JAKARTA, HUMAS MKRI – Identitas Pemohon menjadi unsur penting dalam pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang.
Lalu bagaimana jika tersiar kabar Pemohon telah meninggal dunia, sementara kuasa hukum Pemohon belum mengonfirmasinya?
Hal tersebut mengemuka dalam sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (16/6/2020). Bertindak sebagai Pemohon perkara 35/PUU-XVIII/2020 adalah Ki Gendeng Pamungkas, paranormal yang belum lama ini diberitakan sudah meninggal dunia.
Di awal persidangan, Ketua Panel Hakim Konstitusi Saldi Isra mempertanyakan pemberitaan ikhwal meninggalnya Ki Gendeng Pamungkas kepada tim kuasa hukum yang hadir di persidangan. “Anda harus menjelaskan, pemberi kuasa ini, Ki Gendeng Pamungkas yang belum lama meninggal, atau yang lain?” tanya Saldi Isra.
Menyambung hal ini, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh pun membacakan pemberitaan seputar meninggalnya Ki Gendeng Pamungkas setelah dirawat intensif di ruang Intensive Care Unit (ICU) selama tiga hari di Rumah Sakit Mulia, Jalan Pajajaran, Kota Bogor.
Kuasa hukum Pemohon, Tonin Tachta Singarimbun dan Suta Widhya menjelaskan bukti KTP dari pemberi kuasa atas nama Ki Gendeng Pamungkas. “Kami sudah lampirkan dalam permohonan, bukti identitas pemberi kuasa pada bukti P-1,” ungkap Singarimbun. Kuasa hukum Pemohon menjelaskan bahwa Ki Gendeng Pamungkas yang meninggal dunia beberapa waktu yang lalu itu memiliki nama asli Iman Santoso. Sedangkan KTP yang dilampirkan sebagai bukti dalam permohonan, nama yang tertera dalam KTP adalah Ki Gendeng Pamungkas.
“Tapi Anda pastikan bahwa yang meninggal bukan Ki Gendeng Pamungkas sebagai pemberi kuasa. Baik, Anda diberi waktu untuk menjelaskan permohonan ini. Dalam perbaikan permohonan, Anda harus mengklarifikasi,” kata Saldi.
Selanjutnya kuasa hukum Pemohon memaparkan permohonan uji materiil UU Pemilu, antara lain Pasal 1 angka 28, “Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden yang selanjutnya disebut Pasangan Calon adalah pasangan calon peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai potitik yang telah memenuhi persyaratan.”
Kemudian Pasal 221 UU Pemilu yang menyatakan, “Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu) pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik” dan Pasal 222, “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.” Kemudian Pasal 225 ayat (1), “Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dapat mengumumkan bakal calon Presiden dan/atau bakal calon Wakil Presiden sebelum penetapan calon anggota DPR, DPD, dan DPRD.”
Pemohon mendalilkan, norma yang diujikan bertujuan untuk kepentingan keutuhan dan rasa nyaman warga negara jika antara eksekutif dan parlemen bukan berasal dari partai sebagaimana sekarang. Maka partai berkuasa dapat segala-galanya di Kepresidenan dan Parlemen sebagaimana peristiwa KPK yang tidak dapat masuk ke kantor PDIP dan seterusnya. Demikian juga masuknya TKA Cina dalam keadaan Covid-19 atau pembuatan Perppu sampai kepada mengatur anggaran Covid-19 tidak memerlukan persetujuan parlemen. Maka hal ini benar-benar telah menantang Pemohon untuk memperbaki ketatanegaraan dengan cara menjadi Presiden atau Wakil Presiden sehingga tidak lagi dengan orasi atau demonstrasi jalanan.
Pemohon beranggapan, penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan dengan tujuan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh dukungan kuat dari masyarakat bukan dari partai politik atau gabungan partai politik saja sehingga mampu menjalankan fungsi kekuasaan pemerintahan negara dalam rangka tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Di samping itu, menurut Pemohon, pengaturan terhadap Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam undang-undang a quo belum menegaskan sistem presidensiil yang kuat dan efektif agar tidak terjadi seorang calon presiden atau wakil presiden dan atau partai politik/gabungan partai politik yang kalah menjadi menteri atau masuk dalam jajaran presiden dan atau wakil presiden yang menang.
Belum Fokus
Terhadap dalil-dalil permohonan, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh mencermati kedudukan hukum Pemohon. “Pemohon belum memberikan hal yang utuh perihal hak konstitusional yang dirugikan dengan berlakunya undang-undang yang diujikan. Dalam catatan kami, potensi kerugian hak konstitusional Pemohon masih terlalu dini untuk dipersoalkan. Sebab pemilihan presiden dan wakil presiden baru akan digelar pada 2024,” urai Daniel.
Selain itu menurut Daniel, dalam kedudukan hukum, Pemohon belum fokus menjelaskan sebab akibat antara norma yang diuji dengan pasal-pasal yang menjadi batu uji dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945. Daniel juga menilai, alasan permohonan masih kurang fokus, Pemohon harus cermat mengkaji pasal-pasal yang diuji.
Selanjutnya Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menyoroti soal berlakunya surat kuasa Pemohon. “Kalau dalam perkara perdata, ada kewajiban ahli waris untuk melanjutkan perkara. Itu jelas. Tapi kalau perkara pidana, kan tidak bisa dilanjutkan kalau pemberi kuasa meninggal. Apalagi di MK, fokusnya pada kedudukan hukum. Tentu akan berbeda kalau akan diteruskan oleh ahli waris, maka akan berbeda kedudukan hukum yang akan dikemukakan,” jelas Manahan.
Hakim Konstitusi Saldi Isra menambahkan apabila nantinya pemberi kuasa sama dengan Ki Gendeng Pamungkas sebagai paranormal yang belum lama diberitakan meninggal dunia, maka perkara ini dianggap selesai. “Kalau Anda ingin melanjutkan dengan substansi yang sama, bisa diteruskan tapi dengan pemohon prinsipal yang baru. Kami tidak bisa menilai keabsahan konstitusional prinsipal kalau dia sudah meninggal,” tandas Saldi.
(Nano Tresna Arfana/LTS/NRA)