JAKARTA, HUMAS MKRI - PT Taspen dalam kewenangannya melaksanakan program jaminan yang diperuntukkan bagi pekerja yang bekerja pada departemen negara, termasuk pejabat dan pensiunan dari ASN. Berbeda dengan yang dijalankan oleh BPJS Ketenagakerjaan, yang melaksanakan program jaminan bagi para pekerja selain pekerja negara. Sehingga saat ini, regulasi program jaminan yang dilaksanakan PT Taspen berbeda dengan BPJS Ketenagakerjaan.
Demikian disampaikan oleh Direktur Litigasi Kementerian Hukum dan HAM Ardiansyah. selaku perwakilan Pemerintah dalam sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Sidang perkara Nomor 72/PUU-XVII/2019 yang dimohonkan oleh para pensiunan dan PNS aktif ini digelar di Ruang Sidang Pleno MK pada Kamis (16/1/2020). Dalam permohonan ini, para Pemohon mendalilkan Pasal 57 huruf f dan Pasal 65 ayat (2) UU BPJS yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
“Dengan berbedaannya regulasi antara program jaminan PT Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan, maka menjadi tidak jelas kerugian apa yang akan dialami Para Pemohon dalam perkara a quo,” urai Ardiansyah di hadapan sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.
Berbagai Jaminan Sosial
Lebih lanjut Ardiansyah menguraikan bahwa sebelum adanya BPJS yang berdasarkan UU BPJS, Indonesia telah menyelenggarakan beberapa program jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta dan dan PNS. Bagi PNS telah dikembangkan program dana tabungan dan asuransi pegawai negeri yakni Taspen, sednagkan untuk program asuransi kesehatan diberikan Askes. Kemudian, kedua bentuk jaminan ini melebur menjadi BPJS Kesehatan dan beroperasi dalam menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat, termasuk bagi PNS. Sedangkan PT Taspen diberikan kewenangan untuk melaksanakan program hari tua dan program pembayaran pensiun PNS sampai dengan pengalihan menjadi BPJS Ketenagakerjaan paling lambat hingga 2029.
Diakui Ardiansyah bahwa dibentuknya badan penyelenggara jaminan sosial berdasarkan Undang-Undang BPJS merupakan badan yang ditunjuk untuk melaksanakan jaminan penyelenggaraan sosial nasional secara menyeluruh dan terpadu guna menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.
“Sekalipun PT Taspen diatur sebagai lembaga penyelenggara jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian bagi ASN, namun keberadaannya sebagai perusahaan perseroan yang dibentuk dengan pemerintah masih diakui keberadaannya dalam melaksanakan tugas-tugasnya selama masa peralihan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau UU BPJS,” terang Ardiansyah.
Dalam permohonannya, para Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya karena terjadi penurunan manfaat dan layanan akibat pengalihan layanan program TASPEN kepada BPJS yang selama ini telah dirasakan manfaatnya oleh para Pemohon. Menurut para Pemohon, kebijakan atau politik hukum pemerintah menganut keterpisahan manajemen tata kelola jaminan sosial antara pekerja yang bekerja pada penyelenggara negara dengan pekerja yang bekerja selain pada penyelenggara negara. Hal tersebut termaktub dalam PP 45/2015 juncto PP 46/2015 yang menegaskan bahwa Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun bagi Peserta pada pemberi kerja penyelenggara negara dikecualikan dalam PP tersebut dan diamanatkan untuk diatur dalam peraturan pemerintah tersendiri.
Dengan demikian, menurut para Pemohon, pembentuk undang-undang menghendaki pelaksanaan penyelenggaraan program Jaminan Pensiun dan program jaminan hari tua bagi PNS dan Pejabat Negara (Pegawai yang bekerja pada penyelenggara negara), diselenggarakan secara terpisah dari pengelolaan program Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua bagi pegawai yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara (swasta). Hal ini menyebabkan para Pemohon merasakan adanya potensi kehilangan hak-hak terkait keuntungan yang selama ini didapatkan melalui keikutsertaan dalam Program Jaminan Sosial dan Tabungan Hari Tua akan hilang sejalan dengan berlakunya ketentuan pasal-pasal yang diujikan.
Sebelum menutup persidangan, Anwar mengingatkan kembali bahwa sidang berikutnya akan digelar pada Senin, 27 Januari 2020 pukul 11.00 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan keterangan ahli dari Pemohon. (Sri Pujianti/LA)