JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang pemeriksaan pendahuluan pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (27/1/2020).
Para Pemohon adalah Endang Hairudin, M. Dwi Purnomo, Adis Banjere dan Adieli Hulu selaku petinggi TNI menguji Pasal 65 ayat (1) UU BPJS yang menyebutkan, “PT. ASABRI (Persero) menyelesaikan pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.”
Diwakili kuasa hukum Bayu Prasetio, para Pemohon mendalilkan pasal tersebut berpotensi menimbulkan kerugian hak konstitusionalitas para Pemohon yang berlatar belakang sebagai prajurit TNI.
Bayu menjelaskan, latar belakang para Pemohon yang dahulu prajurit TNI dengan risiko penugasan berkaitan langsung dengan kehilangan nyawa, cacat, tewas, atau hilang di daerah operasi, juga risiko mobilitas yang tinggi dari para Pemohon pada saat aktif.
“Sehingga kemudian ketika pensiun, para Pemohon berharap apa yang sudah telah dinikmati selama ini dari PT Asabri mengenai program pembayaran pensiun itu tidak teralihkan. Terutama mengenai kerahasiaan jabatan, data pribadi yang menurut para Pemohon sesuai sumpah prajurit tetap harus dijaga,” ujar Bayu kepada Pleno Hakim MK yang dipimpin oleh Suhartoyo.
Terhadap dalil-dalil para Pemohon Perkara Nomor 6/PUU-XVIII/2020 ini, Hakim Konstitusi Saldi Isra mencermati kedudukan hukum para Pemohon. “Terkait dengan kedudukan hukum para Pemohon, di judulnya tidak perlu juga dijelaskan kerugian konstitusional para Pemohon. Walaupun substansinya menjelaskan kedudukan hukum, tapi kerugian konstitusional para Pemohon baik faktual maupun potensial harus dijelaskan,” ungkap Saldi.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh lebih mempertegas kedudukan hukum para Pemohon. “Ini soal legal standing, saya hanya melengkapi apa yang sudah disampaikan oleh Yang Mulia Prof. Saldi tadi. Ada karakteristik militer Indonesia dengan luar negeri. Uraian permohonan ini menjelaskan soal ada TNI dan polisi. Nah, karakteristik ini apakah kalau sudah pensiun itu terlepas dari institusinya ataukah masih terikat secara emosional ataupun organisatoris? Saya kira ini untuk mempertegas soal legal standing saja,” urai Daniel.
Sedangkan Ketua Pleno Suhartoyo menanggapi petitum para Pemohon. “Petitum yang nomor 3-4 itu digabung saja, Pak. Itu lebih menyederhanakan juga dan lebih mudah ditangkap juga oleh para pemerhati perkara ini,” kata Suhartoyo.
Suhartoyo juga mengomentari substansi para Pemohon. “Meskipun substansi ini bagian dari wilayah pribadi yang mungkin hakim tidak boleh terlalu jauh mencampuri, tapi paling tidak, bisa dipertimbangkan kalau memang akan dipertimbangkan, Bapak kan menguji Pasal 65 ayat (1), tapi sesungguhnya secara konkret, substansinya mana yang memindahkan kewenangan itu?” tandas Suhartoyo. (Nano Tresna Arfana/LA)