JAKARTA, HUMAS MKRI - Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangka Tengah melakukan studi banding ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (16/1/2020). Studi banding ini terkait penerapan Sistem Informasi Kearsipan Dinamis (SIKD) di MK. Kedatangan mereka disambut Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi MK, Budi Achmad Djohari.
“Kami ucapkan terima kasih kepada BPKP dan Pemkab Bangka Tengah yang sudah hadir untuk studi banding ke MK,” kata Budi.
Kepala Pusat Informasi Pengawasan BPKP Adi Sasono yang hadir dalam pertemuan ini mengatakan, ke depan teknologi informasi dan komunikasi akan menjadi motor dalam menggerakan berbagai kegiatan di lembaga-lembaga pemerintahan, organisasi-organisasi dan lainnya. Tanpa teknologi informasi dan komunikasi, organisasi tidak akan berjalan optimal.
“Kedatangan kami ke MK secara khusus ingin mengetahui lebih jauh implementasi dari digital signature atau tanda tangan digital yang sudah diterapkan MK. Termasuk juga mengenai SIKD di MK serta hubungannya dengan infrastruktur, peraturan, perangkat aplikasi yang harus disiapkan,” ungkap Adi yang hadir bersama segenap jajarannya.
Lain lagi dengan Kepala Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Bangka Tengah, Budi Utama mengutarakan maksud kedatangannya untuk melakukan memahami lebih jauh mengenai SIKD yang sudah dijalankan MK selama tiga tahun. “Terima kasih kepada MK yang bersedia menerima kami untuk belajar di MK mengenai kearsipan,” imbuh Budi.
Dua Syarat
Budi Achmad Djohari menerangkan, teknologi informasi yang dikembangkan MK sangat membantu para pencari keadilan. Sedangkan dalam internal MK dikembangkan e-office, salah satunya adalah SIKD yang awalnya dirintis oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
“Kemudian MK mengembangkan SIKD yang memerlukan beberapa syarat. Pertama, syaratnya harus mau transparan, tidak ada informasi yang disembunyikan. Syarat kedua, harus cepat, bisa bekerja 24 jam. Kedua syarat ini bisa terjadi kalau ada komitmen pimpinan,” ucap Budi.
Dengan demikian, sambung Budi, mekanisme kerja para pegawai MK saat ini lebih banyak menerapkan teknologi, menggunakan komputer. Penggunaan kertas di MK masih ada tapi sangat minim. “Misalnya rapat, tidak lagi ada bahan yang dicetak dan dibagikan. Cukup buka laptop masing-masing. Hal ini mengubah paradigma secara luar biasa. Tadinya untuk disposisi memakan waktu lama, di meja pejabat dan pegawai bertumpuk dokumen, sekarang di meja bersih. Hanya ada laptop, PC atau keyboard. Kurang lebih seperti itu keunggulannya,” urai Budi.
Lebih lanjut Budi menjelaskan teknologi informasi yang dikembangkan MK antara lain adalah judicial administration system dan supporting administration system. Judicial administration system menyangkut penanganan perkara, yang dimulai dengan penerimaan permohonan secara, registrasi permohonan, persidangan sampai putusan dan monitoring putusan, semua dilakukan secara online. Sedangkan supporting administration system merupakan sistem administrasi umum.
“Ke depan, kami sudah merintis e-judiciary. Semua aspek penegakan hukum tidak lagi berkirim surat. Ketika ada permohonan datang dari DPR, Pemerintah, Mahkamah Agung misalnya, pemberitahuan jadwal sidang tidak lagi lewat surat tapi langsung dikirim lewat email,” imbuh Budi.
Kemudian mengenai digital signature, ungkap Budi, Mahkamah Agung sudah memutuskan bahwa tanda tangan digital dianggap sebagai tanda tangan yang sah sepanjang ada sertifikasi yang harus dilakukan dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). “BSSN yang akan memberi sertifikasi bahwa tanda tangan itu asli,” kata Budi.
Sementara itu arsiparis MK, Kasiman menyampaikan dari sekian lembaga yang melakukan studi banding ke MK, hanya satu lembaga yang berhasil mengimplementasikan SIKD MK dan lembaga-lembaga lainnya masih dalam proses, bahkan berhenti begitu saja. “Kami berharap, studi banding BPKP dan Pemkab Bangka Tengah ke MK, bisa berhasil mengimplementasikan SIKD MK,” ujar Kasiman.
Kasiman melanjutkan, SIKD diperkenalkan ANRI ke MK pada November 2016. Selanjutnya MK melakukan kustomisasi dan SIKD dapat berjalan di MK. “Setelah itu SIKD langsung kita praktikkan di MK dan Pak Sekjen MK menyetujui. Jadi kalau ada komitmen pimpinan, 75 persen SIKD bisa berjalan dengan baik,” jelas Kasiman.
Pada pertemuan itu juga hadir pranata komputer MK, Riska Aprian yang menerangkan bahwa SIKD merupakan aplikasi pengelolaan arsip secara elektronik, sebagai upaya untuk menciptakan pengelolaan arsip yang baik dan mendukung program less paper.
SIKD bertujuan menjamin terwujudnya pengelolaan informasi arsip yang andal, menjamin keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti pertanggungjawaban nasional serta menjamin penemuan kembali arsip dapat dilaksanakan secara cepat, mudah dan efektif serta efisien. Termasuk juga meningkatkan kualitas pelayanan administrasi umum.
“Kelebihan SIKD terletak pada kemudahan dalam mengembangkan aplikasi tersebut untuk beragam keperluan, seperti membuat draft dan template surat dinas, e-filling, monitoring usulan dan tindak lanjut berkas, pencarian arsip, digitalisasi berkas kertas, penomoran surat, sertifikasi tanda tangan elektronik dan lain-lain,” ujar Riska.
(Nano Tresna Arfana/NRA)