU-XVIII/2020 dan Perkara 49/PUU-XVIII/2020 untuk memberikan argumentasi terkait pengalaman negara lain dalam hal penanganan Covid-19. “Coba perbandingkan dan telusuri perkembangan baru di negara lainnya termasuk di Indonesia terkait adanya fakta-fakta baru dalam hal ini agar benar-benar terurai kerugian para Pemohon,” sampai Wahiduddin.
Sebelum menutup persidangan, Wahiduddin mengingatkan para Pemohon agar menyerahkan perbaikan permohonan selambat-lambatnya pada Senin, 20 Juli 2020 pukul 13.00 WIB ke Kepaniteraan MK untuk kemudian diagendakan sidang berikutnya. (Sri Pujianti/RA/NRA).