JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang diajukan Pazriansyah dan Firdaus karyawan swasta di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau tidak dapat diterima.
“Amar putusan mengadili, menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Anwar didampingi para hakim konstitusi dalam sidang pengucapan putusan pada Kamis (25/6/2020) di Ruang Sidang Pleno MK.
Sebagaimana diketahui, para Pemohon Perkara Nomor 19/PUU-XVIII/2020 menguji Pasal 30 UU Fidusia, “Pemberi Fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia”. Juga Penjelasan Pasal 30 UU Fidusia, “Dalam hal Pemberi Fidusia tidak menyerahkan benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia dan apabilaperlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang”.
Para Pemohon merupakan kolektor internal yang bertindak untuk dan atas nama PT Indomobil Finance Indonesia Cabang Tembilahan, yaitu menagih angsuran yang tertunggak dan jika tidak berhasil tertagih diberi kuasa oleh PT Indomobil Finance Indonesia Cabang Tembilahan, in casu untuk mengambil objek Jaminan Fidusia terhadap Yusnida Binti Yulius Hatta yang telah menunggak kewajiban angsuran selama 3 (tiga) bulan. Namun yang terjadi justru para Pemohon dilaporkan oleh Yusnida Binti Yulius Hatta kepada pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Riau Resor Indragiri Hilir atas dugaan tindak pidana pencurian dan atau perusakan sebagaimana diatur dalam Pasal 363 dan atau 406 KUHP.
Kejadian tersebut menurut para Pemohon, akibat berlakunya Pasal 30 dan Penjelasan Pasal 30 UU Fidusia tersebut apa adanya (original intent), yang tidak memberikan penafsiran secara tegas terkait pengambilan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia sesuai dengan hakekat bentuk Jaminan Fidusia, maka para Pemohon telah terlanggar hak-hak konstitusionalnya dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya sebagai kolektor internal perusahaan pembiayaan merasa tidak memperoleh pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil serta tidak memperoleh perlakuan yang sama dihadapan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan Pasal 50 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan menyatakan, “Pegawai dan/atau tenaga alih daya perusahaan pembiayaan yang menangani bidang penagihan wajib memiliki sertifikat profesi di bidang penagihan dari lembaga yang ditunjuk asosiasi dengan menyampaikan pemberitahuan kepada OJK dan disertai dengan alasan penunjukan” yang telah diperbaharui dengan Pasal 65 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia No. 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan menyatakan, “Pegawai dan/atau tenaga alih daya perusahaan pembiayaan yang menangani fungsi penagihan dan eksekusi agunan wajib memiliki sertifikat profesi di bidang penagihan dari lembaga sertifikasi profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan”.
Setelah memeriksa bukti-bukti yang diajukan oleh para Pemohon, Mahkamah tidak menemukan bukti yang dapat mendukung bahwa para Pemohon memenuhi kriteria sebagaimana yang diatur dalam ketentuan tersebut, khususnya alat bukti berupa sertifikat profesi di bidang penagihan dari lembaga sertifikasi profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. Fakta hukum tersebut untuk menilai para Pemohon memenuhi syarat atau tidak sebagai penagih atau kolektor sebagaimana ditentukan dalam Pasal 50 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014, yang telah diperbaharui dalam Pasal 65 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 35/POJK.05/2018 tersebut di atas
Berkaitan status para Pemohon sebagai kolektor PT Indomobil Finance Indonesia, Cabang Tembilahan, Mahkamah hanya mendapatkan alat bukti berupa Surat Kuasa Substitusi Penarikan Kendaraan Nomor 4/SKS-COLL/TBL/2017 bertanggal 17 Januari 2017, yang pada pokoknya memberi kuasa untuk bertindak mewakili Pemberi Kuasa, dalam hal ini PT Indomobil Finance Indonesia, untuk menarik dan/atau mengambil serta menyerahkan kepada PT Indomobil Finance Indonesia atas 1 (satu) unit kendaraan bermotor roda dua tanpa dibubuhi meterai yang cukup. “Oleh karenanya Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan terhadap alat bukti tersebut sehingga tidak mempertimbangkan lebih lanjut,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat yang membacakan pendapat Mahkamah.
Berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas, karena para Pemohon tidak memenuhi kualifikasi sebagai subjek hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK, maka terhadap anggapan kerugian konstitusional tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut. Sebab, antara subjek hukum dan syarat-syarat kerugian konstitusional merupakan persyaratan yang bersifat kumulatif yang tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. “Oleh karenanya Mahkamah berkesimpulan para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan permohonan a quo,” ucap Arief.
Menimbang meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun oleh karena para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai Pemohon dalam permohonan a quo, maka Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan para Pemohon. (Nano Tresna Arfana/ASF/LA)