JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (7/7/2020). Pemohon perkara Nomor 36/PUU-XVIII/2020 ini adalah Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) yang didampingi tim kuasa hukum Pemohon, Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, dkk.
Zico Leonard Simanjuntak menyampaikan perbaikan permohonan mengenai penambahan para Pemohon yaitu Pemohon II, III, IV dan V. Pemohon II adalah dokter spesialis paru di RSUD Pasar Rebo, RS Harapan Bunda dan menangani pasien Covid-19 di Wisma Atlet dan mengalami sangat minimnya Alat Pelindung Diri (APD) ketika bertugas dengan tim medis lainnya.
“Pemohon III adalah dokter yang bertugas di RSUD Cengkareng, namun bekerja di rumah sakit rujukan bagi pasien Covid-19 dan juga mengalami sangat minimnya APD. Kemudian Pemohon IV dan V adalah dokter yang bekerja di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berisiko tinggi tertular Covid-19. Karena tenaga medis fasilitas kesehatan tingkat pertama diberikan peran memeriksa pasien yang terduga mengidap Covid-19,” urai Zico kepada Panel Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul.
Selanjutnya dalam Kewenangan Mahkamah, Pemohon menambahkan UU 12/2011 sesuai saran dan nasihat yang diminta Panel Hakim MK saat sidang pemeriksaan pendahuluan. Selain itu, dalam permohonan, Pemohon kembali menegaskan pentingnya peran dan tanggung jawab pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini di Indonesia. Termasuk pemberian insentif bagi tenaga medis, tenaga kesehatan dan pegawai fasilitas kesehatan yang bertugas melawan wabah penyakit maupun faktor risiko kesehatan masyarakat. Tak kalah penting, pemberian santunan bagi tenaga medis yang gugur saat bertugas melawan Covid-19 merupakan kewajiban bagi pemerintah.
Sebelumnya, Pemohon menguji UU Wabah Penyakit Menular pada Pasal 9 ayat (1), “Kepada para petugas tertentu yang melaksanakan upaya penanggulangan wabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat diberikan penghargaan atas risiko yang ditanggung dalam melaksanakan tugasnya”. Pemohon juga melakukan pengujian materiil UU Kekarantinaan Kesehatan pada Pasal 6, “Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap ketersediaan sumber daya yang diperlukan dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan”.
Pemohon menegaskan, ada kewajiban pemerintah untuk menyediakan APD bagi tenaga kesehatan yang bertugas melawan Covid-19 sebagai perlindungan hukum yang adil dan tanggung jawab negara atas fasilitas kesehatan yang layak. Tingginya angka penularan Covid-19 yang terjadi saat ini, mengharuskan pemenuhan fasilitas kesehatan bagi tenaga kesehatan, terutama APD yang merupakan hal yang pokok harus didapatkan tenaga kesehatan dalam menangani pasien selama masa pandemi Covid-19.
Menurut Pemohon, ketiadaan pemerintah dalam regulasi penyediaan APD ini membuat banyak tenaga kesehatan bekerja tanpa menggunakan APD yang sesuai standard. Selain itu, fasilitas pelayanan kesehatan yang ingin menyediakan APD secara mandiri harus menghadapi harga APD yang meningkat tajam dan menjadi langka di pasaran. Hal ini berujung pada banyak tenaga kesehatan yang tertular Covid-19 dalam dua bulan terakhir, dan faktor utama yang menyebabkan tertularnya tenaga medis adalah APD yang tersedia masih sangat kurang dan tidak sesuai standar. (Nano Tresna Arfana/tir/LA)