JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (11/2/2020) di Ruang Sidang Pleno MK. Agenda sidang adalah mendengarkan keterangan DPR dan Presiden.
Namun demikian, Majelis Hakim Pleno yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman, memberitahukan bahwa DPR berhalangan hadir. Sementara pihak Pemerintah meminta penundaan untuk memberikan keterangan. Demikian disampaikan oleh salah seorang kuasa hukum Presiden, Rudi H. Pakpahan. “Kalau begitu sidang ditunda. Sidang berikutnya akan dilaksanakan pada Kamis, 20 Februari 2020,” terang Anwar Usman dengan didampingi hakim konstitusi lainnya.
Baca Juga:
Modal yang Harus Disetor P3MI Dinilai Memberatkan
Pemohon Uji UU PPMI Perbaiki Permohonan
MK Tunda Sidang Pengujian UU Pelindungan Pekerja Migran
DPR: ASPATAKI Bukan Subjek UU PPMI
Sebagaimana diketahui, Pemohon Perkara Nomor 83/PUU-XVII/2019 ini adalah ASPATAKI yang menguji Pasal 54 ayat (1) huruf a dan huruf b, Pasal 82 huruf a dan Pasal 85 huruf a UU PPMI.
Pasal 54 ayat (1) huruf a dan b UU No. 18/2017: “Untuk dapat memperoleh SIP3MI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1), Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia harus memenuhi persyaratan: a. memiliki modal disetor yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan paling sedikit Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); b. menyetor uang kepada bank pemerintah dalam bentuk deposito paling sedikit Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) yang sewaktu-waktu dapat dicairkan sebagai jaminan untuk memenuhi kewajiban dalam Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Pasal 82 huruf a: “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah), setiap orang yang dengan sengaja menempatkan Calon Pekerja Migran Indonesia pada: a. jabatan dan jenis pekerjaan yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja sehingga merugikan Calon Pekerja Migran Indonesia tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf a”.
Sedangkan Pasal 85 huruf a: “Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,- (lima miliar rupiah), setiap orang yang: a. menempatkan Pekerja Migran Indonesia pada pekerjaan yang tidak sesuai dengan Perjanjian Kerja yang telah disepakati dan ditandatangani Pekerja Migran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf a”.
Diwakili kuasa hukumnya Wilman Malau, ASPATAKI memiliki anggota berjumlah 142 Perusahaan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) atau perusahaan-perusahaan yang bidang usahanya melaksanakan penempatan dan pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri.
Dalam Permohonannya, Pemohon mendalilkan hak konstitusional dalam kebebasan untuk berusaha, serta ancaman pidana yang ditanggung oleh Pemohon, tidak berdasar pada perbuatan yang dilakukannya sendiri dan tidak sesuai dengan asas perbuatan materiil. Perbuatan yang dilakukan pihak yang mempekerjakan pekerja migran harus ditanggung oleh para Pemohon. (Nano Tresna/Andhini/LA)